Nilai Uqubat Cambuk Untuk Pelaku Pemerkosaan Terhadap Anak Kurang Tepat, MA Gelar FGD di Aceh

Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Republik Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait formulasi aksentuasi jenis uqubat terhadap pelaku jarimah pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak pada Rabu (6/10/2021) di Hotel Hermes Palace Banda Aceh

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Republik Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait formulasi aksentuasi jenis uqubat terhadap pelaku jarimah pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak pada Rabu (6/10/2021) di Hotel Hermes Palace Banda Aceh.

Kegiatan tersebut berawal dari adanya beberapa putusan Mahkamah Syar’iyah di Provinsi Aceh, yang disinyalir memiliki problem, utamanya terkait bentuk uqubat (sanksi) yang harus diterapkan kepada pelaku jarimah (delik) pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak.

Kepala Pusat Litbang Kumdil MA‐RI Dr. H. Andi Akram, SH., MH dalam laporannya menyampaikan bahwa, FGD itu menghadirkan narasumber yang ekspert di bidangnya. Kegiatan tersebut merupakan FGD yang kedua setelah yang pertama dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2021.

Melalui kegiatan itu diharapkan tim peneliti mendapat masukan serta informasi yang mendalam terkait jenis uqubat yang berkeadilan dan demi kepentingan terbaik anak selaku korban pemerkosaan dan/atau pelecehan seksual.

“Oleh karena itu mari kita diskusikan persoalan ini dengan cermat, hati-hati dan bijak, agar supaya dalam diskusi ini dapat menghasilkan rumusan yang memberikan kontribusi bagi peneliti, dalam rangka terwujudnya keadilan yang kita kehendaki bersama,” ujar Andi.

Koordinator FGD, Dr. Drs. H. Nurul Huda, SH., MH menyampaikan, FGD penelitian tersebut merupakan pendekatan yang umum digunakan untuk mengumpulkan data informasi pada penelitian kualitatif, dapat kita cermati bahwa pelaku jarimah pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak, merupakan predator yang sangat menakutkan dan menjadikan anak selaku korban, akan mengalami traumatic, baik mental maupun fisik.

“Karena itu rasanya uqubat cambuk bagi terdakwa dirasa kurang tepat, sebab setelah terdakwa dicambuk dan kemudian bebas, akan menambah beban psikologis anak selaku korban, bila bertemu kembali dengan terdakwa,” katanya.

“Oleh karena itu, kami yang terlibat sebagai team peneliti, hendaknya persoalan ini menjadi perhatian khusus dan kami akan melaksanakan penelitian ini dengan cermat, hati‐hati dan bijak. Dan tentu akan melibatkan semua stakeholder terkait, supaya penelitian yang kami lakukan ini dapat menghasilkan rumusan yang komperehensif yang memberikan kontribusi bagi lembaga holistik, dalam rangka terwujudnya keadilan dan pembangunan supremasi hukum jinayat yang berprespektif semata bagi “demi kepentingan terbaik anak,” ungkap Nurul Huda.

Sementara itu Kepala Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, Dr. Zarof Ricar, S.H., S.Sos., M.Hum mengatakan, salah satu ketentuan pidana di Indonesia adalah Qanun Aceh, dan Formulasi yuridis ini diberlakukan khusus di Aceh. Sebagaimana diketahui bahwa Satu sisi ketentuan Pasal 47 dan 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, memberikan peluang kepada Hakim untuk memilih jenis uqubat (sanksi), dapat berupa cambuk atau denda atau penjara.

“Sementara ketentuan lain di Pasal 73 ayat (3) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, menggariskan, dalam hal uqubat (sanksi) pada qanun bersifat alternative antara penjara, denda atau cambuk, maka yang dijadikan pegangan adalah uqubat (sanksi) cambuk,” ujarnya saat memberi sambutan dalam pembukaan kegiatan FGD.

Kemudian di sisi lain, sambung Zarof Ricar, Undang‐Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2016, mengamanatkan bahwa anak sebagai tunas bangsa, merupakan generasi muda yang punya potensi sebagai penerus cita‐cita perjuangan bangsa.

“Selain itu, anak juga mempunyai kedudukan sebagai aset yang mempunyai nilai investasi dunia akhirat. Karenanya, anak harus mendapatkan perlindungan dari segala jenis kekerasan dan diskriminasi,” imbuhnya.

Editor : Nafrizal
Rubrik : NEWS
Komentar
Artikulli paraprakCara Transfer Saldo OVO Tanpa Upgrade Akun Premier
Artikulli tjetërRatusan Pimpinan Dayah Antusias Ikut Sosialisasi Vaksinasi