Bergosip merupakan salah satu aktivitas yang kerap tak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Bahkan kebanyakan percakapan pasti didominasi oleh gosip.
Meskipun perbuatan ini kerap kali dianggap merugikan dan buang-buang waktu, tetap saja semua orang suka bergosip.
Menurut studi yang dilakukan oleh Meghan L. Robbins dan Alexander Karan yang dipublikasikan di tahun 2020, rata-rata orang menghabiskan waktu sebanyak 52 menit per hari untuk bergosip.
Meskipun bergosip kerap distereotipkan sebagai hobi yang “feminim” dan hobi orang yang berpendidikan rendah, nyatanya baik laki-laki maupun perempuan itu suka bergosip menurut studi Robbins dan Karan. Tapi kira-kira apakah alasannya?
Studi lainnya yang dilakukan oleh Minna T. Lyons dan Sara Hughes pada tahun 2015 menemukan bahwa kemungkinan motivasi seseorang untuk bergosip adalah menguatkan hubungan dalam kelompok, meningkatkan reputasi diri, dan memperkuat ikatan sosial.
Sedangkan Menurut Ilmuan Sosial Francis T. McAndrew, sebenarnya gosip adalah fenomena yang lebih rumit dan penting secara sosial daripada yang dipikirkan kebanyakan orang.
Artikelnya yang berjudul “Gossip as a Social Skill” (2019) pun menuliskan bahwa manusia itu memang secara alamiah suka memperhatikan bahkan berpartisipasi dalam kegiatan bergosip.
Hal tersebut merupakan hasil dari adaptasi evolusi, sudah menjadi sifat manusia untuk spill the tea (membawa gosip baru).
Bergosip merupakan senjata utama seseorang untuk memantau dan mengelola reputasi dirinya sendiri atau individu lain dalam masyarakat. Ketertarikan pada urusan orang lain adalah komponen yang diperlukan seseorang untuk menjadi orang yang kompeten secara sosial.
McAndrew pun menyebutkan bahwa gosip adalah salah satu social skills, atau penanda bahwa seseorang itu pandai bersosialisasi.
Meskipun gosip itu merupakan salah satu alat bersosialisasi, tetap saja berkomentar buruk tentang fisik atau kesehatan seseorang tetap merupakan sesuatu yang buruk.
Memang adakalanya gosip negatif yang judgmental atau bersifat menghakimi bisa jadi bermanfaat untuk memberikan pembelajaran budaya dan “memaksa” orang yang digosipkan itu untuk berperilaku lebih baik. Namun, apabila bergosip negatif yang dilakukan sudah berlebihan tentu hasilnya tidak baik.
Menurut McAndrew, Penggosip yang jahat adalah orang yang tanpa pandang bulu mengolok-olok apapun yang telah mereka dengar kepada siapapun (pendengar gosip).
Penggosip jahat ini merupakan individu yang memiliki rencana egois untuk merusak reputasi saingan mereka sendiri. Akibatnya tentu gosip bukan lagi social skill yang baik untuk memperkuat hubungan, namun malah menjadi perusak hubungan.
Apabila anda merasa bergosip malah merusak hubungan dan buang-buang waktu, maka lebih baik kegiatan bergosipnya dikurangi. Hal ini juga disarankan McAndrew dalam studinya. Mc Andrew menyarankan cobalah menghindari situasi atau orang yang akan berakibat buruk pada anda.