Analisaaceh.com, Takengon | Hiruk pikuk penegrian Universitas Gajah Putih (UGP) Takengon terus bergulir, berbagai pihak terus berharap Pemerintah, Yayasan, Rektor, DPRK dan pemangku kepentingan lainya di Negeri berhawa sejuk itu terus berjibaku dalam melobi peralihan status kampus kebangaan orang Gayo itu.
Mahasiswa dan Alumni Universitas Gajah Putih Takengon yang menggelar aksi di Gedung DPRK Aceh tengah itu wajahnya terlihat “lesu” menyuarakan Penegrian tanpa ada realisasi nyata, seolah hanya drama yang mereka terima.
“Kami ingin Kampus Universitas Gajah Putih Takengon Negeri sebagaimana yang telah sering dijanjikan,” kata Koordinator Aksi Hidayatullah diamini massa yang hadir, Rabu (20/11/2019).
Begitupun saat berada di ruang sidang DPRK Aceh Tengah, kekhawatiran terhadap dampak buruk bagi Universitas Gajah Putih Takengon itu secara estapet mahasiswa dan alumni terus menyampaikan orasinya kepada orang nomor satu di Negeri penghasil Ikan Depik itu. mereka menuntut Shabela Abubakar dan DPRK Aceh Tengah, yayasan dan Rektor dapat memperbaiki “benang kusut’ untuk langkah penegrian.
Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar meyakinkan ratusan massa untuk tetap bersabar dalam proses penegrian. Ia menyebut penegrian itu akan terealisasi 100 % sebelum jabatan Shabela-Firdaus (Shafda) usai menjadi pimpinan daerah.
Penegrian UGP Takengon salah satu butir dalam janji politik Shafda saat Pilkada beberapa tahun yang lalu. Untuk itu ia memprediksi penegrian Kampus yang berlokasi di Blang Bebangka Pegasing itu akan terealisasi pada tahun 2020 mendatang.
“Penegrian Kampus Universitas Gajah Putih Takengon adalah salah satu janji politik Shabela-Firdaus yang harus direalisasikan, sama halnya dengan 2 Hektar Per KK. Perlu diingat, ini bukan visi dan misi. Visi dan misi bisa saja hanya 80 persen terealisasi, ini bagaimanapun caranya harus 100 persen,” kata Shabela sembari diberikan tepuk tangan dari ratusan massa.
Lebih lanjut kata dia, saat ini seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan hanya menunggu janji Presiden Republik Indonesia Joko Widodo perihal penegerian UGP Takengon.
“Saat itu Presiden sempat bertanya kepada seluruh kepala daerah, kami Aceh Tengah mengusulkan Penegrian UGP Takengon, pada saat itu Presiden menyampaikan kepada kami bahawa UGP sudah sangat lama tidak di Negerikan, “tolong catat itu” kata Presiden kepada Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia (Mensetneg-RI) Pratikno pada saat itu,” papar Shabela
Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah kembali menyurati Mensetneg RI untuk dipertemukan dengan Presiden Joko Widodo membicarakan kelanjutan penegrian UGP Takengon.
“Surat itulah hingga sat ini kami tunggu-tunggu tak kunjung tiba, artinya Proses penegrian menunggu surat balasan dari Mensetneg RI. Jika dalam waktu dekat surat itu belum juga dibalas kita akan terbang ke Jakarta, apabila perlu kita ‘berdemo’ disana” ujarnya.
Didepan ratusan massa iapun menceritakan perjalananya saat melakukan lobi-lobi penegrian di Jakarta. Ia mengaku sempat diusir diistana karena dianggap dianggap tidak sopan.
“Pada saat itu kami tidak diijinkan masuk semua menemui Dirjen Kelembagaan, n amun saya ngotot tetap harus masuk semua,, seharusnya pada waktu itu kami dipertemukan dengan Mentri karena itu perintah Presiden, inilah lika-liku perjalanan lobi-lobi kami dipusat. Kami sudah merasakan bagaimana berkas tidak terima, bagaimana permainan dipusat kami sudah merasakan, pernah saat itu oleh-oleh yang sudah kami berikan kami tarik kembali dibawa pulang, karena kami hanya minta Negeri bukan minta merdeka,” kenang Shabela dalam perjalananya di Jakarta.
Menurut dia, ada saat nya secara administrasi akan ia buktikan kepada mahasiswa apa upaya dalam hal penegrian Universitas Gajah Putih Takengon. Ia juga ingin Gajah Putih terlihat dari jalan raya ketika pengendara melintas kea rah Lukup Badak-Atang Jungket dan sebaliknya.
“Ini sudah kami pikirkan, terkait lahan tidak usah takut, ini sudah resmi milik kita, tinggal administrasi saja yang belum kita terima secara sah, karena ini menyangkut asset rakyat Gayo,” paparnya.
Secara administrasi, Universitas Gajah Putih Takengon telah layak beralih status menjadi Negeri, sebanyak 10 program studi telah berjalan, bahkan satu-satunya prodi yang ada di Asia Tenggara pengelolaan perkebunan Kopi hanya ada di UGP Takengon dibawah fakultas pertanian dan telah tercatat sebanyak 30 calon mahasiswa mendaftar.
Jumlah mahasiswa tercatat sebanyak 1100 orang, sedangkan mahasiswa baru tercatat sebanyak 270 orang, sedangkan untuk jumlah dosen 68 orang dari berbagai disiplin ilmu. Bahkan dalam waktu dekat Alumni Universitas Gajah Putih akan direkrut menjadi dosen pangampu mata kuliah.
“Secara administrasi sudah lengkap, pelepasan asset sudah, akuntan Publik, pernyataan dari karyawan tidak menuntut, lahan 30 hektar sudah terpenuhi bahkan telah diserahkan ke pusat, tinggal politik dan lobi, penegrian itu tidak segampang membalikkan telapak tangan, perlu kesabaran, jika telah bertemu Presiden penegrian ini akan terealisasi” kata Rektor UGP Takengon Drs. Amiruddin. MM
Audiensi ratusan massa di gedung DPRK Aceh Tengah itu dihadiri oleh, Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar, Asisten I Setdakab Mursid, Rektor Gajah Putih Takengon Amiruddin, Ketua Yayasan Gajah Putih Samarnawan, Ketua/Wakil dan Anggota DPRK, Perwakilan Kepala SKPK Aceh Tengah, Mahasiswa dan Alumni Universitas Gajah Putih Takengon.