Categories: NEWS

Merayakan Identitas Aceh Lewat Meuseuraya Festival: Inklusif, Digital, dan Berkelanjutan

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Meuseuraya Festival 2025 menghadirkan wajah baru hiburan di Aceh. Di tengah ketiadaan bioskop dan pusat perbelanjaan modern, festival ini justru tampil sebagai ruang alternatif yang lebih berakar pada identitas lokal, dengan menggabungkan ekonomi, budaya, dan kreativitas dalam satu panggung bersama.

Selama lima hari penyelenggaraan, Balee Meuseuraya Aceh (BMA) berubah menjadi pusat keramaian. Cahaya lampu, dentuman musik, serta aneka pertunjukan budaya menjadikan Banda Aceh semarak, sekaligus menjadi bukti bahwa hiburan dapat hadir tanpa harus kehilangan nilai religius dan kearifan lokal.

Inilah Meuseuraya Festival 2025, diselenggarakan oleh Bank Indonesia Perwakilan Aceh bersama Pemerintah Daerah dan mitra kerja. Dengan tema “Kolaborasi Meningkatkan Daya Saing Aceh Melalui Ekonomi dan Keuangan Syariah yang Inklusif, Digital, dan Berkelanjutan”, festival ini menjadi ajang kolaborasi sekaligus perayaan identitas

Festival dibuka dengan pertunjukan Ratoh Jaroe kolosal ratusan penari, diiringi rapai yang menggema. Energi kolektif itu berlanjut ke Aceh Fashion Collaboration, di mana model muda menampilkan busana muslim syar’i sekaligus stylish. Pesannya jelas Aceh siap mengikuti tren global tanpa meninggalkan akar budaya.

Selain hiburan, festival juga menghadirkan talkshow dan workshop seputar kewirausahaan, ekonomi syariah, dan digitalisasi keuangan. Topik ini relevan dengan tantangan zaman berbisnis sesuai syariah, sekaligus go digital lewat pembayaran QRIS.

hasil kreativitas berypa anyaman yang diperjualbelikan. Foto: naszadayuna

Beragam lomba turut memeriahkan: QRIS Hip Hop Competition, Ranking 1 CBP Rupiah, Sepatu Roda Open Tournament, Cross Competition, lomba mewarnai, hingga QRIS Fun Walk yang mengajak masyarakat bertransaksi digital.

anak muda Aceh sedang mengikuti game. Foto: naszadayuna

Aceh dikenal dengan syariat Islam, dan festival ini tetap menjaga nilai itu. Pertunjukan seni islami, musik tradisional, dan tarian daerah menghadirkan hiburan yang meriah sekaligus sarat budaya.

Bagi orang luar, Aceh sering dianggap sepi hiburan. Meuseuraya Festival membuktikan sebaliknya hiburan tak harus konser besar atau film Hollywood, tapi bisa jadi ruang bersama yang menggabungkan edukasi, ekonomi, budaya, dan seni.

Meuseuraya Festival 2025 mencerminkan wajah baru Aceh religius tapi modern, lokal tapi terbuka, sederhana tapi kreatif. Di tengah keterbatasan hiburan formal, festival ini menjadi panggung inklusif untuk semua kalangan terutama anak muda.

pemberihan hadian pemenang Qris hip-hop competiton. Foto: naszadayuna

Lebih dari agenda tahunan, festival ini menunjukkan bahwa hiburan sejati bukan sekadar menonton atau belanja, melainkan kebersamaan ruang untuk belajar, berkarya, dan merayakan identitas.

Capaian festival pun nyata lebih dari 11 ribu pengunjung, 744 peserta lomba, transaksi UMKM hampir Rp2,5 miliar dengan 70 ribu transaksi non-tunai via QRIS, business matching Rp1,45 miliar, serta wakaf produktif Rp44,45 juta.

Kepala BI Aceh, Agus Chusaini, menegaskan keberhasilan ini lahir dari kebersamaan semua pihak. Ia menambahkan, semangat meuseuraya akan terus dirawat melalui pengembangan UMKM, Zona KHAS, Aceh Ramadhan Festival, digitalisasi, dan pelatihan pertanian untuk ketahanan pangan.

Anis (23), mahasiswi asal Medan, mengaku terkesan. “Saya pikir Aceh sepi hiburan. Ternyata festival ini rame banget, vibes-nya beda, kayak pusat kota yang hidup. Apalagi bisa belanja produk lokal sambil nikmatin musik,” ujarnya.

fun walk di hari Minggu pagi, foto: naszadayuna

Sementara Husna (21), warga Banda Aceh, menyebut festival ini alternatif hiburan bagi Gen Z. “Biasanya weekend cuma nongkrong di warkop. Sekarang bisa jalan ke sini, banyak spot foto estetik, ada kuliner, ada fashion, jadi lengkap, lebih dekat sama budaya kita,” katanya.

masyarakat Aceh menikmati malam di acara Meuseuraya Festival.

Di tengah ketiadaan bioskop dan mall, Meuseuraya Festival membuktikan hiburan di Aceh bukan soal gedung megah, tapi soal kebersamaan, kreativitas, dan identitas.

Naszadayuna

Komentar

Recent Posts

Laba Tumbuh 63% di Tengah Tantangan Industri, SBI Fokus Efisiensi dan Inovasi Hijau

Analisaaceh.com, Jakarta | PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI) berhasil membukukan laba tahun berjalan sebesar…

1 jam ago

Gangguan Interkoneksi, 12 Kabupaten di Aceh Gelap Gulita

Analisaaceh.com, Blangpidie | Sebanyak 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh mengalami pemadaman listrik serentak pada Senin…

19 jam ago

Pernyataan Mualem Dinilai Belum Sentuh Akar Masalah Lingkungan di Aceh

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), baru-baru ini menyoroti persoalan tambang ilegal…

20 jam ago

Minat Warga Aceh Kerja Luar Negeri Capai 1.600 Orang

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Minat masyarakat Aceh untuk bekerja di luar negeri terus meningkat. Data…

1 hari ago

Haji Uma: Razia Plat BL oleh Gubsu Bisa Rusak Keharmonisan

Analisaaceh.com, Jakarta | Anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau Haji Uma, menilai kebijakan…

2 hari ago

Seorang Lansia di Rukoh Ditemukan Meninggal di Kamar Tidur

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Seorang pria lanjut usia berinisial BG (62), warga Gampong Rukoh, Kecamatan…

2 hari ago