Oleh : Ikhwanul Muslim, S.Pd., M.Pd
Aceh terkenal dengan apanya? Tanya seorang Jendral Belanda. “Kupinya tuan… Kupinya….” Jawab Teuku Leubeh. Itulah kira-kira dialog dalam film Cut Nyak Dhien.
Tentu dialog ini tidak disusun begitu saja. Kopi dan Aceh telah punya cerita yang panjang baik secara sosiologis maupun historis.
Saya berkesempatan duduk dengan salah satu putra terbaik Abdya dalam bidang UMKM. Dedi Ikhwani namanya owner Deputro Coffee. Kami sekelas sejak SMU di tahun 2000an. Bahkan kegantengan kami hampir sebanding jika tidak dikatakan senasib. Takdir yang telah memilihnya berkuliah di jurusan Sosial Ekonomi Pertanian disalah satu Fakultas Pertanian Negeri tertua di Aceh.
Teringat sewaktu masih kelas terakhir di SMU. Kami memainkan sebuah drama tentang insafnya anak orang kaya dari narkoba. Drama itu melibatkan hampir seluruh anggota kelas yang hampir 40 orang.
Saya yang menuliskan sendiri naskahnya, sudah dapat ditebak, sayalah yang memonopoli siapa memerankan apa. Saya menjadi seorang majikan yang kaya, namun punya anak yang terlibat narkoba.
Di akhir cerita anak tersebut insaf, namun saya tidak akan menceritakan drama tersebut di sini. Sebagai penulis naskah dan sutradara dadakan saya memilih Dedi Ikhwani untuk peran pembantu yang benar-benar berperan sebagai pembantu. “Odi” itu panggilan untuk perannya.
Tak tanggung-tanggung Dedi telah melebur menjadi Odi dalam setiap fragmen yang dipentaskan dan penulis naskah merangkap sutradara tidak salah pilih sosok yang digadang-gadang menjadi nominator “Grammy Award” tingkat sekolah Kecamatan saat itu.
Setelah menamatkan kuliah Odi muda tak berhenti hanya dengan praktek menanam jagung manis. Dia tipe pendobrak, Dedi merangsek ke komoditas kopi, suatu bidang yang tak diajarkan dalam ruang kuliahnya.
Karakter Odi nya kembali hadir, dia menjadi pembelajar mandiri, berguru kepada siapapun dan dimana pun. Tak semua berjalan mulus, bisnis kopi yang berujung manis dia geluti sekarang juga penuh jalan terjal dan berliku.
Proses yang dilalui secara tekun telah merubah Odi pembantu menjadi Odi sebagai pemilik usaha bahkan majikan baru.
Beberapa hari lalu saya bertemu kembali dengan sahabat SMU itu. Dia menjelaskan panjang lebar bagaimana proses kopi dari hulu hingga hilir.
Dia menjelaskan secara fasih, apa itu Arabica, Robusta, pembuatan Espresso hingga jumlah caffein yang terkandung dalam segelas Kopi. Dia menjelaskan bagaimana orang Eropa dalam meminum kopi.
Setelah kopi tersaji mereka terlebih dahulu mencium aroma yang keluar dari segelas kopi. Aroma yang keluar dari segelas kopi dapat menghilangkan stres akibat pekerjaan yang dihadapi. Kemudian baru menyeruput kopi persis seperti menghirup.
Tujuannya agar semua bagian lidah merasakan taste kopi bukan cuma ujung lidah. Beda lagi untuk Kopi yang dikenal luas di negara kita.
Bagi konsumen dalam negeri menikmati kopi telah menjadi bagian lifestyle dalam bergaul. Kopi nasional juga telah punya standar penyajian tertentu.
Untuk Aceh sendiri Kupi menjadi bagian dari kehidupan. Warung kupi bahkan selalu ada di setiap sudut kota hingga desa. Kopi bubuk maupun saring dapat ditemui dengan mudah diwarung maupun cafe.
Dedi telah mengetengahkan kopi dalam sebuah kekuatan brand yang dia cipta sendiri. Quality control terhadap produk dan pengetahuan sains dipadu menjadi satu pada produk Deputro Coffee.
Ayah dua anak ini juga menampilkan produk dalam bentuk kemasan yang kekinian dan higienis. Dia bahkan menawarkan jasanya untuk packing produk UMKM yang ingin naik kelas.
Odi telah bertransformasi dari pembantu dalam peran sandiwara menjadi majikan dalam kehidupan nyata. Terus sukses brather Dedi Ikhwani.
Penulis adalah seorang Tokoh pendidikan Abdya