Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Cahaya Keadilan untuk Rakyat Aceh (YLBH-Cakra) mengajukan permohonan pra peradilan atas penangkapan anak di bawah umur oleh Satpol PP dan WH Kota Lhokseumawe. Cakra menilai permohonan prapid sebagai langkah hukum membatalkan status penangkapan dan penahanan anak di bawah umur.
“Kita sudah mendaftarkan permohonan pra peradilan ke Mahkamah Syariah Lhokseumawe dua hari lalu. Secara garis besar ada tiga hal yang ingin kita uji yakni, sah atau tidaknya penangkapan, sah atau tidaknya penahanan serta rehabilitasi dan ganti rugi materil dan imateril terhadap MR, anak kandung klien kami,” ujar Ketua Cakra, Fakhrurrazi, SH dalam keterangan tertulis, Senin (22/1/2024).
Sebelumnya, Satpol PP dan WH Lhokseumawe melakukan penangkapan dan penahanan terhadap MR, remaja 16 tahun, warga Keude Aceh Kecamatan Banda Sakti, saat malam pergantian tahun baru 2024. MR saat ditangkap sedang menyandang status warga binaan Satpol PP yang sebelumnya ditangkap pada 30 November 2023 atas tuduhan melakukan praktik mucikari. Atas tuduhan itu MR lalu digelandang ke Dayah binaan Satpol PP tanpa ada penetapan majelis hakim yang berwenang.
Fakhrurrazi mengatakan, baik penangkapan pertama maupun penangkapan kedua, kuat dugaan dilakukan tanpa prosedur dan sewenang-wenang. Apalagi sosok yang dijadikan pesakitan tersebut berstatus anak di bawah umur.
“Kita mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan atas pelanggaran-pelanggaran hak anak yang masih di bawah umur serta tidak terpenuhinya syarat formil dan materil penangkapan dan penahanan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 30, pasal 31, pasal 32, pasal 33 dan pasal 40 UU RI nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak” ujar Fakhrurrazi.
Sementara yang menjadi dasar pihaknya mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan yaitu sebagaimana diatur dalam BAB X, Bagian Kesatu, pasal 82 sampai dengan pasal 89 Qanun Aceh nomor 7 tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat.
“Apalagi dalam penangkapan itu juga disertai dugaan tindak kekerasan. Untuk kasus pidana penganiayaan ini juga sudah kita laporkan ke Polres Lhokseumawe dan sudah turun sprindik (surat perintah penyelidikan-red). Kita memiliki bukti, saksi dan dua rekaman video warga saat penangkapan terhadap MR,” ujar Razi.
Fakhrurrazi kembali menegaskan langkah menguji Satpol PP dan WH ini sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap kesewenang-wenangan aparat negara dalam menjalankan tugas, bukan ingin melemahkan Syariat Islam seperti yang dituding oleh Kasatpol PP.
“Kita sangat mendukung penerapan syariat Islam secara bermartabat. Jika anak sedang berkonflik dengan hukum ada aturan yang harus dilaksanakan penyidik. Jadi jangan lagi diseret ke arah rasial seperti itu,” kata Fakhrurrazi.
Dikutip dari laman SIPP Mahkamah Syariah Kota Lhokseumawe, permohonan prapid ini teregister dengan nomor :1/JN.Pra/2024/MS.Lsm dengan penuntut umum orang tua korban yakni Radhali M. Ali (60). Sementara termohon yakni Kepala Satpol PP dan WH Kota Lhokseumawe dan Penjabat Wali Kota Lhokseumawe sebagai termohon dua. Sidang pertama akan digelar pada Kamis, 25 Januari 2024 pukul 09:00 WIB.