MaTa Nilai Hibah untuk Instansi Vertikal Bebani Keuangan Pemerintah Aceh

Hafiz saat memberikan keterangan, foto: Naszadayuna/analisaaceh.com

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh beranggapan bahwa pengalokasian hibah untuk instansi vertikal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) sangat membebani keuangan Pemerintah Aceh.

Perwakilan dari LBH Banda Aceh, Hafiz, mengatakan bahwa berdasarkan kajian mereka yang bersumber dari dokumen APBA dan portal pengadaan pemerintah, terhitung sejak tahun 2017 sampai dengan 2024, total rata-rata APBA sebesar Rp14,9 triliun dengan rata-rata Pendapatan Asli Aceh (PAA) dalam rentang waktu tersebut sebesar Rp2,4 triliun.

“Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Aceh sangat tergantung pada anggaran transfer dari pemerintah pusat,” katanya saat konferensi pers di kantor MaTA pada Selasa (21/1/2024).

Pemerintah Aceh mengalokasikan belanja hibah sejak tahun 2017 hingga tahun 2024 sebesar Rp6,4 triliun, dengan rata-rata alokasi per tahun sebesar Rp805,9 miliar. Dari angka hibah tersebut, sebesar Rp308,3 miliar dikucurkan untuk enam instansi vertikal yang ada di Aceh.

“Dari enam instansi tersebut, Kepolisian mendapat alokasi terbanyak, yaitu sebesar 37 persen dari total alokasi dana hibah. Kemudian disusul Kejaksaan Tinggi sebesar 27 persen dan institusi TNI sebesar 26 persen,” sebutnya.

Peruntukan hibah dari enam instansi tersebut jika dikelompokkan menunjukkan bahwa peruntukan terbesar adalah untuk pembangunan atau rehabilitasi kantor sebesar 53 persen.

Kemudian untuk fasilitas rumah dinas sebesar 19 persen, fasilitas olahraga sebesar 15 persen, dan sisanya untuk belanja kendaraan dinas serta peruntukan lain-lain seperti pagar, kanopi, area parkir, taman, jalan komplek perkantoran.

Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, Aceh masih menjadi provinsi termiskin di Sumatra, dan masih sangat banyak urusan wajib Pemerintah Aceh yang belum tercapai.

Oleh karena itu, mengalokasikan belanja hibah dengan nominal yang sangat besar, apalagi hibah untuk pemerintah pusat, dinilai sangat tidak patut dilakukan oleh Pemerintah Aceh.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 298 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa: “Belanja hibah dan bantuan sosial dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Hafiz juga beranggapan bahwa pemberian hibah untuk instansi vertikal di Aceh berpotensi menyalahi aturan. Jika merujuk pada aturan-aturan terkait hibah pemerintah daerah, pengalokasian belanja hibah bagi instansi vertikal ini berpotensi melanggar ketentuan.

“Banyak prasyarat yang harus dipenuhi sehingga pengalokasian tersebut dianggap patut, sesuai urgensi dan kepentingan Pemerintah Aceh dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat,” paparnya.

Hal ini juga merujuk pada Pasal 4 Peraturan Gubernur Aceh Nomor 115 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Peraturan Gubernur Aceh Nomor 82 Tahun 2016 tentang pedoman belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Pemerintah Aceh (eksekutif dan legislatif) untuk menghentikan pengalokasian dana hibah untuk instansi vertikal di Aceh.

“Masih banyak prioritas lain yang menjadi “PR” Pemerintah Aceh untuk diselesaikan, seperti Mendesak Pemerintah Aceh untuk berfokus pada upaya percepatan pengentasan kemiskinan dengan mengalokasikan sumber-sumber pendanaan yang ada untuk kesejahteraan rakyat Aceh,” katanya.

Komentar
Artikulli paraprakPolres Aceh Besar Temukan Ladang Ganja di Lamteuba, Pemilik Ditangkap
Artikulli tjetërSatpol PP dan WH Lakukan Pembinaan Terhadap Selebgram Penista Agama