Analisaaceh.com, Banda Aceh | Forum Mahasiswa Aceh seDunia (FORMAD) menggelar diskusi virtual mengenai Migas Aceh dengan Tema Masa Depan Pengelolaan Migas Aceh (Peluang dan Tantangan). Jum’at (3/7/2020).
Diskusi ini menghadirkan empat pemateri yaitu Plt Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah MT, Tokoh Aceh di Jakarta Dr Surya Dharma.Phd, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM sementara narasumber dari kalangan mahasiswa hadir Dhafi Iskandar. Putra Aceh yang sedang melanjutkan pendidikan program doktor IPG bussines school Paris.
Ketua Panitia Darlis Azis Mahasiswa Aceh Turki yang juga bertindak sebagai moderator menyampikan bahwa Migas adalah Sumber Daya Alam utama yang menjadi sumber vital bagi pendapatan negara dan harus digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sesuai dengan amanah UUD 1945 Pasal 33 ayat 3.
“Karena itu hadirnya UUPA adalah bagian integral dari amanah rakyat Aceh. Kami dari FORMAD melaksanakan diskusi ini adalah bagian dari upaya fikir atau braindrain untuk meminta masukan-masukan terbaik bagi Pemerintah Aceh dari seluruh diaspora Aceh dari Ban Sigoem Donya,” katanya.
Pihaknya berharap banyak masukan yang diberikan oleh para Narasumber dalam diskusi online ini menjadi insight bagi Pemerintah Aceh.
“Ke depan kita berharap diskusi ini bisa berjalan lebih sering sebagai bagian dari wujud nyata menyatukan hati dan fikiran diaspora Aceh untuk memikirkan kemajuan Nanggroe,” kata Darlis.
Sementara itu penanggung jawab kegiatan sekaligus Ketua Tim Formatur Forum Mahasiswa Aceh seDunia (FORMAD) Andri Munazar di Jakarta menambahkan bahwa, diskusi rutin ini bertujuan untuk memperkuat silaturrhami mahasiswa Aceh diseluruh dunia bersama pemerintah, tokoh-tokoh Aceh.
“Harapan menambah wawasan, memberikan gambaran terkini kepada generasi muda terutama mahasiswa perihal peluang dan tantangan industri migas bagi perekonomian Aceh serta perlunya generasi muda mempersiapkan diri disegala sektor,” ungkapnya.
Tampil sebagai pembicara pertama, Plt Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah MT, menyampaikan landasan hukum pengelolaan Migas yaitu UUPA No 11 tahun 2006 mengamanatkan pemerintah pusat dan pemerintah Aceh dapat mengelola bersama sumber daya alam Aceh termasuk minyak dan gas bumi didarat dan dilaut dalam wilayah Aceh. Dalam hal ini Pemerintah Aceh telah membentuk BPMA yang bertanggung jawab kepada gubernur dan kementerian ESDM.
Hingga saat ini Aceh memliki 12 wilayah sektor kerja hulu migas yang tersebar di sepanjang pantai utara hingga timur Aceh seperti: andaman I, II dan III, Lhokseumawe Zaratex, Blok B Pertamina Hulu, ceNSO, PHE, Pase Triangle Pase inc, Seruway Offshore Exploration, Blok A Medco E&P Malaka, Sounth Block A Renco Elang Energy, Pertamina EP, Bireun Sigli Oil and gas blok.
Sementara pada sektor hilir migas Aceh, Plt Gubernur Aceh menyampikan memiliki peluang yang cukup besar, hal ini dukung dengan infrasturktur yang telah ada antara lain Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe (KEKAL).
“Kawasan ini didukung stok oil storage berkapasitas 2 juta barel, pelabuhan bongkar muat skala besar, tersedianya lahan siap pakai yaitu 2652 ha, pengembangan listrik tenaga gas, pengembangan PT. PIM, jaringan distribusi gas rumah tangga dan industri berbasis gas lainnya,” ujarnya.
Upaya pengalihan kelola blok B migas di Aceh utara (ex Exxon) telah berlangsung cukup lama. setelah kontrak Exxon berakhir tahun 2015, blok B tersebut dikelola oleh PT. Pertamina Hulu hingga saat ini.
Upaya perjuangan panjang tersebut berbuah manis, tepatnya pada tanggal 17 Juni 2020, Kementerian ESDM menyetujui wilayah kerja migas Blok B tersebut dapat dikelola oleh pemerintah Aceh. Pada tanggal 17 Nonvember 2020 PT. PEMA secara sah telah berhak untuk mengelola Migas Blok B di Aceh Utara.
“Hal ini akan menambah pendapatan daerah dari sisi bagi hasil dan dividen,” katanya.
Plt Gubernur Aceh juga menyampaikan juga bahwa telah ditemukannya sumber minyak di wilayah barat selatan yaitu blok Meulaboh dan Blok Singkil. Pemerintah Aceh terus berupaya agar Kementerian ESDM segera mengeluarkan izin, serta proses pelelangan esplorasi agar daerah wilayah tersebut memiliki penghasil minyak, dengan harapan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Pada penutup, gubernur Aceh berharap kepada generasi muda Aceh untuk mempersiapkan diri, bekerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas untuk dapat mengelola sumber daya alam Aceh di masa akan datang.
Sementara itu kedua yaitu Dr Surya Dharma P.hD memberikan gambaran umum mengenai tantangan Industri Migas di Indonesia dan Aceh. Surya Dharma lebih menekankan pada persiapan sumber daya manusia menghadapi industri migas, minerba dan sektor ekonomi lainnya.
“Oleh karena itu perlunya membangun Ekonomi kebersamaan menuju Aceh 2045 dengan cara membentuk Aceh Investment Fund (AIF) yang bertugas untuk mengumpulkan dana dari pemerintah dan dari sumber lainnya untuk menunjang segala industri. AIF tersebut harus meiliki manajamen yang kuat, jujur, efekif dan ahli dalam bidang bisnis,” katanya.
Muhammad Dhafi Iskandar, memaparkan mengenai perlunya penyerderhanaan izin usaha dibidang minyak dan gas di Indonesia, dengan tetap memperhatikan lingkungan.
Menurutnyanya, industri migas berkontribusi besar menyerap investasi, tenaga kerja sumbangan pajak dan devisa Negara mencapai US$ 11 milyar pertahun.
“Terkait kesiapan Aceh mengelola migas, Mahasiswa Aceh di Paris ini menekankan perlunya dilakukan pemetaan SDM lokal, nasional dan diaspora Aceh, perlunya pelatihan dan transfer technology,” jelasnya.