Analisaaceh.com, Banda Aceh | Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) -LBH Banda Aceh menyebutkan ada diskriminasi hukum yang terjadi terhadap pemberhentian kasus korupsi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.
Hal ini dikatakan oleh Kepala Operasional YLBHI-LBH, Muhammad Qodrat dalam Diskusi Publik Penghentian Proses Hukum “Dugaan Tindak Pidana Korupsi KKR Aceh, Sah atau Tidak?” di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Senin (23/10/2023).
“Jelas ada diskriminasi ada perbedaan perlakuan dari polisi terhadap penegakan hukum padahal kasus korupsi KKR Aceh telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp250 juta yang melibatkan pejabat negara tapi tidak diusut,” katanya.
Menurutnya, ada perbedaan perlakuan penegakan hukum dimana disisi lain ada kasus yang bukan pejabat negara namun diusut habis-habisan oleh polisi.
“Ini jelas ketika ada pejabat yang melanggar mereka permisif tapi ketika ada orang miskin yang kena mereka habis-habisan,” tuturnya.
Menurutnya, dasar hukum penghentian perkara secara restorative justice itu khusus untuk tindak pidana ringan. Sedangkan tindak pidana korupsi tidak bisa dihentikan secara restorative justice sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Penghentian kasus dengan alasan restorative justice dalam perkara ini adalah keliru,” ujarnya.
Ia mengaku sudah mendesak para komisioner KKR Aceh mengundurkan diri secara sukarela. Tapi yang bersangkutan tidak mau mengundurkan diri.
“Sudah jelas salah tapi masih saja defensif tidak mau mengundurkan diri,” tutupnya.