Analisaaceh.com, Banda Aceh | Murni duduk di lantai rumah sakit dengan wajah lelah. Di pipinya menempel koyo untuk meredakan sakit gigi, sementara matanya tak lepas memandangi keempat anaknya yang terbaring karena sakit jantung bawaan.
Sejak suaminya meninggal tujuh tahun lalu ketika anak bungsu masih bayi, ia merawat dan membesarkan anak-anaknya seorang diri.
Anak pertamanya, Nadia (14), kini kelas dua SMP. Anak kedua, Nurul Hidayah (12), terpaksa berhenti sekolah karena tak mampu membeli perlengkapan sekolah. Anak ketiga, Muhammad Saifullah, masih duduk di kelas empat SD, sementara si bungsu, Nur Natsha Suhada, baru duduk di kelas satu SD dan sedang belajar membaca.
Keempat anak itu tumbuh di bawah bayang-bayang rumah sakit, alat bantu napas, serta obat-obatan yang kian sulit mereka beli.
Bulan ini, Muhammad Saifullah harus segera dirujuk ke Jakarta untuk menjalani operasi penutupan defect jantung di RS Harapan Kita akibat kondisinya yang semakin memburuk, ditambah diagnosa pneumonia. Namun Murni tak tahu harus mencari dana dari mana untuk biaya akomodasi dan kebutuhan selama di Jakarta.
“Kadang satu anak baru sembuh, yang lain jatuh sakit. Saya bingung mau cari bantuan ke mana lagi,” ucapnya pelan.
Murni sendiri menderita penyakit jantung dan sudah dipasangi ring. Penyakit itu muncul karena kelelahan fisik dan tekanan pikiran selama merawat anak-anaknya. Meski begitu, ia tak pernah berhenti mencari cara agar anak-anaknya bisa sembuh.
Tak memiliki sanak saudara, Murni yang berasal dari Sigli kini hidup hanya dengan keempat anaknya. Ia bekerja serabutan kadang mencuci, kadang membantu pekerjaan orang tanpa penghasilan tetap. Untuk makan sehari-hari pun kerap tak cukup, apalagi untuk biaya pengobatan yang tidak sedikit.
Saat ini, Murni dan anak-anaknya menumpang di rumah seorang ibu yang bekerja di rumah sakit, yang iba melihat keluarga itu tidak memiliki tempat tinggal. Biaya pengobatan adalah beban terbesar.
Meski memiliki BPJS, banyak obat dan kebutuhan medis yang tidak ditanggung. Sekali kontrol, ia bisa menghabiskan Rp700.000 hingga jutaan rupiah. Kadang ia menunggu uluran tangan tetangga, kadang berharap bantuan spontan dari orang baik.
Sebelum tinggal di Banda Aceh, Murni dan anak-anaknya sempat hidup berpindah dari Lamgugop, kemudian ke Simeulue, hingga akhirnya ke Banda Aceh demi pengobatan. Ia tidak memiliki rumah atau tanah. Semua yang tersisa hanyalah keteguhan hati dan harapan agar anak-anaknya tetap hidup.
Beberapa kali bantuan datang dari orang-orang yang peduli. Seorang wartawan yang ia panggil Bunda Yayan pernah membawakan kasur dan sembako. Sesekali tetangga menyisihkan beras.
Namun hingga kini belum ada bantuan resmi dari pemerintah yang benar-benar sampai ke tangannya.
Ia sudah berusaha datang ke DPRA, Dinas Sosial, kantor Bunda Illiza, hingga ke Kantor Gubernur, namun belum ada jawaban.
Murni hanya berharap hal sederhana: tempat tinggal yang layak, kesempatan bagi anak-anaknya untuk berobat, dan bisa kembali sekolah. Terutama anak ketiganya yang harus segera dibawa ke Jakarta untuk operasi.
“Mereka anak yatim. Saya cuma ingin mereka sembuh, bisa sekolah. Saya hanya berharap ada tempat tinggal tetap dan bantuan untuk biaya pengobatan,” ujarnya.
Bagi masyarakat yang ingin membantu Murni dan anak-anaknya, dapat menghubungi:
📞 082275570568 atau 085260636778 (WA)




