ANALISAACEH.COM | Tepat pada 28 Desember 2019, Kabupaten Aceh Selatan telah berusia 74 Tahun, usia yang produktif dan matang dalam pembangunan yang lebih baik dan hebat.
Aceh Selatan resmi berdiri empat bulan setelah Indonesia merdeka. Hal itu berdasarkan dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur Sumatera Negara Republik Indonesia Nomor 70 tanggal 28 Desember 1945.
Secara geografis, Aceh Selatan terletak memanjang di bagian Selatan Provinsi Aceh, dengan astronomis berada pada garis 2º 23′ – 3º 36′ Lintang Utara dan 96º 54′ – 97º 51′ Bujur Timur, dengan luas wilayah sebesar 4.173,82 Km2. (BPS Aceh Selatan, 2019)
Kabupaten Aceh Selatan memiliki 18 Kecamatan dengan jumlah penduduk pada tahun 2018 sebanyak 235.155 jiwa, sedangkan tahun 2017 sebanyak 231.893 jiwa (BPS Aceh Selatan, 2018).
74 tahun sudah Kabupaten Aceh Selatan berdiri, harus diakui bahwa perubahan dan kemajuan yang ada di Kabupaten Aceh Selatan terus meningkat. Meskipun harapan dan cita-cita masyarakat belum sepenuhnya terpenuhi.
Di usia yang sudah tua, masih banyak persoalan masyarakat masih belum terselesaikan sampai hari ini, mulai dari permasalahan pengangguran, ekonomi, pendidikan, kesehatan, birokrasi, pertanian, pariwisata hingga infrastruktur yang sulit diselesaikan.
Maka sebab itu, pada usia ke 74 tahun ini butuh keseriusan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Hal itu mengingat masih banyaknya PR dan tugas yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan, karena tak dapat dipungkiri Aceh Selatan masih tertinggal dari Kabupaten/Kota lainnya yang masih berusia muda.
Dari data BPS Aceh Selatan tahun 2018 dan tahun 2019 bahwa, Aceh Selatan masih belum dapat bangkit dari keterpurukkan di beberapa sektor.
Di sektor pembangunan manusia contohnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Aceh Selatan hanya menduduki peringkat 20 dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, dengan IPM sebesar 65,92 jauh di bawah Provinsi Aceh yang rata-rata sebesar 70,66.
Bahkan IPM Aceh Selatan lebih rendah dari Kabupaten Aceh Singkil yang memiliki IPM 68,02.
Di sektor infrastruktur, di usia 74 Tahun masih terdapat 26 persen jalan di Aceh Selatan dalam keadaan rusak dan 30 persen jalan tidak diaspal.
Pada sektor pariwisata, dengan daerah yang sebagian besar berada di pesisir pantai, hampir seluruh Kecamatan di Aceh Selatan memiliki objek wisata, namun hingga kini belum dapat dimaksimalkan secara baik.
Sektor industri pengolahan, Kabupaten Aceh Selatan mengalami penurunan dari 1.886 menjadi 1.864 perusahaan. Jumlah unit usaha di bidang industri pada tahun 2018 paling banyak diusahakan adalah usaha di bidang makanan dan minuman yang mencapai 686 unit usaha, atau hampir sepertiga total industri di Kabupaten Aceh Selatan. Jumlah ini berkurang sebanyak 31 perusahaan dibanding tahun 2017.
Di sektor perumahan, sebagaimana yang diketahui bahwa kepemilikan rumah merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan perumahan dan permukiman. Sebagian besar penduduk Aceh Selatan yaitu 84,86 persen menempati rumah yang statusnya adalah milik sendiri, sedangkan sisanya 15,15 persen bukan milik sendiri. Bahkan di usia Kabupaten yang lebih setengah abad ini, masih terdapat 0,75 persen rumah masyarakat yang tidak memiliki listrik.
Tak kalah penting di sektor pendidikan pada usia 7 – 24 tahun, terdapat 0,15 persen tak pernah merasakan Sekolah, tamat SD 37,41 persen, tamat SMP 19,4 persen, tamat SMA ke atas 22,58 persen dan tidak bersekolah lagi sebesar 20,46 persen.
