Harga TBS di Aceh Selatan Jeblok, Dewan Minta Pemerintah Turun Tangan

Anggota Komisi I DPRK Aceh Selatan, Masridha, ST (Foto/ist)

Analisaaceh.com, Tapaktuan | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan, Masridha, ST meminta Pemkab setempat untuk turun tangan menangani masalah harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang mengalami penurunan tajam.

Hal tersebut disampaikan Masridha pada Sabtu (25/6/2022), menyikapi harga TBS di pabrik CPO wilayah Barat – Selatan Aceh khususnya di Subulussalam menetapkan harga sawit di bawah nilai yang telah ditentukan oleh Distanbun Aceh.

“Kita meminta pemerintah untuk turun tangan mencari solusi masalah ini, sebab harga beli TBS dari petani saat ini bahkan di bawah Rp1.000 per kilogram dan nilai itu jauh dari harga yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh,” ujar politisi PKP ini.

Masridha menjelaskan, Distanbun Aceh menetapkan harga TBS untuk wilayah Barat – Selatan Aceh dengan harga Rp1.421 – Rp2.021 per kilogram untuk periode 22 Juni hingga minggu pertama bulan Juli. Harga tersebut memang turun dari periode Mei 2022 disebabkan penurunan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti sawit atau Palm Kernel (PK) per kilogram di wilayah timur dan barat yakni Rp10.132 dan Rp6.845.

Akan tetapi sambung Masridha, harga yang ditetapkan oleh perusahaan di Subulussalam masih rendah. Seperti perusahaan BDA (Rp1.000/Kg), BSL (Rp1.150/Kg) dan Atak (Rp1.125/Kg). Pihak perusahaan menyebutkan bahwa turunnya harga beli itu lantaran pajak ekspor yang tinggi.

“Karena harga rendah di pabrik, tentunya pengepul atau RAM di Aceh Selatan tidak bisa membeli sawit dengan harga tinggi dari petani. Otomatis di sini yang dirugikan adalah petani,” sebutnya.

Akibat murahnya harga TBS tersebut, kata Masridha, turut berdampak pada perekonomian masyarakat, bahkan sebagian masyarakat enggan untuk memanen sawitnya lantaran harga murah dan tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan.

“Modal petani pastinya besar, seperti pupuk, pestisida dan obat-obatan lainnya. Jadi kalau pun dipanen, untuk ongkos biaya panen saja tidak cukup kalau harga di bawah Rp1.000 per kilo. Makanya tidak heran bila sebagian petani enggan untuk memanen. Menurut informasi yang kami terima, banyak petani di wilayah Subulussalam itu banyak menebang pohon sawit dan diganti dengan Palawija, ini sebab harga yang tidak normal,” ungkap anggota DPRK dari dapil IV ini.

Oleh sebab itu dirinya meminta pihak eksekutif untuk turun langsung dalam mengatasi permasalahan tersebut. Menurut Masridha, pemerintah dapat menegur dan memberikan sanksi bagi perusahaan CPO yang menetapkan harga TBS di bawah harga standar. Apabila pajak ekspor yang menjadi permasalahan utama, pemerintah juga dapat mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada petani.

“Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah harus segera turun tangan untuk mencarikan solusinya, karena ini masalah ekonomi masyarakat,” tegasnya.

“Begitu juga pemerintah harus mengontrol pupuk di daerah, sebab selain harga masih tinggi juga sering langka dan sulit didapatkan oleh petani,” pungkas Masridha.

Editor : Nafrizal
Rubrik : ACEH SELATAN
Komentar
Artikulli paraprakTahapan Pemilu 2024, Partai Lokal Aceh Diwajibkan Mendaftar di SIPOL
Artikulli tjetërKapolda Metro Jaya Akan Lantik Pengurus PBSI Aceh