MPA Terancam Vakum, Proses di Komisi 7 DPR Aceh Mandek

Dekan FKIP Universitas Serambi Mekkah, Jalaluddin, foto: ist

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Majelis Pendidikan Aceh (MPA) terancam vakum menyusul mandeknya proses pengesahan anggota oleh Komisi 7 Bidang Keistimewaan dan Kekhususan Aceh DPR Aceh periode 2024–2029. Hal ini disampaikan Dekan FKIP Universitas Serambi Mekkah, Jalaluddin, yang turut menjadi peserta Musyawarah Besar MPA.

“Sangat ironis, Qanun Nomor 7 Tahun 2022 yang mereka inisiasi sendiri justru diabaikan. Padahal, jika dibandingkan dengan Qanun Nomor 6 Tahun 2006 yang telah mereka cabut, mekanisme dan tahapan melalui qanun baru ini jauh lebih terbuka, partisipatif melibatkan banyak unsur dan akuntabel,” Ungkap Dr. Jalaluddin, Rabu (7/5/2025) di Banda Aceh.

Padahal, Jalaluddin menilai Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2022 tentang Majelis Pendidikan Aceh, yang merupakan inisiatif DPRA yang telah mengatur mekanisme seleksi yang lebih ketat, transparan, dan partisipatif dibandingkan aturan aturan qanun tahun 2006 sebelumnya yang telah mereka cabut.

Qanun Nomor 7 Tahun 2022 memperketat proses seleksi menjadi anggota MPA melalui tahapan mekanisme berjenjang penjaringan, penyaringan, Musyawarah Besar (Mubes), peranan komisi 7 DPRA memilih 5 orang kandidat ketua dari 21 nama yang terpilih dari Mubes dan terakhir Gubernur Aceh memilih Ketua dan Wakil ketua.

Namun tahapan setelah Mubes, dimana Gubernur Aceh telah mengajukan 21 nama hasil Mubes ke DPR Aceh melalui komisi 7 DPR Aceh yang diberi mandat untuk melakukan wawancara dan menetapkan 5 nama terbaik yang akan dikirim Kembali ke Gubernur Aceh macet belum di proses. Hingga kini, proses itu tak kunjung dilanjutkan oleh DPR Aceh periode saat ini.

Lebih lanjut, Dr. Jalaluddin menilai ada ketidakkonsistenan dalam sikap Komisi 7 DPR Aceh. Terkesan tidak memprosesnya, malah diluar beredar isu bahwa Komisi 7 DPRA akan melakukan rektrumen ulang sendiri seperti KIP, walau dalam qanun tidak ada norma hukum demikian.

Bahkan ia menyoroti ketidakpercayaan Komisi 7 DPR Aceh terhadap hasil Mubes yang sudah berjalan sesuai Qanun dan Pergub yang berlaku. Jika DPR Aceh ragu terhadap kinerja kepanitiaan dari sekretariat MPA, Ir. T. Mirzuan, MT. , hingga nama-nama tim yang menguji kompetensi dalam tahapan penjaringan dan penyaringan peserta yang mendaftar seperti Prof. Dr. Ir. Abdi A. Wahab, M. Sc (Ketua), Prof. Dr. Nazamuddin, MA (Sekrektaris), Prof. Dr. T. Zulfikar, S. Ag., M. Ed (Anggota), Prof. Dr. Sofyan A. Gani, MA (Anggota), Prof. Dr. Ir. Syamsul Rizal (Anggota), seharusnya DPR Aceh dapat dengan mudah memanggil mereka-mereka. Bukan malah menjadikan lembaga keistimewaan tidak istimewa dan membiarkan isu tidak baik berkembang.

