Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Pemerintah Kota Lhokseumawe secara resmi meluncurkan penggunaan Bahasa Aceh dalam pelayanan publik dan lingkungan pendidikan serta perkantoran. Peluncuran ini dirangkai dengan kegiatan pembagian Bendera Merah Putih kepada masyarakat dalam rangka menyemarakkan HUT ke-80 Republik Indonesia, Jumat pagi di Lapangan Hiraq, Kota Lhokseumawe.
Wali Kota Lhokseumawe, Dr. Sayuti Abubakar, SH, MH, menyerahkan bendera secara simbolis kepada para siswa, perwakilan warga, dan tokoh masyarakat. Seluruh rangkaian acara berlangsung dalam Bahasa Aceh, mulai dari aba-aba upacara hingga laporan pemimpin upacara.
Dalam sambutannya, Wali Kota menyatakan bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremonial. Pembagian bendera diharapkan menjadi ekspresi cinta tanah air dan penguatan semangat kebangsaan. “Bendera Merah Putih adalah simbol perjuangan dan persatuan. Dengan membagikan bendera ini, kita ingin memastikan bahwa seluruh pelosok Kota Lhokseumawe turut serta dalam semarak kemerdekaan,” ujar Sayuti Abubakar.
Lebih lanjut, Sayuti juga menegaskan pentingnya revitalisasi Bahasa Aceh sebagai bagian dari identitas kultural yang kini terancam punah. “Orang Aceh, khususnya warga Lhokseumawe dan para ASN, harus mampu berbahasa Aceh. Jika komunikasi dalam bahasa Aceh tidak lagi dilakukan, maka kita akan kehilangan peradaban dan identitas keacehan yang menjadi jati diri kita bersama,” tegasnya.
Menurutnya, banyak orang tua di Aceh saat ini tidak lagi mengajarkan bahasa daerah kepada anak-anak mereka. Bahkan, ada kecenderungan malu menggunakan Bahasa Aceh. Sayuti mengutip hasil kajian yang menunjukkan bahwa Bahasa Aceh bisa hilang dalam satu generasi ke depan jika tidak segera dilestarikan.
Instruksi resmi pun telah dikeluarkan melalui Instruksi Wali Kota Lhokseumawe Nomor 100.3.4.3/5/2025 yang menetapkan penggunaan Bahasa Aceh di lingkungan sekolah dan perkantoran. Dalam instruksi itu ditegaskan pentingnya membudayakan Bahasa Aceh dalam kehidupan sehari-hari, menggunakan Bahasa Aceh setiap hari Jumat di lingkungan kerja, serta memasukkannya ke dalam pembelajaran bahasa, sastra, dan budaya Aceh sesuai kurikulum muatan lokal.
“Ajarkan, bertutur kata, dan biasakan Bahasa Aceh di kantor, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat,” seru Sayuti dalam Bahasa Aceh di hadapan peserta upacara.
Wali Kota juga menekankan integritas dalam seleksi jabatan di lingkungan pemerintahan. Ia meminta agar seluruh proses berjalan objektif dan bebas dari praktik pendekatan pribadi. “Hindari segala bentuk pendekatan pribadi atau lobi jabatan. Biarkan proses berjalan secara objektif dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tandasnya.
Acara tersebut turut dihadiri unsur Forkopimda, Sekretaris Daerah, para asisten, kepala SKPK, tokoh adat, tokoh pemuda, pelajar, serta dimeriahkan oleh penampilan seni Aceh seperti Pèh Rapai dan Seurunè Kalé oleh grup Rapai Rukon. Pembagian bendera juga dilakukan untuk siswa-siswi Sekolah Dasar sebagai bagian dari edukasi kebangsaan dan pelestarian budaya daerah.