Pedagang Daging Meugang di Langsa Keluhkan Pungutan Retribusi

Para pedagang daging musiman di jalan Pekong Kota Langsa Kecamatan Langsa Kota. Foto : Analisaaceh.com/Chairul

Analisaaceh.com, Langsa | Sejumlah pedagang daging meugang di Kota Langsa keluhkan tingginya biaya retribusi pasar yang dipungut oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota setempat.

“Kami harus mengeluarkan uang sebesar 160 ribu rupiah untuk dapat berjualan di sini. Yang paling besar untuk membayar retribusi pasar sebesar 120 ribu rupiah, padahal dinas tersebut tidak memberikan fasilitas,” ujar Yusuf salah seorang penjual daging di Jalan Simpang Pekong kota Langsa, saat ditemui Analisaaceh.com, Kamis (20/04/2023).

Menurut dirinya, pengutipan retribusi pasar oleh orang yang mengaku dari Disperindagkop dan UKM Kota Langsa tanpa menggunakan atribut ataupun tanda pengenal itu terkesan seperti pembayaran upeti pada masa penjajahan.

“Dalam surat tanda terima retribusi pasar Kota Langsa tersebut tertera tulisan Qanun Kota Langsa nomor 17 Tahun 2010 tentang retribusi pemakaian kekayaan daerah. Karena itu kami bertanya kekayaan daerah yang mana yang telah kami pakai,” tagasnya.

surat tanda terima retribusi pasar Kota Langsa
surat tanda terima retribusi pasar Kota Langsa

“Kalau di pinggir jalan ini disebut kekayaan daerah, berarti ini kan wewenang Dishub, bukan Disperindagkop dan UKM,” pungkasnya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Langsa Mahlil SH, saat dikonfirmasi wartawan, melalui pesan WhatsApp, membenarkan adanya pengutipan retribusi pasar kepada para penjual daging musiman tersebut.

“Retribusi lapak daging meugang kontrak kerja pihak ketiga, maka pihak ketiga yang langsung setor ke kas daerah sesuai target yang sudah ditetapkan oleh exekutif dan legislatif. Dinas untuk target PAD hanya tiga kali hari meugang, sebelum covid dan wabah PMK lapak meugang retribusi 150 ribu rupiah,” katanya.

Mahlil menjelaskan, bahwa mengapa dalam surat tanda terima retribusi itu tidak dituliskan nama pedagang, dikarenakan nama pemberi atau pembayar bisa buat kwitansi pihak ketiga bukan dinas karena retribusi tidak wajib nama pembayar kecuali pajak daerah.

“Retribusi boleh perorangan tidak harus CV. Sementara itu badan jalan termasuk kekayaan daerah milik Negara. Pinggir jalan masuk dalam kekayaan daerah, Dishub parkir, jualan masuk Disperindag,” jelasnya.

Saat ditanya mengapa badan jalan digunakan sebagai tempat berjualan walaupun secara aturan tidak diperbolehkan atau dilarang, Mahlil menjawab jika hal itu memang benar namun lantaran para pedagang hanya berjualan selama dua hari maka diperolehkan.

“Betul sekali tapi untuk lapak megang di kota, jalan kita pakai untuk dua hari saja bukan jualan untuk jangka waktu lama. Itu kebijakan kepala daerah untuk kepentingan orang ramai,” tuturnya.

“Malah data yang ada banyak pedangang daging dari luar Kota Langsa yang jualan disini. Siap jualan pulang sampah-sampah dan jalan harus di cuci tugas LH setiap selesai meugang,” pungkasnya.

Komentar
Artikulli paraprakIni Identitas Pemotor Tewas Tertimpa Tiang Listrik di Aceh Selatan
Artikulli tjetërHaji Uma Serahkan Bantuan Kepada Keluarga TKI Asal Abdya yang Meninggal di Malaysia