Jurnalis Aceh Demo Tolak Revisi UU Penyiaran

aksi dari para wartawan di Banda Aceh, foto : Naszadayuna/analisaaceh.com

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Gerakan Jurnalis Aceh Bersatu melakukan aksi demontrasi menolak pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang penyiaran di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Banda Aceh, Senin (27/5/2024).

Diketahui rancangan Undang-Undang Penyiaran yang saat ini di bahas di DPR RI dianggap akan mengancam kebebasan pers, demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

Khusus Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2c bertentangan dengan Pasal 4 Ayat 2 UU Pers yang menyatakan bahwa pers yang menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

Adapun pasal-pasal bermasalah dalam revisi UU Penyiaran ini meliputi Ancaman kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) (Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 20)

Kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial. Hal ini akan mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet. Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM (Pasal-pasal 34 sampai 36)

Kemudian pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik (Pasal 50 B ayat 2K). Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran, Pasal 14 dan Pasal 15 pada UU No 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024 lalu.

Melanggengkan kartel atau monopoli kepemilikan lembaga penyiaran. Pada RUU Penyiaran ini menghapus pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran Nomor 32/2002, di mana pasal-pasal ini membatasi kepemilikan TV dan radio.

Yang hilangnya pasal-pasal ini akan mempermulus penguasaan TV dan radio pada konglomerasi tertentu saja.

“Oleh karena itu, wartawan atas nama Gerakan Jurnalis Aceh Bersatu menuntut dan menyerukan menolak RUU Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah,” ujar Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Nasir Nurdin.

Oleh karena itu, DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

Meminta pemerintah tidak mengangkangi semangat reformasi dengan melemahkan kerja-kerja pers melalui kebijakan yang mengekang kemerdekaan pers.

“DPRA telah menerima dan akan meneruskan hal ini tersebut ke DPR RI,” tutup Nasir Nurdin.

Komentar
Artikulli paraprakKIP Langsa Diduga Lantik Saksi Parpol Jadi PPS
Artikulli tjetërKoalisi Ngo-HAM Minta dalam Agenda Partai Politik Isu Lingkungan Diprioritaskan