Analisaaceh.com, Jakarta | Putusan banding atas perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Dewan Pers oleh sejumlah pekerja pers telah dirilis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, kemarin Selasa (10/9).
Dalam keputusan yang tertanggal 29 Agustus tersebut, Majelis Hakim banding menyatakan menerima Permohonan Banding pembanding semula penggugat dan membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pengadilan Tinggi juga memutuskan menolak eksepsi yang disampaikan Dewan Pers atas gugatan PMH yang dilayangkan penggugat, PPWI dan SPRI.
Terkait dengan hal itu, Senator DPD RI asal Aceh, Fachrul Razi, MIP menyatakan bahwa, keputusan tersebut bernilai posistif bagi upaya memelihara kemerdekaan pers di tanah air. Karena dengan penolakan atas segala argumentasi hukum yang diajukan Dewan Pers di persidangan tingkat pertama yang pada intinya mereka menyatakan berkewenangan membuat aturan di bidang pers, maka dengan putusan Pengadilan, eksepsi Dewan Pers tersebut dinyatakan ditolak.
Pernyataan ini disampaikan Senator Fachrul Razi saat dimintai tanggapannya atas hasil Permohonan Banding yang diajukan dua organisasi pers ke PT DKI Jakarta.
“Ya, menurut saya ini satu perkembangan bagus untuk Pers Indonesia ke depannya. Dengan keluarnya keputusan Pengadilan di tingkat banding yang membatalkan keputusan Pengadilan di tingkat pertama, serta menolak eksepsi Dewan Pers, maka lembaga Dewan Pers sebagai tergugat tidak punya kewenangan atau legalitas mengeluarkan kebijakan yang mengikat secara eksternal. Dia hanya boleh membuat peraturan bagi internalnya saja,” ujar Fachrul Razi, Rabu, (11/9/2019)
Bila Dewan Pers tetap melanjutkan kebijakan-kebijakan dan bahkan membuat kebijakan baru, menurut Senator asal Aceh tersebut boleh-boleh saja, sepanjang itu hanya untuk internal lembaganya saja, tidak mengikat keluar, apalagi mengatur-atur instansi lain, seperti Kementerian, Pemda, TNI, Polri, maupun lembaga swasta.
Fachrul Razi juga menghimbau Dewan Pers untuk taat hukum, jangan seperti anak kecil, bandel dan nakal, berikan contoh yang baik kepada publik.
Secara terpisah, Ketua Umum PPWI menyatakan keprihatinannya atas masalah kebijakan Dewan Pers yang dinilai cacat hukum. Menurutnya Pengadilan sudah menyatakan bahwa eksepsi, berbentuk argumen-argumen hukum yang disampaikan Dewan Pers sebagai sanggahan atas gugatan PMH sudah ditolak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
“Jadi, secara hukum apa yang dilakukan Dewan Pers, antara lain soal kewajiban UKW, verifikasi media, dan lain-lain, itu merupakan pelanggaran hukum. Minimal mereka melakukan sesuatu yang melampaui kewenangannya. UKW urusan BNSP, legalitas media urusan Menkumham, keanggotaan dan keabsahan wartawan urusan organisasi pers masing-masing anggota. Bukan kewenangan Dewan Pers. Mereka tidak mengerti UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, mereka menafsirkan sesuka hati saja,” urai lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 tersebut.
Namun, Wilson juga menyatakan bahwa dirinya merasa kasihan dengan Dewan Pers yang selama ini terindikasi jadi kuda tunggangan organisasi tertentu.
“Coba Anda lihat pemberitaan hari ini, ada press release dari PWI, semoga itu bukan palsu. Heran, yang berperkara Dewan Pers, tapi yang sibuk PWI, ada apa itu? Apakah PWI sudah berubah fungsi jadi Biro Humas Dewan Pers?. Harapan saya, Dewan Pers ‘mbokya’ sadarlah, Anda itu selama ini dijadikan kuda beban oleh oknum PWI, agar proyek UKW yang jadi lahan garapan oknum PWI selama ini jangan terganggu,” jelas Wilson yang juga menjabat sebagai Sekjen Keluarga Alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abad 21 (Kappija-21) itu. (APL/Red)