Dugaan Penyimpangan Pensertifikatan Tanah Masyarakat Miskin Aceh Ditingkatkan ke Tahap Penyidikan

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh melakukan ekspose dugaan penyimpangan pada kegiatan pensertifikatan tanah milik masyarakat miskin tahun 2019 oleh Dinas Pertanahan Aceh, ke tahap penyidikan.

Hal itu berdasarkan Surat Perintah Operasi Intelijen (Penyelidikan) Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Nomor : SP.OPS-18/L.1/Dek.1/04/2021 tanggal 26 April 2021. Dugaan penyimpangan ini dilakukan Dinas Pertanahan Aceh dalam rangka Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Reforma Agraria serta penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin Aceh.

Kasi Penkum Kejati Aceh, Munawal Hadi, SH., MH mengatakan, berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pertanahan Aceh Tahun Anggaran 2019 yaitu sebesar Rp. 2.918.613.500 antara lain berupa kegiatan peningkatan penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin dengan lokasi diantaranya Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Lhokseumawe, Pidie, dan Pidie Jaya.

“Target sebanyak 2200 sertifikat milik masyarakat miskin dan 200 sertifikat aset milik pemerintah,” ujar Munawal, Selasa (3/8/2021).

Sebagaimana dalam DPA, kegiatan itu terdiri dari tiga item, yakni acara Raker, penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin dan penyertifikatan aset milik pemerintah.

Dalam pelaksanaan acara Raker, Dinas Pertanahan Aceh mengadakan kegiatan dilakukan dengan cara penunjukan langsung tanpa melalui SPSE kepada penyedia sebagai perantara (pihak ketiga) dalam pengadaannya.

Kemudian kegiatan penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin, telah dikeluarkannya Peraturan Gubernur Aceh Nomor 73 Tahun 2019 sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Selanjutnya terhadap DPA tersebut telah terjadi perubahan anggaran menjadi Rp. 2.778.445.500 dengan pengurangan target yaitu 1553 Sertifikat milik masyarakat miskin.

“Walaupun sudah terdapat pedoman dalam kegiatan tersebut pada kenyataannya tidak dilakukan sebagaimana petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta tahapan kegiatan,” jelasnya.

Selain itu, kata Munawal, juga tanpa dibentuk Tim Penyertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin (PTM3), Kelompok Kerja Persiapan, dan Tim Verifikasi, melainkan hanya dilakukan oleh personel dan staf pada Dinas Pertanahan Aceh, serta pihak Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

“Mereka menggunakan data calon penerima sertifikat masyarakat miskin yang bersumber dari Dinas Pertanahan Kabupaten/Kota atau Bagian Tapem pada Sekdakab di empat kabupaten di luar dari lokasi kegiatan yang telah ditetapkan DPA kecuali Kabupaten Pidie Jaya, melalui Surat Tugas Melakukan Perjalanan Dinas diluar dari lokasi kegiatan yang telah ditetapkan DPA, yaitu Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan dan Aceh Singkil,” sebut Munawal.

Perubahan tujuan daerah lokasi kegiatan yang tidak sesuai dengan DPA tersebut dilakukan kerjasama oleh Kepala Dinas Pertanahan Aceh bersama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam bentuk Perjanjian Kerjasama.

“Sementara realisasi terhadap kegiatan yang dilakukan tersebut hanya menghasilkan 1.113 sertifikat milik masyarakat miskin sehingga tidak mencapai target DPA Perubahan sebanyak 1.553 sertifikat,” ungkapnya.

Pada penyertifikatan aset milik pemerintah, sambung Mumawal, dalam pelaksanaan kegiatan tidak dikeluarkan pedoman dalam pelaksanaannya, yang dilakukan hanya dengan perjalanan dinas yang tujuannya ke lima daerah Kabupaten/Kota yang tidak sesuai dengan lokasi kegiatan sebagaimana yang telah ditetapkan DPA.

“Lima daerah ini yaitu Kota Sabang, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, dan Bireuen. Terhadap DPA tersebut terjadi perubahan anggaran dengan pengurangan target yaitu 21 Sertifikat Aset Milik Pemerintah,” katanya.

Selain tidak tercapainya target kegiatan penyertifikatan, juga ditemukan penyimpangan berupa nama masyarakat miskin penerima manfaat yang tidak tercantum dalam Basis Data Terpadu (BDT), hasil survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TKP2K) Aceh.

“Sehingga proses kegiatan peningkatan penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin Tahun Anggaran 2019 bertentangan aturan yang berlaku,” ujarnya.

“Terkait dengan realisasi terhadap item pekerjaan ini terindikasi adanya kerugian negara sebesar Rp. 1,7 miliar,” pungkas Munawal.

Komentar
Artikulli paraprakKadisdik Aceh Launching Pembelajaran Kelas Jauh di Aceh Tengah
Artikulli tjetërKadis Sosial: Wanita yang Viral di Medan bukan Warga Aceh