Analisaaceh.com | Ide wisata halal dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif rencananya diterapkan di beberapa daerah seperti Bali, NTT, dan Danau Toba Sumatera Utara. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wisnutama yang mengharapkan daerah-daerah tersebut agar menyiapkan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan wisatawan muslim.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Safaruddin S.Sos, MSP mengatakan, kontroversional masalah ide wisata hal tersebut menarik baginya untuk dilihat lebih jauh, sebab mengingat Provinsi Aceh tanpa diminta sudah pasti akan menyajikan dan menjual wisata halal sesuai dengan kearifan lokal daerah serta masyarakatnya.
“Salah satu yang menjadi headline media massa nasional adalah kontroversial mengenai ide wisata halal di beberapa daerah di Indonesia, sebab Provinsi Aceh tanpa diminta sudah pasti akan menyajikan dan menjual wisata halal,” ujarnya saat berada di Jakarta bersama Pimpinan Anggota Dewan lainnya guna menerima Surat Keputusan pimpinan definitif untuk DPRA periode 2019-2024.
Safaruddin menjelaskan, sebenarnya yang disampaikan oleh Wisnutama yang kini menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah daerah-daerah tersebut diharapkan menyiapkan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan wisatawan muslim. Bupati Kabupaten Samosir, Gubernur NTT, sampai anggota DPR RI I Wayan Sudirta terpancing untuk menanggapi wacana tersebut.
“Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, kita selaku masyarakat serta Pemerintah Aceh apa yang bisa kita ambil dari gejolak yang muncul ini?, apa yang bisa kita selaraskan untuk kepentingan Pariwisata Aceh saat ini dan ke depan?,” tanyanya.
Pada tahun 2030 nanti diperkirakan satu dari tiga orang penduduk dunia adalah seorang muslim, kurang lebih akan mencapai angka 26% populasi manusia pada saat itu. Tahun depan (2020) diperkirakan jumlah wisatawan muslim naik dari angka 131 juta menjadi 156 juta manusia, dan dari laporan Indonesia Muslim Travel Index tahun lalu (2018) menyimpulkan, ke depan yang menjadi alasan mengapa para wisatawan muslim ingin berkunjung ke suatu tempat adalah tersedianya kuliner halal dan fasilitas tempat ibadah, di mana secara detail disebutkan juga ‘terbebas dari lingkungan non-halal dan menjunjung privasi’ selain kemudahan akses, lingkungan, komunikasi, serta layanan.
“Sebagai perwakilan masyarakat Aceh saat ini, saya ingin mendorong untuk kita bersama-sama melihat peluang dan menjadi daerah yang mendapat manfaat dari data-data yang tersaji di atas,” ungkapnya.
Melihat gonjang-gajing serta penolakan perihal pariwisata halal yang digencarkan di daerah-daerah mayoritas non-muslim, kata Safaruddin, maka dapat memberikan angin segar bagi Aceh untuk menjadi tujuan destinasi wisata religi di Indonesia. Kabupaten dan Kota di Aceh diharapkan dapat menciptakan paket-paket wisata religi yang menarik bagi wisatawan nasional maupun internasional, misalnya pada Bulan Ramadhan serta moment kegiatan keislaman lainnya.
“Selain itu tentunya yang menjadi pondasi utama menuju Aceh tujuan wisata religi adalah tersedianya infrastruktur, sarana dan prasarana utama serta pendukung, misalnya fasilitas ibadah yang nyaman, fasilitas toilet yang baik, dan fasilitas wisata religi lainnya. Untuk yang berhubungan dengan hal teknis seperti penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana tentunya menjadi tugas pokok dari Pemerintah Daerah untuk mewujudkannya,” jalas Politikus Gerindra tersebut.
Yang menjadi segmen dan target dari ‘Pariwisata Halal’, lanjut Safaruddin, adalah kelas menengah muslim serta millenial muslim. Tentunya yang disadari adalah yang menjadi sasaran tidak hanya masyarakat muslim dunia, tetapi juga para muslim di Indonesia karena pasarnya juga tidak kalah menarik dan potensial.
“Bulan lalu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata baru saja menggelar program Estafet Budaya Aceh, mengangkat tema yang sangat bagus menurut saya yaitu Generasi Milenial. Saya berharap untuk tahun depan program dan kegiatan yang akan dilakukan benar-benar sesuai kebutuhan pengembangan Pariwisata dan Kebudayaan Aceh secara keseluruhan, dilaksanakan dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai perkembangan zaman, dengan mempertahankan nilai-nilai kebudayaan dan tradisi Aceh,” kata Safaruddin.
Ia juga berharap, Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berkaitan dengan bidang Pariwisata dan Kebudayaan ke depan harus disusun sesuai dengan kebutuhan destinasi-destinasi wisata yang memberikan dampak positif bagi masyarakatnya.
“Saya ingin konsep ekowisata ke depan benar-benar dapat diimplementasikan dengan baik dan benar, konsep tersebut pada intinya bertujuan untuk melakukan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab, yang ditujukan untuk konservasi lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal,” ungkap Safaruddin yang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh periode 2019-2024.
[the_ad id=”9403″]
Jika konsep ekowisata tersebut bisa diterapkan, lanjut Safaruddin, maka Aceh sebagai sebuah destinasi bagi wisatawan muslim bisa mendapatkan keuntungan berupa pelestarian lingkungan dan budaya secara bersamaan, juga keuntungan ekonomis bagi komunitas / kelompok pariwisata serta penduduk lokal. Pemerintah, pihak swasta, pengelola, maupun masyarakat diharapkan memahami prinsip-prinsip penerapan ekowisata, mulai dari mengurangi dampak buruk dari pariwisata, membangun pemahaman tentang pentingnya menghargai alam dan budaya, menyajikan pengalaman yang positif dan menyenangkan bagi turis maupun masyarakat setempat, memastikan keuntungan finansial yang bisa langsung dirasakan untuk kepentingan konservasi serta memberi keuntungan finansial juga bagi pemberdayaan bagi kelompok / masyarakat lokal.
Menurut Safaruddin, seluruh jajaran Pemerintah Daerah sudah saatnya turun untuk menyerap masukan dan melihat kondisi real yang berhubungan dengan Pariwisata dan Kebudayaan Aceh. Ke depan pelaksanaan program dan kegiatan diharapkan disajikan dengan mengadopsi peran teknologi informasi di mana selain menjadi jalur publikasi serta promosi secara global, juga menjadi ruang untuk menjangkau dan mengikutsertakan para kawula muda.
“Komunitas Pariwisata seperti GenPI (Generasi Pesona Indonesia) Aceh, pada blogger, vlogger, serta influencer ke dapan saya harap menjadi mitra pemerintah dalam menjadikan Aceh sebagai tujuan wisatawan muslim dunia. Seperti pesan yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bapak Tito Karnavian saat penyerahaan SK Pimpinan DPRA, di mana diharapkan untuk seluruh program nasional dapat diselaraskan dengan program di APBA, maka saya berpendapat untuk bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini antara Aceh dan Pemerintah Pusat mudah untuk dicari benang merahnya,” pungkas Safaruddin.
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Sebanyak lima ruko tempat usaha di Gampong Lambheu, Simpang Lampu Merah…
Analisaaceh.com, Tapaktuan | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi Partai Aceh (PA), T.…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe sukses menyelenggarakan debat kedua calon Wali Kota…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Aceh bekerja sama dengan Development for…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Panitia Pengawasan Pemilihan Aceh (Panwaslih) Aceh memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa…
Komentar