Analisaaceh.com, Karang Baru | Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan warisan sejarah dan budaya. Di ujung barat Sumatera, Provinsi Aceh menyimpan bukti kehidupan masa lampau yang membawa kita jauh sebelum era peradaban modern. Salah satu warisan prasejarah yang menarik perhatian para sejarawan, arkeolog, dan wisatawan adalah Situs Bukit Kerang, yang terletak di Kampung Masjid, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang.
Situs ini diyakini telah ada sejak zaman Mesolitikum, sekitar 5.000 hingga 7.000 tahun sebelum Masehi. Bukit Kerang bukan hanya menjadi saksi bisu kehidupan manusia prasejarah, tetapi juga salah satu peninggalan budaya yang langka dan berharga. Bukti-bukti ini ditemukan melalui penelitian arkeologi yang menunjukkan betapa kaya dan beragamnya sejarah Aceh.
Bukit Kerang adalah gundukan besar hasil tumpukan cangkang kerang yang mencapai ketinggian 4,5 meter dengan luas diameter 25 x 20 meter di atas lahan seluas 36 x 31 meter persegi. Penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada 2016 mengungkap bahwa gundukan ini adalah limbah dapur cangkang moluska dari kehidupan manusia prasejarah. Dalam istilah arkeologi, tumpukan limbah ini disebut “kjokkenmødding,” yang berasal dari bahasa Belanda.
Moluska merupakan sumber makanan utama manusia prasejarah yang hidup di dekat perairan. Setelah dikonsumsi, cangkang moluska dibuang ke satu tempat tertentu hingga akhirnya membentuk gundukan besar seperti yang ditemukan di Bukit Kerang. Temuan ini tidak hanya mengungkap pola makan manusia purba, tetapi juga memberikan gambaran bagaimana mereka beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Bukit Kerang merupakan salah satu situs prasejarah langka di Asia Tenggara yang masih utuh. Hal ini menjadikannya aset penting bagi penelitian sejarah dan arkeologi, sekaligus sebagai media edukasi. Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang telah mengambil langkah-langkah untuk melestarikan situs ini. Bukit Kerang kini menjadi daya tarik wisata edukasi yang mulai dikenal luas, baik di kalangan wisatawan lokal maupun internasional.
Tidak hanya wisatawan, para peneliti dari berbagai institusi juga tertarik mengunjungi situs ini. Keunikan dan nilai sejarah yang dimilikinya menjadikan Bukit Kerang tempat yang ideal untuk mempelajari kehidupan manusia prasejarah di kawasan pesisir.
Untuk mencapai situs Bukit Kerang, pengunjung harus menempuh perjalanan sejauh 30 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Tamiang, Karang Baru. Perjalanan ini memakan waktu sekitar satu jam melalui jalur darat. Sesampainya di lokasi, pengunjung akan disambut dengan pemandangan unik berupa gundukan cangkang kerang yang menjulang.
Meskipun sederhana, situs ini menawarkan pengalaman mendalam bagi mereka yang ingin memahami bagaimana kehidupan manusia prasejarah berlangsung. Bagi sebagian besar pengunjung, Bukit Kerang tidak hanya menjadi tempat wisata, tetapi juga ruang untuk merefleksikan pentingnya sejarah dalam membentuk identitas kita hari ini.
Salah satu pengunjung, Nazaruddin (35), yang datang dari Kota Langsa, mengungkapkan rasa bangganya terhadap keberadaan Bukit Kerang sebagai bagian dari warisan budaya Aceh.
“Saya melihat situs prasejarah Bukit Kerang sebagai sebuah kebanggaan bagi masyarakat Aceh, di mana hal ini menjadi bukti bahwa Aceh merupakan sebuah daerah yang sangat istimewa bahkan sebelum peradaban manusia modern berkembang,” ungkapnya.
Pandangan serupa disampaikan oleh Sukma (42), yang melihat Bukit Kerang sebagai sumber pembelajaran berharga bagi generasi muda. Ia menekankan pentingnya situs ini sebagai media edukasi untuk memahami kehidupan manusia prasejarah dan menghargai perjalanan peradaban.
“Situs prasejarah tersebut dapat menjadi media edukasi bagi kita dan generasi selanjutnya, agar kita dapat mengetahui bagaimana kehidupan pada ribuan tahun lalu. Dikarenakan sebuah bangsa yang besar adalah yang tidak melupakan sejarah masa lalu peradaban manusia di mana pun itu berada,” ujarnya.
Situs Bukit Kerang menyimpan banyak pelajaran bagi masyarakat modern. Selain menjadi bukti bahwa manusia telah lama hidup berdampingan dengan alam, situs ini juga mengajarkan pentingnya menjaga warisan budaya. Pemerintah setempat terus berupaya memperkenalkan Bukit Kerang sebagai destinasi wisata edukasi yang dapat menarik lebih banyak wisatawan.
Selain itu, upaya pelestarian situs ini menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah tetapi juga masyarakat sekitar. Dengan melibatkan komunitas lokal dalam menjaga dan mempromosikan Bukit Kerang, situs ini dapat tetap terjaga kelestariannya untuk generasi mendatang.