Analisaaceh.com, Banda Aceh | Pemerintah Aceh bersama PT. Pertamina (Persero) meresmikan program pemasangan stiker pada mobil yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Aceh.
Sehingga hanya mobil yang berstiker yang boleh mengisi minyak jenis premium dan solar bersubsidi.
Terkait hal itu, Ombudsman perwakilan Aceh menilai pemasangan stiker tersebut adalah langkah yang tepat dilakukan oleh pemerintah, namun yang tidak tepat adalah penggunaan kata-kata yang dicantumkan pada stiker yang ditempel pada mobil-mobil tersebut.
“Menurut saya kebijakan itu tepat. Tetapi, kata-kata itu menurut saya kasar dan tidak sopan bagi kalangan yang benar-benar memang membutuhkan BBM Bersubsidi. Misalnya, mobil suzuki pickup milik Bang Zainon yang sehari-harinya digunakan untuk menjual dan mengantarkan air isi ulang ke pelanggannya. Kan tidak pantas ditulis begitu. Saya lihat tadi beliau kecewa dan malu dengan kata-kata seperti itu,” kata Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh Taqwaddin Husin kepada Analisaaceh.com, Sabtu (22/8/2020).
Taqwaddin mengatakan, kebijakan pemerintah dalam hal pemasangan stiker BBM bersubsidi pada mobil adalah tindakan yang justru mempermalukan rakyat. Karena pada stiker tersebut terdapat kata-kata yang tidak patut.
“Jika pemerintah memang sudah tak mampu lagi memberi subsidi premium kepada rakyatnya, maka dihapuskan saja. Hal ini lebih bijaksana ketimbang mempermalukan rakyatnya dengan cara menuliskan kata-kata yang tidak patut dalam stiker tersebut,” imbuhnya.
Selain itu, pemasangan stiker tersebut selain bermaksud untuk mobil-mobil yang memang patut menggunakannya, juga dilakukan untuk mempermalukan pemilik mobil supaya tidak mengisi BBM bersubsidi.
“Mobil yang patut tersebut menurut saya adalah mobil-mobil tua dengan CC kecil. Sedangkan mobil-mobil baru, apalagi yang berCC di atas 1500, menurut saya tidak sepatutnya mengisi BBM bersubsidi,” jelas Taqwaddin.
Oleh karena itu, guna menutupi kelangkaan BBM yang terjadi di Aceh, Ia menyarankan pemerintah supaya memperbanyak SPBU mini di setiap kecamatan. Sehingga BBM baik solar, partalite maupun Pertamax selalu tersedia dengan jumlah memadai, serta dengan harga berdasarkan patokan dari pemerintah.
“Selama ini harga premium di gampong-gampong faktanya mencapai Rp 9.000 – Rp 12.000. Padahal harga Partalite di SPBU hanya Rp 7.450,” ujarnya.
Menurutnya, andai di setiap ibukota kecamatan atau bahkan di desa-desa ada SPBU mini, maka sekalipun tidak ada lagi subsidi tidak ada masalah, asalkan barangnya ada.
“Terkait usulan ini, saya harap Pemerintah memberikan kemudahan perizinan bagi usahawan atau Badan Usaha Milik Desa untuk membuka usaha SPBU Mini di kecamatan-kecamatan,” pungkasnya.
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) resmi membentuk susunan keanggotaan alat kelengkapan…
Analisaaceh.com, Meuredue | Penyidik Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Aceh menyerahkan dua tersangka kasus illegal logging…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Gubernur nomor urut 01, Bustami Hamzah…
Analisaaceh.com, Suka Makmue | Satreskrim Polres Nagan Raya menangkap MS (53), terduga pelaku penembakan warga…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Atlit tunggal putri SMPN 1 Lhokseumawe akan menantang atlit SMPN 1 Arun…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadli, secara resmi melantik dan…
Komentar