Kasus Dugaan Korupsi Sertifikat Tanah, Kejati Aceh: Sudah 20 Saksi Diperiksa

Plh Kasipenkum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis. Foto : Naszadayuna/analisaaceh.com

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh sudah memeriksa 20 saksi terkait dugaan korupsi dan penyimpangan pensertifikatan tanah milik masyarakat miskin (PTM3) tahun 2019.

“Saat ini sudah ada sekitar 20 saksi yang diperiksa, baik saksi dari Badan Pertanahan Negara (BPN) dan beberapa pihak lainnya. Hasilnya menjurus ke tindakan penyimpangan pidana korupsi namun masih kita tunggu keterangan langsung dari ahli,” kata Plh Kasipenkum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis Senin (6/2/2023).

Kejati Aceh juga masih berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rangka perhitungan kerugian negara dalam perkara ini.

“Saat ini sudah tahap penyidikan, kita masih berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rangka perhitungan kerugian negara, dan terkait dengan data yang dibutuhkan” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Dinas Pertanahan Aceh diduga melakukan penyimpangan dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Reforma Agraria serta penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin Aceh.

Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pertanahan Aceh Tahun Anggaran 2019 yaitu sebesar Rp. 2.918.613.500 antara lain berupa kegiatan peningkatan penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin dengan lokasi diantaranya Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Lhokseumawe, Pidie, dan Pidie Jaya dengan target sebanyak 2200 sertifikat milik masyarakat miskin dan 200 sertifikat aset milik pemerintah

Sebagaimana dalam DPA, kegiatan itu terdiri dari tiga item, yakni acara Raker, penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin dan penyertifikatan aset milik pemerintah.

Dalam pelaksanaan acara Raker, Dinas Pertanahan Aceh mengadakan kegiatan dilakukan dengan cara penunjukan langsung tanpa melalui SPSE kepada penyedia sebagai perantara (pihak ketiga) dalam pengadaannya.

Kemudian kegiatan penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin, telah dikeluarkannya Peraturan Gubernur Aceh Nomor 73 Tahun 2019 sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Selanjutnya terhadap DPA tersebut telah terjadi perubahan anggaran menjadi Rp2.778.445.500 dengan pengurangan target yaitu 1553 Sertifikat milik masyarakat miskin. Namun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta tahapan kegiatan tidak sesuai dengan dilaksanakan.

Selain itu, juga tanpa dibentuk PTM3, Kelompok Kerja Persiapan, dan Tim Verifikasi, melainkan hanya dilakukan oleh personel dan staf pada Dinas Pertanahan Aceh, serta pihak Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Pihak tersebut hanya menggunakan data calon penerima sertifikat masyarakat miskin yang bersumber dari Dinas Pertanahan Kabupaten/Kota atau Bagian Tapem pada Sekdakab di empat kabupaten di luar dari lokasi kegiatan yang telah ditetapkan DPA kecuali Kabupaten Pidie Jaya, melalui Surat Tugas Melakukan Perjalanan Dinas diluar dari lokasi kegiatan yang telah ditetapkan DPA, yaitu Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan dan Aceh Singkil.

Perubahan tujuan daerah lokasi kegiatan yang tidak sesuai dengan DPA tersebut dilakukan kerjasama oleh Kepala Dinas Pertanahan Aceh bersama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam bentuk Perjanjian Kerjasama.

Sementara realisasi terhadap kegiatan yang dilakukan tersebut hanya menghasilkan 1.113 sertifikat milik masyarakat miskin sehingga tidak mencapai target DPA Perubahan sebanyak 1.553 sertifikat.

Pada penyertifikatan aset milik pemerintah, dalam pelaksanaan kegiatan tidak dikeluarkan pedoman dalam pelaksanaannya, yang dilakukan hanya dengan perjalanan dinas yang tujuannya ke lima daerah Kabupaten/Kota yang tidak sesuai dengan lokasi kegiatan sebagaimana yang telah ditetapkan DPA. Lima daerah ini yaitu Kota Sabang, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, dan Bireuen. Terhadap DPA tersebut terjadi perubahan anggaran dengan pengurangan target yaitu 21 Sertifikat Aset Milik Pemerintah.

Selain tidak tercapainya target kegiatan penyertifikatan, juga ditemukan penyimpangan berupa nama masyarakat miskin penerima manfaat yang tidak tercantum dalam Basis Data Terpadu (BDT), hasil survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TKP2K) Aceh.

Sehingga proses kegiatan peningkatan penyertifikatan tanah milik masyarakat miskin Tahun Anggaran 2019 bertentangan aturan yang berlaku yang realisasi terhadap item pekerjaan ini terindikasi adanya kerugian negara sebesar Rp1,7 miliar.

Editor : Nafrizal
Rubrik : NEWS
Komentar
Artikulli paraprakDinas PUPR Aceh Perbaiki Abutment Jembatan Perbatasan Aceh Selatan-Abdya
Artikulli tjetërTak Kunjung Diperbaiki Pemerintah, Jalan di Birem Bayeun Kian Memprihatinkan