Analisaaceh.com, Langsa | Sudah 78 tahun Indonesia merdeka, waktu yang cukup lama bagi sebuah bangsa berdiri tanpa belenggu dari penjajah, hingga maju hampir di segala bidang, baik itu hukum, pembangunan, teknologi dan bergai lainnya. Namun sepertinya tidak dengan ekonomi, karena sampai saat ini Ibu Pertiwi masih ada masyarakat yang terjerat dalam jurang kemiskinan.
Demikian juga yang dirasakan oleh salah seorang masyarakat di wilayah Kota Langsa Provinsi Aceh, di mana kata “Layak” belum terlihat pada kehidupan keluarganya di negeri yang penuh dengan Sumber Daya Alam (SDA) ini.
Muhammad Ali Akbar, atau yang lebih dikenal sebagai Cek Mat, adalah kepala keluarga berumur 68 tahun, yang memiliki seorang istri dan 5 orang anak, dimana 3 antaranya masih berusia belia.
Cek Mat sendiri bersama keluarga saat ini tinggal di dalam sebuah rumah gubuk yang dibangunnya di sebuah lahan kosong milik warga lainnya di Dusun Baroh Gampong Paya Bujok Teungoh Kecamatan Langsa Kota.
Sementara, dalam catatan sipil Kota Langsa, Cek Mat dan keluarga kini masih tercatat sebagai warga Gampong Sungai Pauh Pusaka Kecamatan Langsa Barat. Ia dan kehidupannya terpaksa harus pindah ke desa lain, lantaran tidak sanggup membayar biaya kontrakan rumah yang telah menunggak selama berbulan-bulan.
“Saya pindah ke sini baru sekitar satu bulan, karena di Gampong Sungai Pauh sebelumnya saya sewa rumah, tapi karena tidak sanggup lagi membayar maka saya pindah ke Gampong Paya Bujok Teungoh, itupun karena Kepala Dusun (Kadus) Baroh, memberikan izin untuk membangun sementara gubuk ini, sebelum pemiliknya menjual tanah ini,” kata Cek Mat saat ditemui Analisaaceh.com, dikediamannya Rabu (16/8/2013).
Cek Mat juga mencurahkan, bahwa selama ini hanya bekerja serabutan dengan harapan bantuan dari para tetangga dan masyarakat disekitarnya. Terkadang ia juga mendapatkan rezeki dari lantunan Adzan yang dikumandangkannya, ketika ada panggilan oleh masyarakat untuk dirinya menjadi Muazin sementara.
“Saya bekerja apa yang ada, seperti membersihkan halaman rumah atau pun lahan jika ada masyarakat menyuruh, kemudian kadang-kadang ada ditawarkan menjadi Muazin saat hari Jum’at, menggantikan Muazin tetap jika berhalangan hadir,” ujarnya.
Ketika ditanyai, tentang perhatian para pemangku jabatan terhadap kehidupannya, Cek Mat mengungkapkan, bahwa selama ini pihak desa selalu ada membantu dirinya, baik secara pribadi ataupun yang lainnya. Namun nasib kemiskinan yang di alaminya belum juga dapat teratasi, oleh karena suatu hal yang belum diketahui penyebabnya.
“Hampir semua pendapatan saya itu atas bantuan dari masyarakat ataupun dari pak Geuchik dan pak Kadus, dimana mereka terkadang mengantarkan beras atau apapun yang bisa saya gunakan,” tuturnya.
“Seperti untuk sekolah, anak saya baru masuk SD tahun ini, namun dia harus telat masuk karena tidak ada baju seragam dan Alhamdulillah berkat sumbangan dari tetangga, dia bisa sekolah sejak hari Senin kemarin, walaupun sementara dia harus pergi menggunakan sandal sebab tidak punya sepatu,” sambungnya.
Cek Mat juga berharap di HUT Kemerdekaan RI ke-78 ini, Negara Indonesia dapat terlepas dari permasalahan kemiskinan yang menjerat masyarakat, walaupun dirinya tidak menyalahkan siapapun atas kemiskinan yang menimpa dirinya dan keluarga.
“Saya tidak menyalahkan siapapun, karena selama ini baik tetangga dan masyarakat ada memberikan bantuan, namun harapan kami keluarga miskin untuk Indonesia, kedepannya dapat lebih maju dalam kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.
Secara terpisah, Geuchik Gampong Sungai Pauh Pusaka, Mulyadi saat ditemui Analisaaceh.com, mengatakan bahwa selama ini yang bersangkutan yaitu Cek Mat, memang dalam keadaan kemiskinan yang sangat memprihatikan.
“Selama masih tinggal di Sungai Pauh Pusaka, Cek Mat memang bisa kita bilang dalam keadaan kemiskinan yang ekstrim. Makanya saya pribadi dan perangkat desa selama ini selalu memberikan perhatian khusus kepada beliau, baik itu dari anggaran dana desa maupun secara pribadi,”
Namun, menurut Mulyadi, dirinya menyayangkan bahwa Cek Mat harus pindah dari wilayah Gampong Sungai Pauh ke desa yang lain, dimana hal itu membuat jarak dan batas terhadap bantuan-bantuan yang biasa diberikan kepada dirinya oleh pihak desa setempat.
“Memang beliau waktu pindah kemarin ada minta izin sama saya, yang sebenarnya saya berat hati untuk beliau pindah, sebab kalau sudah diluar desa yang lain, kami pun untuk bisa membantu seperti dulu lagi tidak bisa, terlebih saat ini saya tidak tahu tepatnya beliau tinggal dimana,” jelas Mulyadi.