Kompas Buss Nilai Wacana Pembangunan Pusat Kebudayaan Pakpak Akan Timbulkan Konflik Suku di Subulusalam

Analisaaceh.com, Subulussalam | Komunitas Pecinta Sejarah Kebudayaan Suku Singkil (Kompas Buss) kecewa atas sikap Eksekutif dan Legislatif Kota Subulussalam terhadap rencana pembangunan Pusat Kebudayaan Pakpak yang diusulkan oleh Yayasan Pakpak Suak Boang Indonesia (YPBSI) beberapa hari lalu.

Ketua Kompas Buss, Hasmaudin Lembong, dalam rilisnya kepada analisaaceh.com (6/11/2019) bahwa ia menilai Walikota Subulussalam terlalu condong memihak kepada salah satu suku yang ada di Subulusalam, tanpa menimbang terlebih dahulu perasaan pendukuk asli yaitu Suku Singkil.

Hasmaudin mengatakan, selama pemerintahan Bintang Salmaza, begitu banyak gejolak mengenai persoalan budaya, mulai dari isu makanan khas, pakaian adat, dan kini muncul wacana pembangunan Pusat Kebudayaan Pakpak.

“Hargai perasaan penduduk lokal, kita memang tahu legislatif kini dikuasi oleh partai penguasa, tentu mudah untuk meloloskan semua programnya, tetapi jangan program yang dapat menimbulkan konflik, kita malahan lebih sepakat bila pemerintah lebih fokus pada sektor pendidikan, infrastruktur dan pemantapan ekonomi, mengingat hari ini Subulussalam masih minim SDM dan meningkatkanya kebutuhan ekonomi” ungkapnya.

Hasmaudin melanjutkan, meskipun Walikota Subulussalam, Bintang Salmaza berasal dari suku Pakpak, bukan berarti melupakan suku asli Subulussalam.

“Sebab Subulussalam itu adalah mayoritas suku Singkil yang merupakan penduduk asli, bila gejolak dan isu suku maupun budaya ini tetap dipaksakan, kita mengkhawatirkan akan terjadinya gesekan antar dua suku, tentu ini bukan yang kita harapkan. Ataupun apakah momen ini adalah salah satu kontrak politik sebelumnya. Ada apa dengan sahabat-sahabat semua suku, apakah itu hanya selogan saja,” tanya Hasmaudin.

Hal senada juga disampaikan oleh salah satu aktivis mahasiswa Subulussalam di Banda Aceh, Muzir Maha, bahwa ia beranggapan pembangunan Pusat Kebudayaan Pakpak itu salah alamat, karena menurutnya suku Pakpak itu berasal dari Kabupaten Dairi/Pakpak Barat di Sumatera Utara, ia menyarankan jika pembangunan tersebut baiknya di Dairi/Pakpak saja, karena secara historic dan otentik Subulussalam tidak memenuhi standar dalam upaya pembangunan Pusat Kebudayaan Pakpak.

“Kita bukan alergi dengan budaya luar maupun suku lain, tetapi ranahnya saja tidak tepat dan terkesan ingin melemahkan penduduk asli, disaat pemimpinnya dari salah satu suku, tentu sebagai putra daerah saya merasa sedih dan kecewa, bukan kecewa dengan pembangunanya, tetapi etika budaya dalam menghargai kearifan lokal sepertinya sudah hilang,” jelasnya.

Muzir menambahkan, jika pemerintah memang sahabat semua suku, mestinya itu menjadi program dengan membuat produk Taman Budaya yang nantinya diisi oleh berbagai macam budaya yang ada di Subulusalam, dengan catatan tidak ada upaya menenggelamkan atau meminggirkan adat budaya tempatan yaitu Singkil.

Muzir juga mencontohkan provinsi DKI Jakarta, meskipun warga Betawi sudah terpinggirkan, tetapi pemerintahnya berupaya untuk terus melestarikan adat budaya asli daerah tersebut, bahkan di Jawa Barat semua Kabupaten Kotanya dijadikan pusat kebudayaan, Tetapi bukan pusat kebudayaan luar.

“Itu demi melestarikan adat budaya daerah lokal, karena budaya itu adalah aset dan kekayaan lokal yang mestinya harus dijaga dan dilestarikan,” tutpnya.

Komentar
Artikulli paraprakTongkat Komando Pimpinan Polri Resmi Diserahkan Kepada Jenderal Idham Azis
Artikulli tjetërHaji Uma: Saya Tidak Pernah Minta Panggung Orasi Kepada Mahasiswa