Masjid Raya Baiturrahman: Tempat Wisata Religi Terbaik di Nusantara

Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (Foto: Analisaaceh.com)

Analisaaceh.com | Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh merupakan salah satu masjid yang memiliki nilai sejarah dan budaya bagi masyarakat Aceh dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Selain itu, Masjid yang berdiri megah di Serambi Mekah ini juga menjadi salah satu wisata religi terbaik di nusantara.

Masjid yang dibangun sejak abad ke-16 tersebut bukan hanya menjadi ikon perjuangan masyarakat Aceh, namun juga menjadi masjid tertua sekaligus termegah di Asia Tenggara.

Setiap wisatawan yang ingin berkunjung ke Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh tidak lah sulit untuk mencari lokasinya. Sebab, masjid ini berada di tengah-tengah Kota Banda Aceh dan dapat diakses dari berbagai arah di Kota Pusaka tersebut.

Wisatawan mancanegara juga dapat berkunjung ke Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Akses dari Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) pun tidak terlalu jauh dan dapat dijangkau dalam waktu 15 menit. Oleh sebab itu, dengan berbagai fasilitas dan operasioanl yang lengkap, tidak heran Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh menjadi objek wisata religi yang bagus di nusantara sejak dulu hingga kini.

Kemegahan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh dapat dilihat dari luar bangunan, seperti dengan disuguhinya gerbang utama bergaya arsitektur masjid-masjid di Spanyol dan dipadu dengan hamparan teras atau halaman masjid yang luas.

Halaman masjid ini dilengkapi pula dengan payung elektrik seperti Masjid Nabawi di Madinah yang menambah kesan kekentalan penerapan Syariat Islam di Aceh. Sebanyak 12 payung elektrik ini dapat terbuka secara otomatis pada waktu-waktu tertentu.

Hamparan halaman yang luas dipadu dengan lantai granit yang megah membuat pengunjung dan jemaah Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh lebih leluasa berkeliling dan beribadah dengan nyaman. Apalagi kendaraan pengunjung dapat diparkir di bawah dengan tingkat keamanan yang tinggi dan pengunjung dapat naik menggunakan eskalator.

Ruang bawah dan eskalator Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (Foto: Analisaaceh.com)

Sementara di dalam masjid, pengunjung atau jemaah disuguhi dengan fasilitas yang mewah, mulai dari tiang penyangga berwarna putih, lampu gantung yang indah, mihrab masjid yang megah hingga hamparan marmer yang menyejukkan setiap orang beribadah di dalamnya.

Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh memiliki tujuh kubah dan delapan menara yang menjulang tinggi. Masjid yang memiliki luas bangunan 1.500 m2 ini bahkan dapat menampung jamaah hingga 30.000 orang.

Salah satu pengunujung Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh dari Sumatera Utara (Sumut), Hendra (41) mengaku sangat senang dapat sampai dan berkunjung ke masjid kebanggaan masyatakat Aceh tersebut. Menurutnya, desain bangunan sangat bagus dengan ornamen yang klasik sehingga menambah nuansa keislaman.

“Alhamdullillah saya dapat sampai di sini, masjidnya sangat bagus dan sejuk sehingga nyaman saat kita beribadah. Menurut saya, masjid ini adalah objek wisata religi yang keren dan menenangkan,” ungkapnya.

Ruang dalam Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (Foto: Analisaaceh.com)

Para pengunjung dapat menikmati suasana Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh setiap saat. Selain ketenangan dalam beribadah, masjid ini juga dapat dijadikan sebagai lokasi wisata religi dan sejarah Islam di nusantara.

Sejarah Masjid Raya Baiturraham Banda Aceh

Masjid Raya Baiturrahman didirikan oleh Sultan Alauddin Mahmud Syah I pada tahun 1292 M. Bahan bangunan yang pertama terdiri dari kayu dan menggunakan atap dari rumbia. Belanda sempat menguasai masjid selama penyerbuan di Aceh pada tahun 1873 di bawah komando Jenderal Kohler. Bahkan Masjid Raya Baiturrahman pernah dibakar oleh Belanda pada tahun 1874 saat penyerbuan kedua.

Bangunan masjid dirancang oleh Kapten Genie Marechausse dan peletakan batu pertama dilakukan oleh Teungku Malikul Adil disaksikan oleh pembesar Belanda. Model Masjid Baiturrahman mencerminkan arsitektur Eropa dan Islam. Kubah masjid hanya satu sampai awal tahun 1935.

Pada awalnya, Masjid Raya Baiturrahman hanya memiliki satu kubah dan satu menara. Kubah-kubah dan Menara-menara ekstra baru ditambahkan pada tahun 1935, 1958, dan 1982. Hari ini Masjid Raya Baiturrahman memiliki 7 kubah dan 8 menara, termasuk yang tertinggi di Banda Aceh.

Ketika Kolonial Hindia Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada 10 April 1873, masyarakat Aceh menggunakan Masjid Raya yang asli sebagai benteng pertempuran, dan menyerang pasukan Royal Belanda dari dalam masjid. Pasukan Royal Belanda pun membalas dengan menembakkan suar ke atap jerami masjid, yang menyebabkan masjid terbakar. Jendral Van Swieten pun menjanjikan pemimpin lokal bahwa dia akan membangun kembali Masjid Raya dan menciptakan tempat yang hangat untuk permintaan maaf.

Pada 9 Oktober 1879, Belanda membangun kembali Masjid Baiturrahman sebagai pemberian dan untuk mengurangi kemarahan rakyat Aceh. Konstruksi dimulai pada tahun 1879, ketika batu pertama diletakkan oleh Tengku Qadhi Malikul Adil, yang kemudian menjadi imam pertama di Masjid Raya baru ini, dan diselesaikan pada 27 Desember 1881 ketika masa pemerintahan Sultan terakhir Aceh, Muhammad Daud Syah.

Desain masjid ini memiliki gaya kebangkitan Mughal, yang dicirikan oleh kubah besar dengan menara-menara. Kubah hitam uniknya dibangun dari sirap kayu keras yang digabung menjadi ubin.

Interiornya dihiasi dengan dinding dan pilar be-relief, tangga marmer dan lantai dari Tiongkok, jendela kaca patri dari Belgia, pintu kayu berdekorasi, dan lampu hias gantung perunggu. Batu-batu bangunannya berasal dari Belanda.

Atap masjid berbentuk kubah berjumlah lima buah dengan hiasan memolo berbentuk bulat di puncak kubah  Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasionalisme rakyat Aceh. Masjid ini adalah landmark Banda Aceh sejak era Kesultanan Aceh dan selamat dari bencana tsunami pada 26 Desember 2004 silam.

Komentar
Artikulli paraprakGubernur Harap DPD PAPPRI Aceh Fasilitasi Musisi Lokal
Artikulli tjetërPecah Ban, L300 Bermuatan Ampas Sagu Jatuh ke Jurang di Bener Meriah