“Kalau proses Mubes yang sah sesuai qanun dan pergub serta melibatkan banyak orang untuk memilih pengurus MPA tidak dipercaya, maka saya usulkan bubarkan saja lembaga keistimewaan di Aceh. Ini akan menjadi karya monumental dari komisi bidang keistimewaan DPR Aceh. Supaya Rakyat Aceh perlu tahu, bahwa di bawah kepemimpinan Muallem–Dekfad dan dibawah ketua DPR Aceh Zulfadli, lembaga-lembaga keistimewaan dibubarkan untuk efisiensi anggaran negara, karena sesungguhnya yang beruntung dari eksistensi semua lembaga istimewa di Aceh adalah ASN di sekrektariat, mereka menjadi orang-orang kaya di Aceh” tegasnya Dekan FKIP Universitas Serambi Mekkah itu.

Ia juga menyarankan agar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh ke depan, tidak perlu lagi ada pembahasan terkait kelompok kerja (pokja) keistimewaan.

“Untuk apa bicara lembaga keistimewaan Aceh? Kalau sesama orang Aceh penuh dengan kecurigaan. Dalam perang dulu berjuang atas nama keistimewaan, dalam damai bergerak untuk mengebirinya. Kalau lembaga yang bersejarah yang sudah ada saja tidak mendapat asistensi program eksekutif dan legislatif, maka sudah layak dibubarkan” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, peserta Mubes MPA yang memiliki hak pilih berjumlah 44 orang terdiri mewakili berbagai unsur pemangku kepentingan pendidikan di Aceh yang sesuai dengan qanun dan pergub, seperti: PGRI, IGI, PGMI, Wakil Ketua MPU, Dayah Ulee Titi, Dayah Ishafuddin, Kepala Kanwil Kemenag Aceh, Dinas Pendidikan Aceh, Kepala Dinas Pendidikan Dayah, Perwakilan Komite Sekolah, Biro Hukum Setda, Biro Keistimewaan Setda Aceh, BKOW, Forum Anak Aceh, Balai Syura Inoeng Aceh, KADIN Aceh, serta tokoh-tokoh pendidikan dan budaya seperti Prof. Drs. Yusni Saby, MA, Ph.D, Mawardi Ismail, M. Hum, Prof. Dr. Warul Walidin, Ak, MA, Suraiya Kamaruzzaman, ST., MT, T.A. Sakti, Nabhani HS, DA Kemalawati, dan lainnya.

Mereka telah mengikuti Mubes yang digelar pada 25 April 2024 di Hotel Hermes, Banda Aceh, dengan pimpinan sidang Dr. Edwar M. Nur, SE., MM, Almunzir, dan Hj. Nurhayati, serta disaksikan oleh Prof. Dr. H. Muhibbuththabary, M.Ag (Wakil Ketua MPU) dan Ismaidar, M.Pd.

“Saya berkomentar karena tanggungjawab moral saja sebagai salah seorang peserta Mubes yang ditetapkan dengan Pergub mewakili unsur akademisi kampus USM, berharap Kepala Sekrektariat MPA, para profesor yang tergabung dalam tim penguji kompetensi dan para peserta Mubes lainnya dapat memberi pandangan yang relevan, terbuka dan apa adanya, supaya kita tidak malu dengan asumsi jahat yang beredar, untuk ikhtiar memajukan pendidikan Aceh yang lebih baik, sudah saatnya berani bicara, tidak perlu khawatir atas intervensi, karena jalan yang benar pasti mendapat kemuliaan.”Ajak Dr. Jalaluddin, M.Pd

Kondisi stagnan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa keistimewaan Aceh dalam bidang pendidikan akan kehilangan arah dan kepercayaan publik. Padahal melalui kebijakan baru atas inisiatif DPR Aceh melalui Qanun Nomor 7 Tahun 2022, kewenangan MPA telah diperluas dan sangat strategis seperti disebutkan dalam Pasal 8 ayat 2 yaitu MPA mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan/atau rekomendasi terhadap penyusunan dokumen penganggaran pada SKPA/Biro yang melaksanakan urusan pemerintahan berkaitan dengan penyelenggaraan Pendidikan di Aceh.

Komentar
Artikulli paraprakHarga Jengkol di Abdya Tembus Rp12 Ribu per Kilogram
Artikulli tjetër1 Unit Rumah Warga Gampong Tangah Abdya Hangus Terbakar