Oleh : H. Roni Haldi, Lc
Himbauan untuk menjaga jarak alias melakukan Social Distancing telah disampaikan oleh pemerintah dan pun telah difatwakan oleh para Ulama bukan hanya di Indonesia bahkan di seluruh dunia.
Bahkan sejumlah daerah sudah menghentikan sementara kegiatan keagamaan untuk mencegah masyarakat berkumpul dalam jumlah banyak di satu tempat pada satu waktu. Bagaimana dengan kegiatan pernikahan? Apakah kegiatan ijab dan Qabul di KUA (Kantor urusan agama) Lockdown? Atau apakah pemerintah telah membuat himbauan agar pernikahan di Lockdown sementara waktu? Kasihan juga bagi catin (calon pengantin) yang telah mendaftarkan di KUA kecamatan kalau ditunda atau dibatalkan
Memang benar telah terbit edaran dari Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI yang mengatur teknis pelayanan nikah di KUA dan diluar KUA sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Apakah himbauan ini sifatnya melarang terjadinya sebuah ijab dan Qabul baik yang dilakukan baik di KUA ataupun di luar KUA? Mari kita lihat isi himbauannya agar tak salah memahami dan tak menimbulkan keresahan ditengah masyarakat wa bil Khusus di kalangan para calon pengantin.
Bagian permata, bagi pelayanan nikah yang dilaksanakan di KUA ;
- Membatasi jumlah orang yang mengikuti prosesi akad nikah dalam satu ruangan tidak lebih dari 10 orang.
- Catin dan anggota keluarga yang mengikuti prosesi akad nikah harus telah membasuh tangan dengan sabun/hand sanitizer dan menggunakan masker.
- Petugas, wali nikah dan catin laki-laki menggunakan sarung tangan dan masker pada saat ijab Qabul.
Begitu juga pada bagian kedua himbauan, bagi pelayanan nikah di luar KUA yang dianjurkan untuk dilakukan diruang terbuka atau berventilasi sehat.
Itu adalah himbauan pemerintah dalam hal pelayanan nikah. Tentu bukan bermaksud menghalangi apalagi melarang keras terjadinya sebuah akad nikah. Tapi himbauan itu sebatas sebagai bentuk upaya nyata pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama untuk menjaga dan mencegah agar penyebaran Covid-19 tidak meluas bisa mengganggu ketenangan masyarakat dan kebahagiaan rumah tangga terutama para pengantin baru.
Pastinya para pembaca tulisan ini membayangkan bagaimana reaksi masyarakat terutama keluarga calon pengantin karena adanya pembatasan jumlah anggota keluarga dalam mengikuti prosesi akad nikah. Padahal yang termasuk rukun sebuah akad nikah hanyalah seorang wali, seorang catin laki-laki dan dua orang saksi bukan banyaknya jumlah anggota keluarga yang menghadiri. Bagaimana rupa calon pengantin, wali dan Penghulu yang bertugas memimpin akad nikah menggunakan sarung tangan dan mulutnya tertutup oleh masker.
Bukan hanya itu saja banyangkan kesiapan seluruh KUA menyiapkan sabun atau hand sanitizer serta tisu untuk seluruh anggota keluarga yang menghadiri prosesi akad nikah.
Bagaimana semestinya kita menyikapi himbauan tentang pelayanan nikah itu? Apakah menolak keras atau mempelajari himbauan tersebut dan menghubungkannya dengan kondisi sekarang yang sedang kita alami? Lihatlah sebuah kaedah Ushul yang mungkin bisa menjadi landasan teoritis kita untuk berfikir menyikapi antara kepentingan kita pribadi dan keluarga dengan kepentingan umum masyarakat.
تَصَرُّفُ الْأِمَاِم عَلَى الرَّاعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
“Tindakan imam terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan.”
Kaidah ini paling tidak bisa diartikan bahwa keputusan seorang pemimpin suatu pemerintahan haruslah selalu berorientasikan kepada kemaslahatan dan kebaikan masyarakat. Karena seorang pemimpin merupakan orang yang memiliki kekuasaan terhadap yang dipimpinnya.
Pertanyaannya, apakah himbauan itu sejalan dengan tujuan syariat? Mari kita lihat apa itu tujuan syariat. Sesuai dengan sebuah kaedah Ushul, al ghayah al syariah al mashlah:
“tujuan syariat itu adalah maslahah bukan mafsadah..”
Jadi, jika himbauan tentang pelayanan nikah di KUA dan luar KUA sebagai langkah pencegahan penyebaran Covid-19 di masa sekarang dirasakan manfaat nya maka tentu ini menjadi bagian dari syariat yg mesti dilaksanakan agar menjaga keselamatan, keamanan dan kenyamanan semua individu dalam masyarakat terutama para calon pengantin, wali dan Penghulu/petugas yang menghadiri prosesi akad nikah tersebut. Apakah himbauan itu berlaku untuk selamanya? Tentu yang namanya sebuah himbauan bersifat sementara selama kondisi belum kondusif. Ketika wabah Covid-19 itu telah berlalu, kondisi kembali pulih maka secara otomatis isi dari himbauan tersebut dengan sendirinya akan tak berlaku.
Mari kita sahuti himbauan tentang pelayanan nikah di KUA dan luar KUA itu dalam rangka upaya bersama pencegahan penyebaran Covid-19. Akad nikah tetap jalan dan calon pengantin pun aman.
Penulis adalah Penghulu Pada KUA Kec. Susoh, Abdya