BANDA ACEH – Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, Prof M Hasbi Amiruddin menerangkan bahwa salah satu penyebab munculnya radikalisme ialah kekeliruan dalam memahami ideologi. Hal ini ia sampaikan dalam seminar publik dengan tema ‘Bersatu Menangkal Bahaya Radikalisme Dan Terorisme Di Indonesia’, di Banda Aceh, Selasa (25/6).
Salah satu bahaya laten dari radikalisme yang salah dipahami erat kaitannya dengan terorisme. Untuk itu, ia melihat pentingnya pemahaman atau sosialisasi mengenai bahaya terorisme.
“Paham radikal harus dilawan, namun bukan dengan membunuh. Islam itu satu yaitu Rahmatan Lil ‘alamin, bukan islam teroris. Allah menyuruh kita untuk mencegah kemungkaran, namun masih ada orang-orang yang keliru memaknai ideologi, sehingga kita harus mengenalkan bahaya radikalisme,” jelasnya.
Hematnya, selama ini terpaparnya paham radikal dan terorisme di kalangan masyarakat dikarenakan pemahan terhadap baik hadist dan Al-quran yang hanya berdasarkan terjemahan semata. Padahal butuh tafsir lebih lanjut.
“Allah mengharamkan berfatwa tanpa didukung oleh ilmu pengetahuan, oleh karena itu tidak boleh sembarangan memahami hadist. Islam ada dua yaitu mustahid dan muqallid, bagi muqallid yaitu beragama dengan bermazhab, bukan menerjemahkan ayat Al-qur’an dan hadits secara langsung,” urai Prof Hasbi.
Sementara itu, Akademisi STISNU Aceh, Tgk Muhazzir Budiman M.Ag mewanti-wanti maraknya perselisihan sesama muslim. Termasuk, kejadian seperti ada yang berkelahi di dalam masjid.
Menurutnya, alasan mengapa sebahagian dari masyarakat itu radikal, dikarenakan dibatasinya penjelasan tentang radikal sebagai yang ada di dalam islam itu sendiri.
Dikatakannya, ajaran islam berlaku secara universal, seperti tidak boleh membunuh, memaksa, mencuri, berzina dan lain sebagainya. Tgk Muhazzir mengingatkan, yang terpenting bagi umat Islam saat ini adalah persatuan, agar tidak terjadi perpecahan dan diadu domba oleh orang-orang yang mempunyai maksud tertentu.
“Jangan memperdebatkan hal-hal yang berbeda pemahaman, karena yang terpenting adalah sama dalam memahami rukun iman dan islam. Mari saling memahami,” sebutnya.
Ketua Pospera Aceh, Tarmizi, M.Si menyoroti keberadaan kampus, yang terkesan diam terhadap gerakan sosial, terutama maraknya judgement antar sesama masyarakat.
“Ketika di masyarakat banyak terjadi judgement yang berkembang, namun kampus seperti diam,” sebutnya.
Gerakan sosial yang terjadi, menurutnya karena adan kesamaan pemikiran, sehingga membuat kelompok-kelompok tertentu, dan akhirnya menjadikan kelompok tertentu menyimpulkan bahwa yang bertentangan dengan pemikirannya adalah orang salah.
“Harusnya kita saling mengenal dengan orang yang bukan seperti karakter kita,” anjurnya.
Tarmizi menegaskan, bahwa adanya kepentingan yang bercampur menjadi satu, menjadi pengokoh dan alasan sebuah gerakan tumbuh.
“Jangan sampai perbedaan-perbedaan kecil ditunggangi oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Teruslah memperbaiki diri sendiri tanpa takut bahwa orang lain akan menyaingi kita,” tutup pria yang akrab disapa Wak Tar. (Murtadha)
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadli, secara resmi melantik dan…
Analisaaceh.com, Blangpidie | Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat Daya (Abdya) pada…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Sebanyak lima ruko tempat usaha di Gampong Lambheu, Simpang Lampu Merah…
Analisaaceh.com, Tapaktuan | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi Partai Aceh (PA), T.…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe sukses menyelenggarakan debat kedua calon Wali Kota…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Aceh bekerja sama dengan Development for…
Komentar