Analisaaceh.com, Banda Aceh | Dukungan Wali Nanggroe, Tengku Malik Mahmud Al-Haythar kepada Suhendra Hadikuntono untuk menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) merupakan marwah Aceh. Presiden Jokowi diminta mempertimbangkan harapan pemimpin di Aceh itu.
Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh juru bicara Komunitas Jokowi Amin Kuat (KAJAK), Khaidir, bahwa bagi Aceh, sosok Suhendra penting untuk merawat perdamaian di Aceh. Maka itu menurutnya dukungan dari Wali Nanggroe sama halnya dukungan masyarakat Aceh secara menyeluruh.
“Jangan kecewakan bangsa Aceh, dukungan Wali Nanggroe ini merupakan marwah bangsa Aceh,” tegas Khaidir.
Ia berharap Presiden Jokowi untuk terus merawat Perdamaian di Aceh, “perdamaian harus abadi, kita perlu menjaga bersama-sama, bukan hanya untuk rakyat Aceh juga bangsa Indonesia,” ujarnya
Sebelumnya sebut Khaidir, Sosok Suhendra sudah berkontribusi banyak dalam menjaga perdamaian, sebab menurutnya banyak tokoh nasional yang tidak memahami proses damai RI dan GAM di Aceh.
Oleh karena itu, lanjut Khaidir, dalam kabinet jilid II Presiden Jokowi dan Wapres Makruf Amin haruslah ditempatkan sosok-sosok yang memiliki kemampuan dan kecakapan serta memiliki jiwa nasionalisme seperti yang ditunjukkan oleh Suhendra Hadikuntono pada masalah di Aceh.
Pemanggilan Muzakir Manaf atau Mualem oleh Komnas HAM, jelas Khaidir, sempat membuat situasi Aceh menjadi tegang, selain penolakan dari kalangan Partai Aceh dan KPA, respon kecaman atas Komnas HAM juga datang dari Anggota DPR Aceh dan juga Anggota DPD RI.
Sikap penolakan atas pemanggilan Mualem juga diutarakan kembali oleh Suhendra usai bertemu Wali Nanggroe. Suhendra mengungkapkan bahwa pemanggilan itu akan membuka luka lama, bahkan ibarat membangunkan macan tidur.
Namun kini situasi di Aceh sudah membaik, karena itu Suhendra mengajak seluruh pihak untuk bersyukur atas perdamaian Aceh. Suhendra menekankan pada berbagai pihak untuk bersama-sama menjaga perdamaian di Aceh.
Semantara itu, pengamat politik Aceh, Jaka Rasyid berharap Kepala BIN berasal dari sipil, karena menurutnya, apabila sipil yang memimpin tentu pendekatan yang digunakan lebih soft.
“Bila sipil yang memimpin tentu pendekatannya menggunakan metode soft approach dalam menanggulangi berbagai permasalahan sosial yang terjadi. Pendekatan ini lebih menekankan dialog dan silaturahmi ke berbagai lapisan masyarakat,” pungkasnya.
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Kepala FIF Cabang Lhokseumawe berinisial RF (40 tahun) dilaporkan ke SPKT Polres…
Analisaaceh.com, Blangpidie | Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Barat Daya (Abdya) melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek)…
Analisaaceh.com, Aceh Besar | Seorang wanita paruh baya bernama Yusra (40) di Montasik, Aceh Besar,…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) resmi membentuk susunan keanggotaan alat kelengkapan…
Analisaaceh.com, Meuredue | Penyidik Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Aceh menyerahkan dua tersangka kasus illegal logging…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Gubernur nomor urut 01, Bustami Hamzah…
Komentar