Categories: NANGGROENEWS

Minta Tarik SKK Migas Dari Aceh, YARA Surati Menteri ESDM

Analisaaceh.com, Jakarta | Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta agar Kementerian menarik kewenangan SKK Migas di Aceh yang saat ini masih mengelola lapangan migas di beberapa titik di Aceh, padahal di Aceh sudah ada Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) sebagaimana telah di bentuk berdasarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh. Jakarta, Rabu, (1/7/2020).

Ladang Migas yang dipersoalkan oleh YARA berupa Lapangan produksi yang terdapat di wilayah Aceh saat ini terdiri dari (i) Lapangan Rantau, (ii) Lapangan Kuala Simpang Barat dan (iii) Lapangan Kuala Simpang Timur yang di oprasionalkan oleh PT Pertamina (Persero).

“Kami mempertanyakan mengapa masih ada ladang migas yang di kelola oleh SKK Migas, ini melanggar hukum dan merugikan Aceh, dalam pantauan kami ada tiga ladang migas yang masih di kendalikan oleh SKK Migas, yaitu dari Lapangan Rantau, Lapangan Kuala Simpang Barat dan Lapangan Kuala Simpang Timur, yang ketiganya di oprasionalkan oleh PT Pertamina,” kata Safar.

Dalam suratnya yang diantarkan langsung ke kantor Kemenetrian ESDM di Jakarta oleh Muhammad Dahlan, Humas YARA, Safar menyampaikan beberapa aturan hukum kepada SKK Migas terkait dengan kewenangan pengelolaan migas di Aceh, yaitu Pasal 160 UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang berbunyi:

  1. Pemerintah dan Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh.
  2. Untuk melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Aceh dapat menunjuk atau membentuk suatu badan pelaksana yang ditetapkan bersama.
  3. Kontrak kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi dalam rangka pengelolaan minyak dan gas bumi dapat dilakukan jika keseluruhan isi perjanjian kontrak kerja sama telah disepakati bersama oleh Pemerintah dan Pemerintah Aceh.
  4. Sebelum melakukan pembicaraan dengan Pemerintah mengenai kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Aceh harus mendapat persetujuan DPRA.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Kemudian Safar juga menambahkan pasal Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 90 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh yang menegaskan bahwa BPMA mempunyai tugas melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasanterhadap kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan Pada saat terbentuknya BPMA, semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari Perjanjian Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil Minyak dan Gas Bum antara Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang berlokasi di Aceh dialihkan kepada BPMA.

“Dalam pasal 160 UU No 11 tahun 2006, dan PP Nomor 23 tahun 2015 telah di sebutkan dengan tegas bahwa terkait dengan pengelolaan Migas di Aceh adalah menjadi kewenangan dari BPMA, dan kontrak-kontrak yang sudah ada sebelum di bentuknya BPMA juga harus di serahkan ke BPMA setelah BPMA di bentuk, namun sampai saat ini Wilayah Kerja Rantau masih berada dibawah pengelolaan SKK Migas. Pengawasan oleh SKK Migas termasuk atas lapangan-lapangan produksi yang masuk dalam wilayah Aceh jelas menimbulkan pertanyaan mengapa pengelolaan atas lapangan-lapangan produksi ini tidak dilakukan oleh BPMA, oleh karena itu kami minta agar Kementerian ESDM menarik kewenangan SKK Migas di Aceh”, tegas Safar.

YARA juga menembuskan suratnya kepada Presiden RI, Komisi VII DPR- RI, Ketua Forbes DPR/DPD Aceh, Pemerintah Aceh, DPRA dan BPMA dengan harapan kepada semua pemangku kebijakan tersebut dapat memberikan perhatian terhadap hal ini karena menyangkut permasalahan kesejahteraan masyarakat dan kewenangan Aceh. Surat tersebut di terima oleh Arif di Kementerian ESDM.

Editor : Nafrizal
Rubrik : NANGGROE
Redaksi

Editor Analisaaceh.com

Komentar

Recent Posts

Kapolda Aceh Mutasi Kasat Reskrim Nagan Raya

Analisaaceh.com, Suka Makmue | Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Aceh, Brigjen Pol Marzuki Ali Basyah, melakukan…

2 hari ago

Sejumlah Pejabat Akan Ikuti Uji Kompetensi dan Evaluasi Jabatan

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Juru Bicara Pemerintah Aceh, Teuku Kamaruzzaman alias Ampon Man, menyampaikan bahwa…

2 hari ago

Jelang Maulid, Cabai Merah Banda Aceh Tembus Rp65 Ribu

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Harga cabai merah di Banda Aceh melonjak tajam menjelang peringatan Maulid…

3 hari ago

Harga Cabai di Blangpidie Tembus Rp65 Ribu Jelang Maulid

Analisaaceh.com, Blangpidie | Harga sejumlah komoditas bahan dapur di pasar tradisional Blangpidie Kabupaten Aceh Barat…

3 hari ago

52 Ribu Guru Honorer Jadi PPPK, Rektor UIN SUNA: Bukti Keberpihakan Negara

Analisaaceh.com, Jakarta | Menteri Agama Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A menegaskan komitmen pemerintah dalam…

4 hari ago

Angka Stunting di Abdya Meningkat Jadi 830 Kasus Hingga Juli 2025

Analisaaceh.com, Blangpidie | Angka stunting di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mengalami peningkatan signifikan pada…

4 hari ago