Analisaaceh.com, Blangpidie | Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Dr Safaruddin menargetkan penurunan angka kemiskinan di daerahnya hingga di bawah 10 persen dalam lima tahun masa kepemimpinannya.
Komitmen tersebut disampaikan Safaruddin saat membuka bimbingan teknis (Bimtek) bagi operator Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG) gampong dan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dalam rangka implementasi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Kegiatan berlangsung di Aula Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Abdya, Kamis (7/8/2025).
“Selama kepemimpinan say aini, target kita angka kemiskinan bisa turun di bawah 10 persen. Mudah-mudahan bisa tercapai,” kata Safaruddin.
Safaruddin mengungkapkan bahwa salah satu upaya konkret yang telah yang telah dilakukan adalah membangun dan merehabilitasi rumah-rumah tidak layak huni tanpa menggunakan anggaran pendapatan dan belanja kabupaten (APBK). Program ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan safari subuh di berbagai gampong.
“Sudah ada sembilan titik yang kita bantu. Pagi hari setelah safari subuh, saya kunjungi rumah warga kurang mampu. Ada yang kita bantu bangun baru dan ada yang kita rehab, ini kita lakukan agar selama kepemimpinan saya tidak ada lagi rumah warga abdya yang berlantai tanah dan beratap ambia atau rumah tidak layak huni,” ujarnya.
Safaruddin mengingatkan operator SIKS-NG agar menginput data dengan benar dan jujur. Data yang akurat sangat penting karena akan menjadi dasar kebijakan pemerintah daerah.
“Padahal, setiap tahun pemerintah membangun rumah tidak layak huni untuk masyarakat Aceh mengunakan anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA), namun kenapa masih juga ada rumah yang tidak layak huni, termasuk kabupaten Abdya. Ini karena data tidak sinkron,” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebut Safaruddin, angka kemiskinan di kabupaten Abdya masih tinggi, mencapai 15,41 persen
“Data ini ada potret masyarakat Abdya dengan jumlah masyarakat miskin yang tercatat di Departemen Sosial lebih kurang 23 ribu, disamping juga ada data-data pembanding lainnya. Oleh karena itu, kami berupaya menyatukan data dari berbagai sumber seperti Baitul Mal agar kebijakan pembangunan berjalan satu atap dan sattu rencana dalam menyelesaikan permasalahan, salah satunya adalah peran pemerintah untuk menekan atau meminimalisir angka kemiskinan di Abdya,” sebutnya.
Safaruddin menjelaskan bahwa dirinya pada prinsipnya mengacu kebijakan politik berdasarkan data. Misalnya dalam menyantuni anak yatim, kalau pihak Baitul Mal sudah mendata anak yatim dengan jumlah 1.440, itulah yang akan menjadi dasar datanya.
“Para operator SIKS-NG input datanya sama, sama seperti input data Baitul Mal di gampong yang sudah direncanakan dengan sistem aplikasinya. Kalaupun ada yang paradoks atau yang bersamaan itu disesuaikan saja datanya. Kalau seandainya memang ada yang sudah kita keluarkan dan ada yang baru itu semuanya bisa disinkronisasi, dan itu tugas bagi teman-teman operator,” terang Safaruddin.
Safaruddin menegaskan bahwa pentingnya ketepatan data dalam merumuskan kebijakan yang efektif. Maka dari itu, operator SIKS-NG di tingkat desa merupakan ujung tombak penginputan data, termasuk melakukan verifikasi setiap dua bulan bersama pendamping PKH.
“Hal ini penting agar data yang ada mencerminkan kondisi nyata masyarakat, termasuk penerima bantuan rumah tidak layak huni yang terus dipantau agar tidak terjadi tumpeng tindih. Jadi, tidak ada lagi setiap Pilkada data kemiskinan itu bertambah, kadang-kadang BPS melihat rekam dangan data yang ada. Mereka melihat data yang terintegrasi secara nasional,” katanya.
Safaruddin menjelaskan bahwa data pemerintah hanya memiliki satu data kemiskinan, yakni data DTSEN. Bahkan, pemerintah akan menyelesaikan data kemiskinan dulu. Maka dari itu, operator harus bekerja jujur dan teliti karena yang akurat menjadi dasar kebijakan yang benar.
“Jika proses awalnya salah, semuanya pasti salah. Jadi kalau data kita salah maka setiap kebijakan pemerintah tidak bisa mengintervensi apapun, jadi selalu tidak akan ada pengaruhnya dengan kita menyelesaikan persoalan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, tambah Safaruddin, data rumah yang sudah dibangun atau direhabilitasi harus segera dikeluarkan dari data penerima bantuan agar bantuan tetap sasaran. Selain itu, kondisi ekonomi juga harus dipantau agar keluarga penerima bantuan bisa mandiri secara finansial.
“Seperti Baitul Mal kemarin misalnya, mengalokasikan anggaran untuk 900 orang penerima fakir miskin. Datanya harus sama dengan data yang dimiliki, data DTSEN itu satu, tidak ada data yang lain, agar program tepat sasaran,” jelas Safaruddin.
Bupati Safaruddin juga akan meminta data angka kemiskinan dari BPS agar bisa memahami persoalan sebenarnya di Abdya.
“Mungkin pandangan BPS secara nasional dengan pandangan kita menyelesaikan persoalan berbeda, kita pakai saja ukuran BPS biar menyesuaikan persoalan itu. Sehingga nanti dari 15,41 persen angka kemiskinan itu bisa kita kurangi,” ucap Safaruddin.
Di sisi lain, Abdya tengah menyiapkan lahan seluas e am hektar untuk pembangunan sekolah rakyat dengan fasilitas lengkap. Proyek ini akan menjadi salah satu yang terbaik di Aceh dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Abdya.
“Sekolah ini akan menjadi fasilitas yang memadai dan lebih baik, sebagai bagian dari komitmen kami untuk memajukan Abdya,” pungkas Safaruddin.