Oleh : Dedy Saputra ZN, S. Sos.I.
Ketua Umum REHABILITASI SOSIAL pintu hijrah.
Saya tidak tahu apa yang tepat disebut tulisan ini, opini atau bukan ataupun nama lain dalam aturan jurnalistik. Yang pasti saya hanya ingin mengemukakan pendapat melalui tulisan ini,
Terkait dengan kerja PEKSOS (Pekerja Sosial) dan Konselor Adiksi di bumi Serambi Mekkah ini, menurut saya kurang mendapat perhatian banyak pihak. Persoalan Narkotika Di Aceh akhir-akhir ini sudah begitu meresahkan masyarakat Aceh.
Korban Penyalahgunaan Narkotika (KPN) mencapai angka ribuan dengan masa depan yang sudah tidak punya harapan baik lagi, sebagian orangtua berputus asa dengan situasi anaknya yang menjadi pecandu. Istri minta cerai akibat tidak tahan atas perlakuan suami yang kecanduan, masyarakat banyak resah karena situasi lingkungan sosialnya sudah tidak aman dari pencurian dan penjarahan harta benda,
Aceh benar-benar terpuruk kedasar keburukannya, semua orang dan semua kalangan mengeluhkan situasi ini dan sebagian pemangku kebijakan hanya berteriak dalam berbagai seminar dan sosialisasi tentang bahaya Narkotika.
Setuju atau tidak saya mengatakan Aceh hampir berhasil dijajah oleh musuh tanpa rupa bernama Narkoba, hampir setiap hari berita tentang penangkapan kurir dan bandar tersuguh hangat diberbagai media cetak dan online,
Tetapi sayangnya korban semakin berjatuhan, namun detik-detik kritis seperti ini, Tuhan masih sayangi kita semua dengan menghadirkan para pejuang sejati pecinta negeri yang disebut pekerja sosial dan konselor adiksi.
Pekerja sosial dan konselor adiksi dengan gaji rendah berjuang ikhlas menyelamatkan para korban penyalahgunaan Narkotika diberbagai panti Rehabilitasi di Aceh. Berbagai tantangan dihadapi dengan sabar tanpa rasa mengeluh,
Saya terkadang merasa mereka adalah pasukan khusus yang diutus ke bumi dengan tugas menyelamatkan generasi bangsa ini. Saya secara pribadi sebagai salah satu penggagas rehabilitasi di Aceh benar-benar merasa kagum pada mereka yang berprofesi Peksos dan Konselor di negeri ini.
Terutama para konselor, disamping tantangan dalam memberikan pelayanan juga tekanan dari banyak pihak, memang diakui para konselor sebagian hanya sekolah tamatan SLTA, sehingga sering sekali dianggap oleh sebagian orang kurang mumpuni dalam melakukan pelayanan.
Tetapi sebagai pendiri panti rehabilitasi dan berdasarkan pengalaman yang saya saksikan sendiri, saya berani katakan mereka lebih hebat daripada kepala bidang ataupun kepala dinas diberbagai instansi pemerintah,
bagaimana tidak, ratusan orang yang tadinya kehilangan harapan masa depan karena kecanduan narkoba kembali pulih dan produktif bahkan menjadi model bagi manusia lainnya berkat sentuhan para Peksos dan Konselor adiksi ini,
Ratusan orang tua yang dulunya putus harapan terhadap anaknya karena kecanduan, kembali tersenyum bahagia setelah mendapat pendampingan para Peksos dan Konselor adiksi.
Begitu juga ratusan keluarga yang tadinya hampir runtuh dengan perceraian kembali rukun bahkan menjadi keluarga bahagia yang diidamkan banyak orang, semua berkat kesabaran, keuletan para pekerja sosial dan konselor adiksi.
Jadi kiranya tidaklah berlebihan jika saya menyebut Peksos dan Konselor adiksi adalah pahlawan hebat dimasa ini, mereka adalah pejuang sejati yang seyogyanya dihormati, bukan dicaci, didukung bersama. karena siapapun boleh mengelola milyaran anggaran,
Siapapun boleh menjadi pimpinan lembaga yang berteriak dan mendesain di balik meja bagaimana menyelamatkan generasi, tetapi para Peksos dan Konselor adiksi terjun tak perlu meja dan mikrofon, tak perlu kenaikan pangkat atau dekat dengan pejabat,
Mereka langsung melayani satu persatu para generasi bangsa yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika diberbagai panti rehabilitasi. Pelayanan itu dilakukan tanpa berharap balasan dan penghargaan dari siapapun termasuk atasannya sendiri.
Wallahua’lam.
Editor: Riri Isthafa Najmi