Analisaaceh.com, Banda Aceh | Pemimpin Darud Donya, Cut Putri, yang juga cucu Sultan Aceh, mendesak Pemerintah Aceh dan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I Aceh agar segera menata dan memugar Kompleks Makam Putri Siti Ubi Syah, serta mendaftarkannya sebagai situs cagar budaya.
Kompleks makam ini merupakan salah satu situs penting Kesultanan Aceh yang bahkan menjadi perhatian para peneliti luar negeri. Situs makam putri dari Sultan Alaiddin Al Kahhar ini ditemukan beberapa tahun lalu di Gampong Pande, Banda Aceh Darussalam.
Kompleks tersebut berisi beberapa makam tokoh besar dan ulama Kesultanan Aceh. Saat ini, kondisinya memprihatinkan dan terancam rusak.
Dalam sumber sejarah Aceh, seperti Kitab Bustanussalatin karya Syeikh Nuruddin Ar-Raniry dan Hikayat Aceh yang telah diakui UNESCO, disebutkan beberapa anak Sultan Alaiddin Al Kahhar, termasuk Sultan Abangta Abdul Jalil, kakek dari Sultan Iskandar Muda.
Siti Ubi Syah merupakan saudara dari Sultan Ali Riayat Syah (1571–1579 M) bin Sultan Alaiddin Al Kahhar, serta Sultan Abangta Abdul Jalil bin Sultan Alaiddin Al Kahhar.
Sultan Ali Riayat Syah, saudara Putri Ubi Syah, dikenal hingga ke Eropa karena pernah memimpin penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Kisah penyerangan besar itu bahkan tercatat dalam sumber-sumber sejarah Eropa dan dikenang selama bertahun-tahun.
Penemuan makam Putri Siti Ubi Syah binti Sultan Alaiddin Al Kahhar (1539–1571 M) bin Sultan Ali Mughayat Syah (1507–1530 M) menambah daftar tokoh perempuan Aceh yang dikenal berperan penting dalam sejarah Kesultanan Aceh. Ia disebut menjaga salah satu benteng kuat Kuta Bak Bi di Kuala Aceh, bersama tokoh perempuan lainnya seperti Laksamana Malahayati (1550–1615 M) binti Laksamana Mahmud bin Sultan Salahuddin (1530–1539 M) bin Sultan Ali Mughayat Syah (1507–1530 M), yang terkenal sebagai penjaga benteng terdepan Kesultanan Aceh.
“Artinya, sejak zaman dahulu Kesultanan Aceh merupakan kerajaan yang kuat dan memiliki banyak tokoh perempuan hebat serta pemberani sejati,” tegas Cut Putri.
Dalam nisan Putri Siti Ubi Syah juga tersirat bahwa beliau adalah seorang yang taat dan salehah. Pada masa Kesultanan Aceh, para sultan dan keluarga kerajaan biasanya menyiapkan nisan mereka sendiri ketika merasa tua atau sakit. Dalam nisan itu, biasanya tertulis pesan atau syair untuk generasi berikutnya.
Pada nisan makam Siti Ubi Syah tertulis kalimat indah:
“Ad-Dunya Sa’ah Faj’alaha Tha’ah”, yang berarti “Dunia hanya sesaat, maka jadikanlah ia ketaatan.”
Kalimat tersebut menjadi pesan bagi generasi Aceh agar selalu mengingat bahwa kehidupan di dunia bersifat sementara dan hendaknya diisi dengan ketaatan kepada Allah.
“Putri Siti Ubi Syah adalah seorang putri mulia, anak orang mulia, cucu orang mulia, dan keturunan orang mulia. Mari kita berikan penghormatan setinggi-tingginya dan doa terbaik untuk Putri Ubi Syah, pahlawan mulia,” tutup Cut Putri.




