Kue Rasidah, Hidangan Kerajaan yang Tetap Jadi Primadona di Aceh Tamiang

Kue Rasidah, sumber foto : Istimewa

Analisaaceh.com | Aceh Tamiang bukan hanya terkenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga menyimpan kekayaan kuliner yang tak kalah memikat. Salah satu hidangan yang melegenda adalah kue Rasidah, sebuah kudapan tradisional yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya masyarakat setempat.

Kue ini bukan sekadar makanan, tetapi juga simbol sejarah yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Menurut cerita lokal, kue Rasidah dulunya hanya disajikan untuk keluarga kerajaan pada masa Kerajaan Tamiang.

Kini, kue ini telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat dan sering hadir dalam berbagai acara adat, pernikahan, hingga perayaan keluarga.

Nurdin, seorang pengusaha kuliner tradisional di Karang Hulu, menyebutkan bahwa melestarikan kue Rasidah adalah bagian dari upaya menjaga identitas budaya Aceh Tamiang.

“Kue Rasidah adalah kebanggaan Aceh Tamiang. Kami ingin terus melestarikannya sebagai warisan budaya sekaligus identitas daerah,” ujarnya.

Tak hanya pelaku usaha, masyarakat umum juga memiliki pandangan serupa. Rahmawati, seorang ibu rumah tangga, menggambarkan kue Rasidah sebagai simbol kebersamaan yang memiliki makna mendalam.

“Kue ini bukan hanya makanan, tapi simbol kebersamaan dan tradisi. Ada makna mendalam di balik setiap langkah pembuatannya,” tutur Rahmawati.

Kue Rasidah menawarkan pengalaman rasa yang unik. Teksturnya lembut tetapi kenyal, dengan manis alami yang tidak berlebihan. Cita rasa ini berasal dari bahan-bahan sederhana seperti tepung beras, gula, santan, dan daun pandan. Proses pembuatannya yang memerlukan kesabaran menambah nilai lebih pada kudapan ini.

Langkah pertama dalam membuat kue Rasidah adalah merebus santan bersama gula dan daun pandan hingga larut. Proses ini dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan santan tidak pecah.

Setelah itu, campuran disaring untuk mendapatkan hasil yang bersih dan halus. Selanjutnya, tepung beras dicampur dengan larutan santan hingga adonan menjadi lembut tanpa gumpalan.

Adonan ini dimasak di atas wajan dengan api kecil sambil terus diaduk hingga matang sempurna. Ketelitian dan kesabaran menjadi kunci dalam menghasilkan kue Rasidah yang berkualitas. Setelah matang, adonan dituangkan ke dalam cetakan berbentuk bunga atau motif tradisional lainnya, memberikan estetika yang khas.

Manisnya kue Rasidah berbeda. Rasanya tidak terlalu tajam, tapi cukup untuk memanjakan lidah. Apalagi aromanya yang khas membuat siapa saja tergoda untuk mencobanya.

Meskipun zaman terus berubah, kue Rasidah tetap menjadi bagian penting dari tradisi Aceh Tamiang. Kudapan ini sering disajikan dalam acara adat atau sebagai pelengkap dalam pernikahan. Selain itu, kue ini juga menjadi pilihan utama bagi wisatawan yang ingin membawa pulang oleh-oleh khas daerah.

Kue Rasidah, sumber foto : Istimewa

Dalam tradisi pernikahan, kue Rasidah melambangkan doa dan harapan agar pasangan pengantin hidup harmonis dan manis seperti rasa kue ini. Bentuknya yang cantik dengan ukiran motif tradisional menambah kesan sakral pada momen istimewa tersebut.

Namun, mempertahankan keberadaan kue Rasidah di tengah arus modernisasi membutuhkan usaha bersama. Pelatihan pembuatan kue tradisional secara rutin digelar untuk generasi muda, agar mereka memahami proses dan nilai sejarah di balik kue ini.

Kini, kue Rasidah hadir dalam berbagai varian rasa seperti cokelat dan durian, tanpa mengubah resep aslinya. Hal ini dilakukan untuk menarik minat generasi muda sekaligus memperluas daya tariknya.

Kue Rasidah bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang cerita panjang sejarah dan tradisi yang melekat padanya. Dengan setiap gigitan, ada rasa nostalgia yang membawa kita kembali ke masa lalu sambil tetap relevan dengan tradisi masa kini.

Sebagai kudapan keluarga, pelengkap acara adat, atau oleh-oleh khas, kue Rasidah terus menjadi kebanggaan Aceh Tamiang. Kelezatan dan keunikan kue ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap makanan tradisional, terdapat nilai budaya yang tak ternilai.

Komentar
Artikulli paraprakBubur Pedas Kuliner Khas Aceh Tamiang, Hidangan Kaya Rempah Lokal