Ironi Matahari Lockdown, Manusia Kembali Bangun

Ilustrasi matahari (NASA)

Bukan hal baru, mengingat manusia abai terhadap peringatan Corona atau tidak lagi khawatir ketika korban kembali berjatuhan.

Satu kabar gembira kesembuhan, membuat manusia lengah menghadapi musuh yang tidak kelihatan.

Merasa sehat dan angkuh menjadi tabiat dan menu sehari-hari. PSBB hanyalah wacana, menjadi catatan yang di tempel di pintu lemari. Diperhatikan selama dua hari kemudian beraktifitas kembali.

Apakah cobaan dari Tuhan yang tidak terlihat bentuknya itu adalah sebuah guyonan?

Singkirkan dulu lah alasan mencari rezeki ketika PSBB diaktifkan, seolah kata LOCK DOWN adalah kunci menjadi lapar.

Manusia tidak dilarang bertemu rezeki Tuhan, hanya saja, seharusnya sadar, membuang nyawa dalam kurun waktu singkat karena keegoisan perut bisa menjadi petaka bila maut sudah menjemput.

Bukankah pemerintah sudah banyak memberi bantuan? Ah, benar saja, pemerintah pun lapar perut bila diberi asupan kata bantuan.

Ironi. Musuh Belum bertekuk lutut, manusia kian hari kian tajam lidah sok tahu masa depan akan bahagia.

Peraturan yang sedikit kendur malah menjadi kedodoran. Sibuk menyalahkan si itu dan si ini namun masih bebas belanja ke luar negeri. Ah tak usah jauh-jauh, gedung-gedung mewah dan pasar-pasar di Indonesia saja masih semarak dengan tangan-tangan manusia.

Judul besarnya saja Lock Down, menjaga jarak dan pakai sabun. Peraturan masih saja toh menjadikan mata manusia rabun.

Sepele mensuplai energi. Berjemur setiap hari dikatakan kanker akhirnya manusia menjadi malas dengan alasan, bisa terkena kanker.

Matahari pun menjadi malas menahan radiasi luar bumi. Bintang besar itu sudah waktunya sadar Lock Down. Di balik jadwalnya yang padat, titik hitam matahari pun memberlakukan istirahat, kemungkinan juga ia terlalu malas menanggapi keangkuhan manusia di atas bumi. Padahal sama-sama ciptaan Tuhan, matahari saja sadar dia juga bisa dimatikan.

Dalam kurun waktu singkat menjamu Corona, terjadi banyak sekali bencana. Sadarkah? Atau masih saja menutup mata?

Anggap saja, virus ini adalah sebuah senjata pemusnahan manusia yang dibuat oleh manusia. dengan tujuan menghancurkan ekonomi negara. Negara mana? Oh Entahlah, sebuah propaganda bisa saja menjadi kenyataan, bukan? Toh manusia memang sudah sedari dulu tidak bisa menahan godaan.

Tidakkah manusia merasa malu terhadap makhluk paling besar di langit? Bagaimana bisa manusia menjadi lebih egois di akhir Ramadhan? Nyatanya berburu baju baru membuka lapangan kerja Covid-19.

Memang benar manusia memiliki rasa takut namun dikalahkan dengan kegengsian tinggi takut di buli karena menghadapi Corona.

Mungkin saja, karena berhasil di iming-iming vaksin yang kabarnya sudah akan dilahirkan, manusia beranggapan menjadi gampang sehat karena sudah ada obat.

Jika di pikir lagi, pantas lah manusia menerima semua bencana, toh tidak ada bedanya dengan kehancuran yang sudah dibuat di muka bumi. Matahari saja sudah bosan menonton parade anak cucu Adam ini.

Lantas manusia yang merasa akal sehatnya masih selamat harus bagaimana menghadapi kebobrokan ini?

Editor : Nafrizal
Rubrik : Artikel
Komentar
Artikulli paraprakWali Kota Banda Aceh Serahkan Bantuan Sembako Kepada Para Sopir L-300
Artikulli tjetërMenjelang Lebaran, Ipelmaker Santuni Anak Yatim