Naik Haji di Usia 100 Tahun, Awan Dahlan Tetap Bugar

Awan Dahlan bersama istri, foto: Kemenag Aceh

Analisaaceh.com, Aceh Tengah | Kakek Awan Dahlan, usianya sudah 100 tahun saat ia sudah terpanggil untuk memenuhi panggilan ke tanah suci. Ia menjadi jemaah tertua yang Aceh yang berangkat tahun ini.

Panggilan ini dipenuhi bersama dengan istrinya, Anan Dahniar yang juga sudah berusia 95 tahun, usia yang sudah sangat sepuh bagi ukuran orang Indonesia.

Awan adalah sapaan hormat dalam Bahasa Gayo untuk memanggil kakek, sedangkan anan sebutan untuk nenek.

Di rumahnya, di Tapak Moge Timur Kecamatan Kute Panang, Aceh Tengah, keduanya sumringah. Tentu saja, karena pasangan gaek ini akan berangkat ke tanah suci 20 Mei 2025 mendatang.

Hari itu, 29 April 2025, keduanya baru saja pulang dari puskesmas (pusat kesehatan masyarakat) untuk suntik vaksin.

“Ini yang kedua,” ujar Dahniar dengan logat Gayo yang khas.

Suntik kedua yang dimaksud adalah vaksin polio. Pemerintah Indonesia menegaskan kewajiban vaksinasi, baik untuk seluruh jemaah maupun petugas haji. Selain vaksin meningitis yang telah menjadi syarat wajib selama ini, mulai tahun ini juga diwajibkan vaksinasi polio.

“Kewajiban vaksinasi polio bagi para jemaah dan petugas haji mengikuti ketentuan Kementerian Kesehatan Arab Saudi yang dikeluarkan Maret 2025 bagi para pelaku perjalanan dari Indonesia,” jelas Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI, Liliek Marhaendro Susilo sebagaimana siaran resmi dari Kementerian Agama (Kemenag) RI.

Aturan itu ditujukan bagi negara yang pernah mengalami kasus polio selama satu tahun terakhir.

Selain itu, seluruh jemaah haji juga wajib memenuhi syarat istitaah kesehatan sebelum melunasi biaya perjalanan haji (Bipih).

Istilah kesehatan ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 142 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengisian Kuota Haji Reguler dan Pelaksanaan Pembayaran Pelunasan Bipih Reguler.

Untuk memenuhi syarat-syarat istitaah kesehatan, jemaah haji akan melewati pemeriksaan medis menyeluruh, meliputi pemeriksaan fisik, kognitif, mental, dan kemampuan menjalankan aktivitas harian.

Menurut pengakuan Awan Dahlan, dari hasil pemeriksaan kesehatan, tidak ada penyakit serius yang dideritanya.

“Nggak ada, katanya (dokter), Nggak apa-apa,” kata Dahlan yang merupakan jemaah haji tertua di Aceh tahun ini.

Di usianya yang renta, Awan Dahlan masih tampak bugar, sehari-hari ia masih rutin ke kebun kopinya. Matanya terang, hanya sesekali memakai kacamata untuk membaca dan masih mengendarai motor ke kebunnya. Berbicara dengannya tidak harus berteriak, ia masih mendengar jelas.

“Yang lupa Bapak ni, ingatannya,” ucap Dahniar, “kune kase, iso (entah gimana nanti, di sana–Arab).”

Tapi lupa ingatannya tidak parah, tidak sampai demensia yang membuatnya lupa arah rumah atau kebunnya.

“Paling waktu aja, dia lupa. Hmm. Mesti, ayo salat. Kalau udah lama-lama, akhirnya jadi enggak tahu,” kata perempuan yang mempunyai sembilan orang anak tersebut.

Meski demikian, pasangan sepuh ini mengaku sudah siap untuk berangkat ke tanah suci. Semua persyaratan sudah diselesaikan, bimbingan manasik tidak pernah alpa dihadirinya. Program senam lansia di puskesmas juga diikutinya.

“Alhamdulillah, lahir batin” kata Dahniar.

“Mudah-mudahan, masih sehat. Saya malah kepikiran sama yang dorong-dorong aja, saya pikir. Kan, ramai-ramai juga itu, iya kan?” ujar Dahlan membayangkan ketika di Masjidil Haram nantinya.

Awan Dahlan tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 3 Embarkasi Aceh. Ia akan berangkat bersama jemaah lainnya dari Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Banda Aceh.

“Alhamdulillah bisa mengunjungi ka’bah tiga kali. Berkah umur, Alhamdulillah,” ujar kakek 12 bersaudara ini.

Dahlan sudah pernah melakukan umrah bersama istrinya. Setelah dua kali menginjakkan kaki di tanah suci, Awan dan Anan ini baru terpikir untuk mendaftar haji.

“Ulak umrah (pulang umrah) ni,” ujar Dahniar sambil mengingat-ingat kembali tahun mereka pernah ke tanah suci.

Setelah pulang dari umrah yang kedua, barulah keduanya punya niat mendaftar haji.

“2017 pergi. 2018 berhenti, 2019 pergi lagi. Pulang umrah dua kalinya, terus daftar haji,” kata Dahniar melanjutkan.

Di usianya yang senja, Dahlan dan Dahniar berangkat ke tanah suci berdua, sebagaimana penah dua kali berumrah, juga berdua. Anak-anak tidak ikut mendampingi. Dari sembilan orang, baru dua anaknya yang sudah mendaftar haji.

“Dua kali umrah berdua. Alhamdulillah, nggak ada pisah-pisah. Berangkat haji, berdua,” ucap Dahniar.

Keduanya mendaftar haji dari hasil kebun. Begitu pun umrah. Meski pun masih memiliiki beberapa petak sawah warisan di kampungnya, Atang Jungket Kecamatan Bies Aceh Tengah, Dahlan mengaku dana yang digunakan untuk mendaftar haji semuanya dari hasil kebun kopi.

Semuanya kebun, izin Allah. Dari kopi semuanya, kumpul-kumpul kami.”

Ditanya berapa luas kebunnya, Dahlan hanya tertawa. “Sedikit,” katanya tersenyum merendah.

Ia menunjuk satu kebun kopi di sekeliling rumahnya dan satunya lagi yang jauh.

“Satu di bawah, jauh bang, ada satu kilo (jaraknya),” ujar Munawar, anak bungsunya yang berusia 42 tahun.

Menurut Munawar, dari kebun tersebut bisa menghasilkan 30-40 kaleng sekali panen. Satu kalengnya kalau digabahkan sekitar 4 bambu (sekitar 1,2 kg).

“Itu sekali panen, dua minggunya (kemudian) panen lagi,” ujarnya.

Di musim panen, jelas Munawar, dari Oktober sampai Januari bisa mencapai 10 kali panen. Sementara di Februari-Maret agak kurang. “Tapi yang ini mau putus, bulan sembilan (September) lagi nanti.”

Dahlan bercerita, akhir tahun lalu hasil kebunnya mencapai 60 kaleng sekali panen. Hasil kebun itu digunakan untuk melunasi Bipih ketika namanya diumumkan sebagai jemaah yang berhak melunasi di tahun ini.

“Pelunasan sekali terus, enggak ada cicil-cicil, Insyaallah, lancar,” kata Dahlan.

Komentar
Artikulli paraprakSamsung Research Mengungkap Inovasi Audio Eraser, Fitur AI Yang Disukai Konsumen Indonesia 
Artikulli tjetër3 Unit Ruko di Sungai Raya Aceh Timur Ludes Terbakar