Bupati Abdya Dr Safaruddin saat menyampaikan sambutan pada acara sosialisasi Instruksi Gubernur tentang pelaksanaan shalat fardhu berjamaah bagi aparatur negara dan masyarakat serta pelaksanaan mengaji pada satuan pendidikan Aceh, yang berlangsung di Gedung Olahraga (GOR) Sigupai Arena, Gampong Guhang Kecamatan Blangpidie, Abdya, Rabu (9/4/2025). Foto: Ist
Analisaaceh.com, Blangpidie | Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Dr Safaruddin, secara tegas mengingatkan pentingnya menjalankan shalat sebagai kewajiban agama, bukan karena takut terhadap aturan pemerintah.
“Shalat itu adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap umat Muslim. Tidak seharusnya dilakukan hanya karena ada peraturan atau sanksi dari pemerintah. Kita harus menyadari bahwa ini adalah perintah dari Allah, yang lebih penting daripada sekedar aturan dunia,” kata Safaruddin dalam sambutannya.
Hal tersebut disampaikannya dalam acara sosialisasi Instruksi Gubernur Nomor 0I/INSRT/2025 tentang pelaksanaan shalat fardhu berjamaah bagi aparatur negara dan masyarakat serta pelaksanaan mengaji pada satuan pendidikan Aceh, yang berlangsung di Gedung Olahraga (GOR) Sigupai Arena, Gampong Guhang Kecamatan Blangpidie, Abdya, Rabu (9/4/2025).
Selain itu, kegiatan sosialisasi ini juga menjadi wadah bagi masyarakat dan tokoh agama untuk menyampaikan aspirasi.
Safaruddin menambahkan, Instruksi Gubernur yang mengatur tentang penegakan syariat Islam bukanlah untuk menakut-nakuti masyarakat, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran umat Islam terhadap kewajiban beribadah, terutama shalat.
“Panggilan shalat bukanlah panggilan yang dipaksakan, bukan juga kebijakan yang mengharuskan kita ikut karena rasa takut. Akan tetapi, kebijakannya adalah sebuah kewajiban, kewajiban kita mendirikan shalat dan ini menjadi sebuah panduan awal kita dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban lain dalam ibadah sebagai umat Islam,” sebut Safaruddin.
Lebih lanjut, kata Safaruddin, sosialisasi ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
“Aturan ini adalah bentuk dukungan pemerintah terhadap pelaksanaan syariat Islam yang lebih optimal. Kami ingin masyarakat Abdya tidak hanya mengikuti aturan, tapi benar-benar menghayati makna di balik kewajiban beribadah ini,” ujarnya.
Safaruddin juga mengajak Aparatur Negara Sipil (ASN) dan masyarakat Abdya untuk menjalankan kebijakan kebijakan ini dengan kerja sama dan semangat kebersamaan di daerah tersebut.
“Dalam melaksanakan syariat Islam perlu mendapatkan penguatan-penguatan awal. Penguatan awal itu adalah bagaimana menerapkan sendi-sendi nilai syariat Islam yang dijalankan di Nanggroe Aceh Darussalam ini,” ucap Safaruddin.
Menurutnya, instruksi gubernur ini sebuah keharusan atau sebuah keniscayaan untuk diterapkan di setiap gampong se-kabupaten Abdya sebagai pionir untuk menjalankan kebijakan tersebut.
Selain itu, Safaruddin juga menekankan agar menghentikan seluruh aktivitas pelayanan publik dan perdagangan saat adzan berkumandang.
“Ketika adzan sudah berkumandang, semua aktivitas sebaiknya dihentikan, baik di kantor maupun di pasar. Tidak boleh lagi ada pelayanan, tidak ada lagi jual beli, dan kita semua ke masjid atau mushalla terdekat untuk melaksanakan shalat berjamaah,” terangnya.
Pemkab Abdya, kata Safaruddin, menginginkan agar tidak ada lagi ruang shalat pribadi di kantor-kantor pemerintahan Abdya. Sehingga, semua pegawai langsung ke masjid atau musholla untuk shalat berjamaah, dan tidak shalat sendiri-sendiri di kantor.
