Terasi Langsa, Oleh-oleh Khas dari Kota Kuliner di Pesisir Timur Aceh

Terasi Langsa yang dijual si salah satu kios Gampong Simpang Lhee, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa (Foto: Chairul/Analisaaceh.com)

Analisaaceh.com, Langsa | Selain dikenal dengan wisata Pesisir Timur Aceh dan Hutan Mangrove, Kota Langsa juga dikenal dengan beberapa kuliner khasnya yang kini sudah menjadi ikon sebagai buah tangan (oleh-oleh) bagi para pelancong ketika datang ke wilayah ini, bahkan beberapa kuliner tersebut sudah sangat terkenal hingga seluruh wilayah Aceh.

Salah satunya Terasi Langsa, dimana ketika para pelancong berkunjung ke Langsa, sudah keharusan membawa pulang oleh-oleh Terasi khas Langsa sebagai tanda bahwa mereka benar-benar telah datang ke Kota Langsa.

Banyak masyarakat dari luar masih penasaran bagaimana membuat Terasi produksi wilayah ini sehingga menjadi sangat khas jika dibandingkan dengan terasi produksi daerah lain, padahal sama-sama terasi yang bisa dibuat untuk sambal sebagai lalapan makanan.

Proses Pembuatan

Gampong Simpang Lhee, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa merupakan satu-satunya desa yang paling terkenal di kalangan masyarakat Langsa sebagai penghasil Terasi terbaik, bahkan dari desa inilah terasi-terasi itu dibuat langsung hingga dikirimkan ke berbagai wilayah Aceh.

Bagaimana tidak, ketika memasuki kawasan desa tersebut, kita akan langsung disuguhkan dengan aroma khas dari Terasinya, yang menyebar keseluruh penjuru desa ini. Bahkan mata kita akan dimanjakan dengan para masyarakat setempat yang sedang melakukan proses pembuatan Terasi terbaik di Aceh ini.

Untuk proses produksinya, salah seorang pemilik usaha dagang produk Terasi Langsa, yaitu Nurazizah (40) mengungkapkan bahwa, dalam pembuatannya membutuhkan dua bahan utama, yakni udang rebon/udang sabu dan garam saja, dengan utakaran garam dan udang rebonnya yaitu 1:10, artinya 1 kg garam dan 10 kg udang rebon.

Salah satu warga Gampong Simpang Lhee, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa saat membuat Terasi Langsa (Foto: Chairul/Analisaaceh.com)

“Proses pembuatannya sangat sederhana, kita cuman perlu pakai udang sabu dan garam, yang selanjutnya kedua bahan tadi dicampur merata, kemudian digiling dan difermentasikan selama 2 sampai 3 hari dan dijemur hingga proses pencetakan dan pengemasan,” katanya, Selasa (27/12).

Dirinya menjelaskan, alasan kenapa terasi Langsa menjadi lebih dikenal dan sukai oleh para konsumen dari berbagai daerah, dikarenakan dua bahan sederhana tadi yang hanya digunakan dalam pembuatannya tanpa dicampur oleh bahan lainnya.

“Yang membuat enak dan terkenalnya terasi Langsa, karena dua bahan yang saya sebutkan tadi, sebab kita di sini memang murni hanya memakai udang rebon dan garam saja, udang yang kita pakai pun itu udang fresh, yang biasanya suami saya sendiri yang pergi mencarinya ke laut atau kita beli dari nelayan,” jelasnya.

Dalam jumlah produksinya, Terasi milik Kak Dah ini bisa menghasilkan 1 sampai 3 ton terasi per bulannya, hal itu juga tergantung dari pasokan udang rebon yang disediakan oleh para nelayan, terkadang persediaan itu bisa menipis jika cuaca buruk yang membuat nelayan tidak bisa melaut.

“Kita tidak bisa buat setiap tiap hari jika cuaca hujan, sebab barangnya dari laut, kandang besok masuk dan besoknya lagi tidak masuk dan kadang-kadang lusa baru masuk lagi,” ujarnya.

Proses penjemuran Terasi di Gampong Simpang Lhee, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa (Foto: Chairul/Analisaaceh.com)

Sedangkan bagi para konsumen, tidak perlu khawatir untuk takut terasi Langsa akan busuk atau tidak bagus lagi, jika dibawa pulang berhari-hari ke daerah masing-masing. Terasi khas Langsa ini dapat bertahan selama 6 bulan bahkan hingga tahunan tergantung jenis varian produknya.

Hal itu pun bukan karena bahan pengawet buatan, melainkan terasi Langsa dapat bertahan begitu lamanya, karena hanya memakai garam saja yang diyakini bisa menjadi pengawet alami dalam makanan.

Varian Terasi Langsa

Terasi Langsa memiliki 3 jenis yaitu, varian original atau yang bertekstur seperti pasta, kemudian varian bubuk atau varian yang sudah mengalami proses sangrai dan varian terakhir yaitu varian seperti permen atau sasetan yang sudah dicetak dalam berbagai bentuk.

Harganya pun bervariasi tergantung jenisnya, dijual mulai Rp15 ribu hingga Rp 25 ribu untuk ukuran berat 250 gram jenis original, kemudian Rp15 ribu sampai Rp20 ribu jenis permen isi 100 gram dan yang terakhir untuk jenis bubuk dijual satu botol seharga Rp25 ribu dengan berat 100 gram.

Harga jual itu juga akan berbeda jika dikirimkan ke daerah luar kota tergantung jauh atau tidaknya wilayah pengiriman.

Saat ini Kak Dah mengakui bahwa terasi miliknya telah dikirimkan keseluruh Aceh mulai dari Aceh Timur, Banda Aceh, Meulaboh, Takengon, Kutacane bahkan Aceh Selatan.

“Kita sudah kirim ke hampir seluruh Aceh, seperti Kutacane di Aceh Tenggara, Takengon, Meulaboh dan Tapaktuan, pengiriman ini biasanya bukan untuk dijual lagi oleh yang meminta, namun hanya untuk konsumsi pribadi saja,” terangnya.

Dirinya juga sudah pernah mencoba untuk membuka cabang di daerah lain, namun hal itu tidak berjalan disebabkan oleh para konsumen hanya ingin membeli produk tersebut hasil produksi dari wilayah Langsa.

“Kita pernah ingin membuka cabang di daerah lain, tapi tidak jalan karena para pembeli taunya terasi Langsa, jadi harus di langsa di buatnya,” pungkasnya.

Editor : Nafrizal
Rubrik : KULINER
Komentar
Artikulli paraprakAbdullah Puteh Resmi Daftar Sebagai Calon DPD RI Pemilu 2024
Artikulli tjetërAmukan Gajah Liar, Dua Rumah di Bener Meriah Rusak