Banda Aceh – Beredarnya berita tentang akan disahkannya Qanun Poligami cukup menghebohkan masyarakat Aceh serta menuai pro dan kontra.
Terkait dengan hal ini Kohati Badko HMI Aceh meminta agar dilakukan kajian kembali tentang urgensinya qanun ini disahkan.
“Kami Kohati Badko HMI Aceh usulkan agar wacana ini perlu dikaji ulang dengan mengundang semua pihak seperti Organisasi Perempuan, MPU, Mahasiswa, dan LSM lain untuk membahas kebijakan ini,” kata Wardatul Jannah Ketua Kohati Badko HMI Aceh, Minggu 07/07/2019.
Ia menambahkan bahwa mereka tidak menolak poligami karena poligami sendiri halal dalam Islam dan dibenarkan.
“Kami juga mengapresiasi usaha pemerintah untuk melindungi kaum perempuan dan menekankan sikap adil bagi mereka yang ingin berpoligami,” tegas Wardah
Namun, disisi lain melihat syarat-syarat yg diberikan, hanya bisa dipenuhi oleh para elit menengah keatas.
“Jadi, kita juga harus mempertimbangkan efek jangka panjang seperti mudahnya mereka yang mempunyai jabatan untuk melakukan poligami. Yang kita takutkan perilaku buruk seperti korupsi di kalangan pejabat pun akan semakin marak,” sambungnya.
Selain itu menurut kohati juga perlu dipertimbangkan tentang kasus-kasus nikah siri yang sudah terjadi dan mengalami masalah terhadap istri atau anak.
“Apakah dengan berlakunya qanun ini akan ada kebijakan yang membantu mereka? Mengingat setiap peraturan tidak ada yang berlaku surut,” tambahnya.
“Bila kita mau melihat masalah keluarga di Aceh masih cukup banyak, dan sangat perlu perhatian pemerintah. Contoh salah satunya masalah kesehatan,” jelas Wardah.
Saat ini Aceh masuk salah satu daerah yang banyak kasus stanting, orang tua memang sudah diberikan pemahaman tentang itu tapi saat anak akan diberikan makanan yang sehat banyak bahan makanan yang sehat dan tidak terjangkau.
“Jadi, kami berharap pemerintah bisa mempertimbangkan isi qanun keluarga yang nantinya akan disahkan agar benar-benar menyentuh kemaslahatan keluarga masyarakat Aceh. Kohati Aceh sangat menantikan RDPU bersama pemerintah Aceh,” tegas Wardah
Bila diperhatikan sebenarnya aturan tentang melegalkan poligami sendiri sudah ada dalam undang-undang perkawinan.
“Saya pikir, baiknya qanun itu dikaji kembali,” tutup Wardah.
Editor: Riri Isthafa Najmi