Analisaaceh.com, Banda Aceh | Polda Aceh mengungkap kasus penyelundupan 150 etnis Rohingya yang terdampar di perairan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, sebagai tindak pidana perdagangan manusia (TPPM). Tiga terduga pelaku, berinisial F (35), A (33), dan I (32), telah ditangkap, sementara delapan orang lainnya masih dalam pengejaran polisi.
Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Joko Krisdiyanto, mengungkapkan bahwa kasus ini terungkap setelah ditemukannya mayat perempuan di sekitar pelabuhan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, pada Kamis, 17 Oktober lalu. Sehari setelah penemuan itu, masyarakat melaporkan adanya kapal yang terombang-ambing sekitar 4 mil dari pantai Labuhan Haji.
“Pengungkapan itu berawal dari penemuan mayat di perairan Labuhan Haji. Sehari setelahnya, terlihat kapal yang terombang ambing sekitar 4 mil dari bibir pantai. Setelah diselidiki, ternyata ada 150 etnis Rohingnya di dalamnya, di mana tiga di antaranya sudah meninggal dunia,” kata Joko, dalam konferensi di Polda Aceh, Senin (21/10/2024).
Setelah dilakukan pendalaman, kata Joko, diketahui bahwa etnis Rohingya tersebut berangkat antara 9—12 Oktober 2024 dari Cox’s Bazar menuju Laut Andaman. Selanjutnya, pada 13 Oktober 2024, mereka bergerak dari Laut Andaman hingga mencapai sekitar 4 mil dari pesisir pantai Labuhan Haji.
“Etnis Rohingya itu dari Andaman dilansir oleh kapal nelayan KM Bintang Raseuki milik masyarakat Labuhan Haji untuk dibawa ke daratan. Kapal yang membawa warga etnis Rohingya itu dibeli pelaku sekitar sebulan lalu dengan harga Rp 580 juta,” jelasnya.
Dirreskrimum Polda Aceh, Ade Harianto, menambahkan bahwa kapal yang digunakan imigran Rohingya tersebut diketahui milik warga Labuhan Haji, Aceh Selatan, berinisial H. Para imigran diduga tiba di perairan Aceh Selatan pada Rabu, 16 Oktober, setelah berlayar dari Laut Andaman.
Para etnis Rohingya tersebut diduga membayar sejumlah uang untuk perjalanan dari Andaman menuju Malaysia. Awalnya, jumlah mereka 216 orang, namun sekitar 50 orang diduga sudah berhasil melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru dengan biaya Rp20 juta, meskipun baru Rp10 juta yang dibayarkan untuk ongkos perjalanan.
“Dari informasi yang didapat, mereka dilansir dari Andaman untuk dibawa ke daratan. Situasi ini mempertegas bahwa ini murni tindak pidana perdagangan manusia,” kata Ade Harianto.
Para pelaku akan dijerat Pasal 120 ayat (1) dan (2) UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian, Pasal 286 ayat (1) dan (4) UU No. 17/2008 tentang Angkutan Pelayaran tanpa Izin yang Mengakibatkan Kematian, serta Pasal 2 ayat (1) dan (2) jo Pasal 3 UU No. 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO, dan Pasal 2 ayat (1) huruf (j) jo Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Penanganan terhadap pelaku yang telah diamankan dilakukan oleh tim gabungan Ditreskrimum Polda Aceh dan Satreskrim Polres Aceh Selatan. Sementara itu, penanganan etnis Rohingya akan dikoordinasikan dengan imigrasi, IOM, UNHCR, dan instansi terkait lainnya,” ujar Ade.
Ia juga berharap agar ke depan tidak ada lagi nelayan yang memanfaatkan situasi untuk terlibat dalam penyelundupan manusia, mengingat sanksi hukum terhadap tindak pidana perdagangan manusia (TPPM) sangat berat.