Balai Syura Kecam Penghakiman Perempuan di Pidie Jaya

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktivis perempuan yang tergabung dalam Balai Syura mengecam tindakan penghakiman terhadap YL di pasar Ulee Glee, Pidie Jaya yang sempat viral di media sosial. Aksi pemaksaan pemotongan rambut yang dilakukan tersebut dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Ketua Presidium Balai Syura, Khairani Arifin menyebutkan, dari perspektif HAM dan konstitusi, penyiksaan yang terjadi di Pidie Jaya tersebut adalah tindakan melanggar hukum. Bahwa orang tidak dapat diperlakukan semena-mena meskipun orang yang bersangkutan diduga melakukan satu tindakan melawan hukum. Sebutnya saat di beri keterangan, Kamis (18/6/2020).

“Sebagai Negara hukum, seluruh kasus-kasus yang dialami oleh warganya harus diselesaikan dengan mekanisme hukum yang berlaku.” Tegasnya.

Khairani menjelaskan, perlindungan hukum terhadap tersangka atau terdakwa juga dijamin dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHP. Selain itu, pemulihan terhadap perempuan korban amuk massa tersebut juga harus dipenuhi Untuk itu, jelasnya.

Balai Syura mendesak Aparat Penegak Hukum untuk mengungkap dan menyelesaikan seluruh perkara yang dialami oleh YL dengan tetap memastikan adanya pemenuhan hak YL.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Flower Aceh, Riswati mengatakan, tindakan penghakiman massa tersebut telah melampaui batas, dimana YL dipaksa untuk membuka jilbabnya di depan orang lain yang bukan muhrimnya. Tindakan tersebut, merendahkan dan mencederai hak kemanusiaanya, serta bertentangan dengan kearifan lokal di Aceh yang sarat dengan nilai-nilai keislaman.” Tuturnya.

“Idealnya warga segera melaporkan YL ke Polisi untuk mengikuti proses hukum yang berlaku, bukan malah menghakiminya secara massal. Selain penanganan hukum, perlu juga dipastikan adanya intervensi pemulihan psikososial bagi YL,” sebut Riswati.

Sementara itu, Ketua Pusat Riset Gender Unsyiah, Nursiti menjelaskan, tentang hak perempuan tersebut untuk mendapatkan pendampingan hukum.

“Kita sudah punya peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Untuk Aceh, kita juga punya Qanun Nomor 9 tahun 2019, tentang penyelenggaraan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang menegaskan tentang Pemerintah Aceh bertanggungjawab untuk menjamin pemenuhan hak bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum.” Ujar Nursiti.

Ia juga menambahkan langkah yang harus segera dilakukan adalah dengan menindak tegas pelaku-pelaku yang main hakim sendiri, agar peristiwa sejenis tidak terulang kembali.

Kata dia, Aparat keamanan juga diharapkan responsif dan bertindak cepat jika mendapatkan informasi tentang dugaan-dugaan gangguan atau pelanggaran di wilayah kerjanya.

“Pada saat yang sama, peningkatan kesadaran hukum masyarakat harus terus dilakukan,” tutupnya.

Editor : Nafrizal
Rubrik : NEWS
Komentar
Artikulli paraprakJangan Salah, Ini Bedanya Gejala Radang Tenggorokan dengan Covid-19
Artikulli tjetërPol Espargaro Tak Sabar Ingin Satu Tim dengan Marc Marquez