Analisaaceh.com | Anggota DPR RI asal Aceh dari Partai PKS mengatakan, Aceh harus mampu mengelola migas sendiri, hal ini didukung dengan adanya PEMA badan usaha milik Aceh.
“Saya percaya Plt Gubernur Aceh akan memperjuangkan PEMA untuk ambil alih Blok NSB/PHE dan block-block migas lainnya. Saya akan mendukung langkah ini, karena efek domino dari industri migas besar yang sangat bermanfaat bagi rakyat Aceh. Dengan kekhususannya Aceh juga harus bangga dengan semua ini jangan sampai tidak dimanfaatkan untuk membangun aceh ke depan,” ujar Rafli.
Secara regulasi, UUPA Aceh punya keistimewaan dalam hal ini, yang jadi cikal bakal lahirnya BPMA (Badan Pengelolan Migas Aceh) dan wajib memihak kepentingan rakyat Aceh.
Sebagaimana amanat pasal 39 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH, disebutkan bahwa Menteri wajib menawarkan ke Pemerintah Aceh dulu sebagaimana penjabaran :
Pasal 39 (1) Wilayah kerja yang dikembalikan oleh kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat ditawarkan terlebih dahulu kepada BUMD sebelum dinyatakan menjadi wilayah terbuka, dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan BUMD, sepanjang saham BUMD 100% (seratus persen) dimiliki oleh Pemerintah Aceh. (2) Apabila BUMD tidak menyatakan minat untuk melakukan kegiatan usaha hulu pada wilayah kerja dimaksud, dapat ditawarkan secara terbuka.
“Harapan saya Pemerintah Aceh dapat memperkuat PEMA agar punya capability dan equity mengelola kekayaan Aceh,” harap Rafli.
Menurutnya sudah seharusnya bagi semua personel/team BPMA membantu Pemerintah Aceh dalam hal ini khususnya Plt Gubernur dan PEMA untuk dapat mengambil alih BLOCK NSB/PHE demi masa depan Aceh dan melepaskan ego sektoral.
“Karena kalau PEMA/Aceh yang kelola, saya yakin akan berdampak langsung bagi ekonomi rakyat,” terang Rafli.