Analisaaceh.com, Blangpidie | Setelah sempat tertunda, pembangunan tanggul pemecah ombak atau breakwater di sepanjang pesisir Gampong Palak Kerambil, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) akan direalisasikan tahun ini. Proses tender proyek tersebut saat ini tengah berlangsung.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdya, Zulkarnaini SE kepada wartawan, Jumat (15/8/2025).
Zulkarnain memastikan bahwa pembangunan breakwater menjadi prioritas menyusul dampak abrasi yang terus mengancam pemukiman warga di kawasan pesisir tersebut.
“Setelah sekian lama tertunda, alhamdulillah sekarang sedang dalam proses tender. Siapa pun pemenang proyek ini nanti, kami harap dapat mengerjakan dengan baik. Untuk material pembangunan, kami minta agar diusahakan dari dalam wilayah Abdya,” kata Zulkarnaini.
Ia juga mendorong Balai Jasa Konstruksi Wilayah I Aceh (BJKW I Aceh) di bawah Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Konstruksi Kementerian PUPR RI untuk mengawasi ketat penggunaan material dan pelaksanaan proyek.
Menurutnya, proyek pembangunan breakwater akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari muara Kuala Cangkoi Palak Kerambil hingga ke pesisir Gampong Kedai Susoh, dengan estimasi panjang mencapai 1,8 kilometer.
Zulkarnaini berharap pembangunan tanggul pemecah ombak tidak terlalu dekat dengan permukiman, agar area pesisir yang sebelumnya terdampak abrasi bisa kembali dimanfaatkan sebagai lokasi objek wisata.
“Lokasi ini dikenal masyarakat sebagai Pantai Jilbab, dan menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Abdya. Kalau tanggul dibangun dengan perencanaan matang, kawasan ini bisa lebih tertata,” ucap Zulkarnain yang juga angkota DPRK Abdya.
Sebagaimana diketahui, abrasi di pesisir Palak Kerambil telah terjadi berulang kali dan menyebabkan kerusakan rumah warga. Kondisi ini mendapat perhatian serius dari Anggota DPR RI, H Irmawan, S.Sos, MM yang telah beberapa kali meninjau langsung ke lokasi.
Politisi PKB itu menegaskan bahwa penanganan abrasi Palak Kerambil harus menjadi prioritas lintas sektor. Ia juga mendorong koordinasi yang intensif antara pemerintah daerah dan pusat, khususnya dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumber Daya Air Aceh di bawah Kementerian PUPR.
“Ini wilayah kerja APBN. Pemerintah daerah harus aktif menjalin komunikasi dan menyampaikan kondisi riil di lapangan, khususnya dengan BWS Aceh dibawah Kementerian PUPR. Jika pemerintah tidak agresif, bisa saja daerah lain yang mendapat prioritas,” ungkap Zulkarnain.