Analisaaceh. com, Subulussalam | Mantan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Subulussalam bersama seorang konsultan ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi bantuan sosial Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dengan nilai anggaran sebesar Rp.4,8 miliar yang bersumber dari DOKA tahun 2019.
Eks Kadinsos berinisial S dan konsultan berinisial DEP ini diduga melakukan pemotongan biaya yang dibebankan kepada penerima bantuan dengan dalih sebagai biaya administrasi.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Subulussalam, Marhardy Indra Putra, SH., MH mengatakan, dari anggaran Rp.4.837.500.000 untuk program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) itu terdapat 250 penerima dan terbagi dalam 15 kelompok yang memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan tahun anggaran 2019.
“Sehingga masing-masing penerima menerima bantuan sebesar Rp.19.350.000 yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota Subulussalam 188.45/184/2019 tanggal 09 September 2019,” kata Kajari, Selasa (10/8/2021).
Kemudian dalam pelaksanaannya, Kadinsos berinisial S ini meminta DEP untuk membuatkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan gambar untuk masing-masing penerima bantuan dengan dibebankan biaya kepada masing-masing penerima sebesar Rp. 500 ribu.
“Selain RAB dan gambar, tersangka S juga menyetujui agar tersangka DEP untuk membuatkan Laporan Pertanggungjawaban yang terdiri dari Laporan Pertanggungjawaban 1 dan Laporan Pertanggungjawaban 2 dengan biaya masing-masing sebesar Rp.500 ribu,” jelasnya.
Dari jumlah tersebut, penerima bantuan dibebankan biaya dengan total sebesar Rp.1,5 juta sehingga mengakibatkan jumlah bantuan yang diterima berkurang.
Padahal, kata Kajari, berdasarkan Peraturan Walikota Subulussalam Nomor 32 Tahun 2019 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan RS-RTLH, kewajiban untuk membuat RAB adalah kewajiban kelompok yang dibantu petugas pendamping, dan RAB yang disusun oleh DEP tersebut juga bertentangan dengan Format RAB yang ditetapkan dalam Peraturan Walikota Subulussalam Nomor 32 Tahun 2019 Tentang Petunjuk Pelaksanaan yang tidak menyebutkan adanya biaya administrasi dalam RAB.
“Tindakan tersangka S meminta masing-masing ketua kelompok untuk melakukan pembayaran sebesar Rp.1,5 juta per unit tersebut tidak sah dikarenakan tidak memiliki dasar hukum sehingga bertentangan dengan aturan yang berlaku dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 375 juta berdasarkan hasil penghitungan Inspektorat Kota Subulussalam,” jelasnya.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHPidana.
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Sebanyak lima ruko tempat usaha di Gampong Lambheu, Simpang Lampu Merah…
Analisaaceh.com, Tapaktuan | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi Partai Aceh (PA), T.…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe sukses menyelenggarakan debat kedua calon Wali Kota…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Aceh bekerja sama dengan Development for…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Panitia Pengawasan Pemilihan Aceh (Panwaslih) Aceh memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa…
Komentar