Dua Hari Bahas KUA-PPAS, RAPBA yang Dihasilkan Jelas Tidak Berkualitas

Koordinator MaTA, Alfian, foto: naszadayuna/analisaaceh.com

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) menilai proses penyerahan dan pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2026 antara Pemerintah Aceh dan DPRA berlangsung tidak seperti biasanya serta berpotensi mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.

Koordinator MaTA, Alfian, menyebutkan bahwa proses pembahasan yang dilakukan hanya dalam dua hari sangat tidak normal untuk dokumen strategis sebesar KUA-PPAS.

“Kalau dokumen sebesar KUA-PPAS diserahkan hari Rabu dan langsung dijadwalkan paripurna dua hari kemudian, itu jelas tidak normal. Ini bukan dokumen yang bisa dibaca sekilas, apalagi dibahas serius dalam waktu dua hari. Pertanyaannya kemudian, apakah mungkin dalam dua hari bisa menghasilkan RAPBA yang berkualitas?” ujarnya.

Menurut Alfian, dalam praktik yang lazim, penyerahan KUA-PPAS dilakukan secara resmi melalui rapat paripurna DPR Aceh.

Pada kesempatan itu, Pemerintah Aceh biasanya menyampaikan tema pembangunan tahun berikutnya, target pendapatan dan belanja, sasaran prioritas, serta fokus pada isu-isu strategis seperti penurunan angka kemiskinan dan peningkatan layanan dasar.

“Jadi bukan diserahkan diam-diam di ruang tertutup. Paripurna itu forum resmi dan terbuka agar publik tahu arah pembangunan daerah ke depan,” tegasnya.

MaTA menilai, proses yang tertutup dan supercepat seperti ini justru menimbulkan dugaan bahwa pembahasan sudah dilakukan secara informal atau di luar mekanisme resmi yang seharusnya transparan.

“Kita tidak menolak percepatan, tapi percepatan jangan sampai mengorbankan kualitas dan keterbukaan. Publik berhak tahu bagaimana arah kebijakan anggaran disusun dan sejauh mana kepentingan masyarakat diakomodir,” tambah Alfian.

Ia mengingatkan bahwa KUA-PPAS adalah dokumen strategis yang menentukan arah Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA), sehingga harus dibahas secara mendalam oleh komisi-komisi dan badan anggaran DPRA.

“Kalau prosesnya hanya formalitas dua hari, sulit diharapkan RAPBA yang dihasilkan nanti bisa menjawab persoalan pembangunan, kemiskinan, atau pelayanan publik,” katanya.

MaTA mendesak DPRA dan Pemerintah Aceh untuk membuka dokumen KUA-PPAS 2026 kepada publik dan memberikan waktu yang wajar untuk pembahasan substantif.

Dengan demikian, publik tidak menilai bahwa anggaran 2026 telah “dibajak” oleh kepentingan politik tertentu yang berpotensi merugikan Aceh secara keseluruhan.

“Jangan hanya mengejar ketepatan waktu pengesahan, tapi mengabaikan kualitas anggaran. Kalau pembahasannya kejar tayang, APBA nanti hanya jadi angka-angka tanpa arah dan jelas merugikan rakyat Aceh,” ujarnya menegaskan.

Alfian menambahkan, semangat membangun Aceh menuju kesejahteraan harus menjadi komitmen bersama, bukan sekadar janji politik.

“Visi membangun Aceh secara menyeluruh harus jadi misi bersama, bukan menjadikan anggaran sebagai bancakan bagi para elit. Jika itu yang terjadi, jelas tidak mencerminkan perubahan yang selama ini dijanjikan,” pungkasnya.

Komentar
Artikulli paraprakArung Jeram Banda Aceh Gagal ke Pra PORA Aceh Selatan
Artikulli tjetërPeternak Abdya Gugat PLN Rp2 Miliar usai 18 Ribu Ayam Mati