Analisaaceh.com | Surat Perintah Sebelas Maret atau dikenal dengan “Supersemar” merupakan suatu sejarah yang masih hangat diperbincangkan, terutama di kalangan sejarawan yang masih berbeda pendapat atas keabsahan surat tersebut.
Pasalnya, secarik kertas itu disebut-sebut telah mengubah wajah Indonesia serta poros kekuasaan dalam waktu yang sangat cepat.
Surat tersebut merupakan surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno pada tanggal 11 Maret tahun 1966 yang berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Apabila ditelusuri sejarahnya, dilansir menurut Wikipedia (10/3) bahwa Sepersemar berawal saat Soekarno menggelar sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan atau dikenal dengan Kabinet 100 Menteri pada 11 Maret 1966. Sesaat sidang dimulai, Brigjen Sabur yang saat itu menjabat sebagai panglima pasukan pengawal presiden Tjakrabirawa melaporkan bahwa adanya pasukan dengan jumlah yang banyak yakni pasukan Tak Dikenal menahan menteri-menteri kabinet yang diduga terlibat dalam Gerakan G 30 S PKI.
Pasukan Tak Dikenal itu merupakan pasukan Kostrad yang dipimpin oleh Mayjend Kemal Idris. Usai mendengar laporan itu, Presiden Soekarno langsung bergegas menuju Istana Bogor bersama Wakil Perdana Menteri I, Dr. Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III, Chaerul Saleh menggunakan helikopter.
Untuk keberlangsungan siding, Soekarno kemudian menyerahkan siding kepada Wakil Perdana Mentero II, Dr.J.Leimena yang bertugas menutup sidang. Ia juga segera menyusul ke Istana Bogor setelah acara sidang Kabinet 100 Menteri selesai.
Alasan Dikeluarkan Supersemar
Atas informasi yang diperoleh Soekarno, kemudian informasi itu dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto yang pada saat itu menjabat Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan.
Baca Juga: Sejarah dan Kontroversi Supersemar, Surat Perintah 11 Maret
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi Angkatan Darat ke Bogor pada malam hari yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor di Istana Bogor.
Dalam pertemuan itu terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi, dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Atas permintaan itu, Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
Setelah dikeluarkan surat tersebut, lalu surat itu dibawa ke Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Berdasarkan penuturan Sudharmono saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam.
Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai Supersemar itu tiba.
Surat itu dibawa oleh Sekretaris Markas Besar TNI Angkatan Darat Brigadir Jendral Budiono. Lalu Surat susulan dari Presiden Soekarno yang memprotes pembubaran parpol tak digubris Soeharto. Dia terus bergerak, termasuk membubarkan Resimen Tjakrabirawa. Satuan elite pengawal Presiden Soekarno. Setelah Supersemar diteken, kekuasaan Soekarno meredup dan sebaliknya Soeharto menjadi orang paling berkuasa di Indonesia.
Kontrovesi Supersemar
Tak sampai di situ, belakangan timbul kontroversi atas Supersemar yang dikeluarkan oleh Soekarno kepada Soeharto. Kontroversi itu yakni adanya dua bentuk surat yang beredar dengan redaksi yang berbeda, yaitu versi Angkatan Darat (AD) dan versi lainnya.
Di antara kontroversi dalam Supersemar tersebut yakni:
Supersemar versi AD
Supersemar versi lainnya
Analisaaceh.com, Aceh Besar | Seorang wanita paruh baya bernama Yusra (40) di Montasik, Aceh Besar,…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) resmi membentuk susunan keanggotaan alat kelengkapan…
Analisaaceh.com, Meuredue | Penyidik Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Aceh menyerahkan dua tersangka kasus illegal logging…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Gubernur nomor urut 01, Bustami Hamzah…
Analisaaceh.com, Suka Makmue | Satreskrim Polres Nagan Raya menangkap MS (53), terduga pelaku penembakan warga…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Atlit tunggal putri SMPN 1 Lhokseumawe akan menantang atlit SMPN 1 Arun…
Komentar