Analisaaceh.com, Lhoksukon — Musyawarah Raya Luar Biasa (MURALUB) Partai Daerah Aceh (PDA) yang diselenggarakan di Takengon, Aceh Tengah 10-11 September 2021 dinilai abal-abal dan cacat hukum. Muralub tersebut dituding hanya mengikutsertakan para pihak yang pro terhadap kepemimpinan Tgk Muhibussabri.
Hal ini disampaikan pengurus Wilayah PDA Kabupaten Aceh Utara. Kepada media ini, Kamis (16/9/21) Wakil Sekretaris DPW Aceh Utara, Tgk Ibnu Basir menyebut selain rekayasa hasil keputusan, juga sejumlah DPW PDA tidak diundang untuk menghadiri Muralub.
Dia menegaskan pihaknya tidak pernah mendapat undangan untuk menghadiri Muralub, bagitu juga sejumlah DPW PDA di kabupaten lain.
“Pengurus DPW yang diundang diseleksi dari awal, biar tidak ada suara yang berbeda atau agar kepentingan politik Ketua Umum untuk berkuasa berkali-kali tidak mendapat hambatan” kata dia.
Tidak diundangnya sejumlah DPW PDA, tambah Ibnu Basir merupakan pelanggaran AD/ART. Tidak diberi kesempatan kepada anggota untuk memberi masukan, serta langsung menunjuk Muhibussabri untuk Ketua Partai Baru atau Partai Darul Aceh secara aklamasi adalah pelanggaran hukum dan pelanggaran asas-asas demokrasi.
Basir mengaku heran, bagaimana seorang Tgk Muhibussabri A Wahab yang notabenenya masih sah sebagai Ketua Partai Daerah Aceh, lalu juga menjabat sebagai partai baru, Partai Darul Aceh.
“Bagaimana mungkin satu orang bisa menjadi ketua umum dua buah partai politik” ujar Ibnu Basir.
Informasi lain yang dia peroleh dari sejumlah peserta Muralub mengatakan penunjukan Muhibussabri A Wahab sebagai Ketum Partai Darul Aceh untuk periode 2021 sd 2026 disampaikan secara tiba-tiba dan para peserta menjadi terheran- heran.
“Suasana Muralub seperti digambarkan seorang peserta memang berlangsung seperti abal-abal, selain yang diundang Ketua DPW PDA yang baru di-SK-an juga tak ada kesempatan untuk memberi masukan tentang AD/ART” ujar Basir menirukan pengakuan peserta Muralub.
Hal lain yang menjadi perhatian pihaknya yakni sinyalemen kepengurusan DPW PDA Aceh Utara yang disebut dibekukan. Selain proses pembekuan yang dipertanyakan, pihaknya, kata Basir, juga tidak pernah menerima surat pembekuan sebagaimana digembar-gemborkan.
“Sebenarnya ada pasal dalam AD/ART yang tidak demokratis dan berpotensi disalahgunakan, dimana ketua umum bisa langsung membekukan kepengurusan diberbagai tingkatan, juga bisa langsung memecat anggota tanpa proses, misal melalui mahkamah partai, ini kan pasal otoriter dan oligarki” katanya.
Pada kesimpulannya, pengurus DPW PDA Aceh Utara meminta pihak terkait, khususnya Kemenkum HAM dan Kesbangpol untuk memperhatikan pelanggaran-pelanggaran hukum admistratif seperti dua orang memimpin dua partai dan AD/ART yang tidak sesuai dengan aturan hukum dan azas demokrasi.
Redaksi belum menerima klarifikasi dari DPP Partai Daerah Aceh di Banda Aceh.