“Kedepan, tidak ada lagi ruang yang shalat sendiri-sendiri di ruang kantor. Akan tetapi, saat adzan sudah berkumandang, semua pegawai harus ke masjid kita upayakan safnya penuh dan melaksanakan shalat berjamaah,” tegas Safaruddin.
Terkait tindak lanjut instruksi gubernur, tambah Safaruddin, Pemkab Abdya akan menyesuaikan kebijakan dengan kondisi daerah, baik dalam bentuk instruksi bupati, surat edaran maupun qanun.
Selain itu, Safaruddin juga menyampaikan, pihaknya juga akan melakukan pengawalan dalam menjalankan instruksi gubernur ini bersama Forkompimda, perangkat pemerintah daerah, perangkat desa, organisasi kemasyarakatan dan organisasi Islam.
“Saya berharap instruksi Gubernur ini tidak ada lagi perbedaan-perbedaan pandangan, tinggal menjalankan saja dan tinggal kita untuk mengayunkan langkah untuk menggerakkan gerakan shalat berjamaah disaat kita melakukan proses pelayanan publik, perdagangan atau interaksi lainnya,” katanya.
Safaruddin mengungkapkan, di Abdya masih banyak kejahatan sosial yang harus menjadi perhatian, diantaranya narkoba, seks bebas, judi online, pinjam online dan LGBT.
“Kejahatan terbesar di Aceh saat ini adalah narkoba. Kita harus lawan ini semua, dan salah satu caranya adalah memperkuat akhlak lewat shalat berjamaah dan pengajian,” imbuhnya.
Safaruddin menuturkan, instruksi gubernur ini juga akan diterapkan di pasar-pasar kepada para pedagang, akan tetapi tidak harus menutup toko melainkan mereka hanya membuat tanda jika sedang sedang melaksanakan shalat.
“Ketika adzan berkumandang, cukup memberikan tanda saja bahwa tidak ada lagi aktivitas jual beli, semua kita ke mushola dan masjid terdekat untuk melaksanakan shalat berjamaah,” tuturnya.
Tak hanya bicara soal ibadah, Safaruddin juga menyampaikan program bantuan rumah untuk kaum dhuafa, fakir miskin dan anak yatim. Menariknya, data penerima bantuan kini tidak lagi berasal dari dinas sosial, tapi langsung dari kepala desa.
“Datanya tidak lagi dari Dinas Sosial dan PKH, akan tetapi dari seluruh Keuchik se-kabupaten Abdya. Dan beberapa hari lalu ada dua rumah yang kita bantu. Datanya valid, langsung dari kepala desa,” ujarnya.
Untuk proses bantuan rumah, lanjut Safaruddin, dilakukan setelah ia turun langsung ke lapangan, usai melaksanakan shalat subuh berjamaah. Kemudian, kepala desa memberikan usulan rumah mana yang paling ideal untuk dibantu.
“Jika memungkinkan untuk di rehab, maka akan dilakukan rehab. Namun, jika kondisi memang tidak layak untuk di rehab maka akan dibangun baru jika kondisinya memang tidak layak untuk direhab,” sebut Safaruddin.
Bupati Safaruddin menegaskan, gerakan shalat berjamaah ini bukan untuk pencitraan politik, tetapi merupakan tanggung jawab moral dan spiritual sebagai pemimpin.
“Shalat berjamaah bukan hanya soal ibadah, tapi juga soal kedamaian dan silaturahmi. Kalau kita sering bertemu di masjid, rasa benci akan hilang. Hidup kita akan lebih tenteram dan harmonis,” pungkasnya.
Analisaaceh.com, Langsa | Kejaksaan Negeri (Kejari) Langsa masih melakukan proses penyelidikan pada kasus dugaan korupsi…
Analisaaceh.com, Langsa | Kapolres Kota Langsa AKBP Mughi Prasetyo memimpin upacara serah terima jabatan (sertijab)…
Analisaaceh.com, Blangpidie | Sebanyak 64 Calon Jamaah Haji (CJH) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mengikuti…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Dua orang oknum taruna yang diketahui sedang menempuh pendidikan di sekolah…
Analisaaceh.com, Blangpidie | Pelaksanaan ujian seleksi kompetensi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) formasi tahap…
Analisaaceh.com, Paris | Dalam lawatan Manajemen Persiraja Banda Aceh ke Eropa, Presiden Persiraja Banda Aceh,…
Komentar