Begitupun angka kemiskinan di Aceh Selatan yang sebesar 13,09 persen.
Meskipun demikian, kita juga tidak menafikan beberapa sektor mengalami peningkatan, meskipun tidak begitu besar, seperti pembangunan konstruksi yang dilakukan di Kabupaten Aceh Selatan yang mengalami sedikit peningkatan. Peranan sektor konstruksi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Selatan meningkat 0,19 poin dari 16,61 persen di tahun 2017 menjadi 16,8 persen di tahun 2018. Peranan sektor konstruksi terhadap perekonomian Kabupaten Aceh Selatan mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan selama periode 2013-2018. Peranan sektor konstruksi tersebut rata-rata naik 0,32 poin tiap tahunnya.
Begitu juga di sektor lainnya seperti PDRB 2018 yaitu sebesar Rp 4.068 milyar, sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) di tahun yang sama adalah sebesar Rp 5.210 milyar. Pada tahun 2018 sektor pertanian masih berperan sebagai penyumbang PDRB terbesar dengan 25,47 persen diikuti dengan sektor konstruksi 16,61 persen, laju pertumbuhan PDRB Aceh Selatan selama tahun 2015-2017 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2014 tercatat laju pertumbuhan ekonomi 4,25 persen dan pada tahun 2017 menjadi 4,68 persen.
Namun demikian, di usia Aceh Selatan sudah 74 Tahun, kita tidak hanya melihat dan terpaku pada Tahun 2019 saja. Namun hari ini kita mesti melihat pertumbuhan dan perkembangan Aceh Selatan yang belum sebanding dengan umurnya yang sudah semangkin menua.
Oleh karena itu, untuk membangun Aceh Selatan yang sudah tertinggal dari anak-anaknya (Kabupaten pemekaran dari Aceh Selatan) maka semua pihak mesti berbenah, tinggalkan kepentingan pribadi dan mesti mementingkan kemajuan masyarakat.
Selain itu, semua pihak mesti harus bersinergi, baik Eksekutif, Legislatif, tokoh masyarakat serta pemuda harus berfikir bersama-sama untuk Aceh Selatan.
Sebab hari ini Aceh Selatan bukan tidak punya tokoh, bukan tidak punya orang hebat, bukan tidak punya pemuda tangguh, bukan tidak punya pemimpin hebat, bukan tidak punya jaringan luas, dan bukan tidak punya potensi. Hari ini lebih dari itu Aceh Selatan memilikinya, hanya saja permasalahannya hanya satu, semua itu tidak saling bersinergi satu sama lainnya untuk Aceh Selatan.
Kendati demikian, berapapun banyak tokoh-tokoh Aceh Selatan yang sukses jika tidak bersinergi serta tidak ada niat baik untuk bersatu memikirkan Aceh Selatan, maka cita-cita pembangunan tersebut tidak akan tercapai.
Pembangunan Aceh Selatan perlu terobosan-terobosan baru untuk penguatan kapasitas SDM, penyediaan beasiswa hingga tingkat doktoral, pembinaan ekonomi kerakyatan, penguatan perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan vokasi, pelayanan pariwisata yang profesional, pembinaan bagi petani yang harus dilakukan dengan terukur dan jelas, serta pembinaan nelayan juga harus dilakukan dengan baik.
Karena sektor-sektor tersebut sangat penting untuk dibenahi dan ditingkatkan agar Aceh Selatan bisa keluar dari kondisi yang seperti saat ini.
Maka dari itu, siapapun tokohnya, apapun pangkatnya, dan di manapun ia berada, di usia 74 Tahun Aceh Selatan ini mari kembali ke satu meja, satu perundingan yakni “Bangun Aceh Selatan”.
Penulis merupakan putra Kecamatan Kota Bahagia, Aceh Selatan. Saat ini menjabat sebagai Ketua Ikatan Ahli Konstruksi Indonesia (IAKI) Provinsi Aceh, dan Ketua Umum Lembaga Pemberdayaan Potensi Masyarakat Aceh (LP2MA).