KISSPOL Aceh Nilai Situasi Kemanusiaan Sudah Darurat, Desak Keberanian Negara dan Solidaritas Global

Effendi Hasan, foto: ist

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Lembaga Kajian Sosial dan Politik (KISSPOL) Aceh menilai kondisi sosial, ekonomi, dan kemanusiaan yang dihadapi masyarakat Aceh saat ini telah berada pada fase darurat multidimensi. Situasi tersebut dinilai membutuhkan respons cepat, terkoordinasi, dan berani dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat daerah, nasional, hingga internasional.

Direktur KISSPOL Aceh, Dr. Effendi Hasan, menegaskan bahwa aksi sejumlah elemen masyarakat sipil yang mengibarkan bendera putih harus dipahami sebagai simbol kemanusiaan, bukan sebagai tindakan politik.

“Pengibaran bendera putih adalah bahasa simbolik kemanusiaan. Ini merupakan isyarat darurat, teriakan sunyi masyarakat yang merasa kehabisan cara untuk didengar,” ujar Effendi Hasan di Banda Aceh, Selasa.

Menurutnya, simbol tersebut menjadi pesan moral kepada dunia internasional bahwa Aceh tengah menghadapi krisis serius dan membutuhkan perhatian serta solidaritas global.

KISSPOL Aceh juga mendesak pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan persoalan kelangkaan minyak dan gas, serta ketidakstabilan pasokan listrik yang dinilai telah mengganggu kehidupan masyarakat secara luas. Dampak krisis tersebut, kata Effendi, paling dirasakan oleh pedagang kecil dan pelaku usaha mikro, bahkan sebagian terpaksa menghentikan usaha akibat tingginya biaya operasional.

“Keterlambatan penanganan krisis energi dan kebutuhan dasar berpotensi memperparah kerentanan sosial dan memperluas kemiskinan struktural di Aceh,” tegasnya.

Dalam konteks tersebut, KISSPOL Aceh menilai Pemerintah Aceh perlu menunjukkan keberanian politik dan ketegasan moral untuk membela kepentingan rakyat, terutama ketika respons dari pemerintah pusat dinilai belum optimal. Upaya Pemerintah Aceh membuka komunikasi dan meminta dukungan lembaga internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), disebut sebagai langkah yang sah, konstitusional, dan tepat secara kemanusiaan.

“Ketika rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, mencari bantuan internasional bukanlah bentuk kelemahan, melainkan tanggung jawab etis negara,” kata Effendi.

Ia juga menyerukan agar Gubernur, Bupati, dan Wali Kota di seluruh Aceh menanggalkan sekat administratif dan kepentingan politik sempit, serta bersatu dalam satu barisan kepemimpinan yang tegas menghadapi krisis kemanusiaan.

“Dalam situasi darurat, keraguan adalah kemewahan yang tidak bisa dibayar oleh rakyat. Keselamatan dan kemaslahatan rakyat Aceh harus ditempatkan di atas segalanya,” ujarnya.

Selain itu, KISSPOL Aceh menyampaikan apresiasi atas respons awal United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) terhadap surat permintaan bantuan yang disampaikan Pemerintah Aceh. Respons tersebut dinilai sebagai wujud komitmen lembaga PBB dalam menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan perlindungan kelompok rentan di wilayah terdampak bencana.

Effendi Hasan berharap UNDP dan UNICEF dapat segera hadir langsung di Aceh untuk melihat secara faktual kondisi sosial, ekonomi, dan kemanusiaan masyarakat pascabencana, sehingga setiap bentuk intervensi benar-benar berbasis pada kebutuhan riil di lapangan.

“Kehadiran langsung penting agar dunia internasional tidak hanya membaca laporan, tetapi menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat Aceh bertahan di tengah keterbatasan,” ujarnya.

KISSPOL Aceh juga berharap dukungan internasional dapat difokuskan pada sektor-sektor krusial, seperti ketahanan ekonomi masyarakat, pemulihan layanan dasar, perlindungan anak, serta penguatan kapasitas sosial pascabencana.

“Aceh tidak meminta dikasihani, tetapi membutuhkan solidaritas global agar rakyatnya dapat bangkit kembali secara bermartabat,” pungkas Effendi Hasan.

Komentar
Artikulli paraprakPengurus IHGMA Aceh Periode 2025–2028 Resmi Dilantik