Trumon Raya Terus Dilanda Banjir, Petani Gagal Panen Berulang, Pemerintah Bungkam?

Petugas Evakuasi Anak-anak Terjebak Banjir di Trumon Raya (Dok. BPBD Aceh Selatan)

Analisaaceh.com, Tapaktuan | Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu wilayah di Provinsi Serambi Mekkah yang terkenal oleh hasil komoditi pertanian serta perkebunan nya, bahkan sejak dahulu telah menjadi sebagai tonggak kehidupan masyarakat dan penambah hasil pendapatan daerah setempat.

Aceh Selatan, dengan luas wilayah mencapai 3.841,60 kilometer persegi, merupakan kabupaten terluas kelima di Provinsi Aceh. Kabupaten yang juga dikenal dengan julukan Negeri Pala ini memiliki 18 kecamatan dan berpenduduk sebanyak 239.475 jiwa. Pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Selatan berada di Tapaktuan.

Sektor pertanian menjadi tumpuan utama mata pencaharian masyarakat Aceh Selatan, terutama di kawasan Trumon Raya. Sektor ini bahkan menjadi penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kawasan tersebut, menunjukkan peran pentingnya dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat.

Secara kewilayahan, kawasan Trumon Raya terbagi menjadi 3 Kecamatan, yaitu Trumon dengan luas wilayahnya 440,60 km2, terdiri dari 12 desa dengan penduduk sebanyak 4766 jiwa. Kemudian Kecamatan Trumon Timur memiliki luas 432,85 km2 terdiri dari 8 desa dan jumlah penduduk 8838 jiwa. Serta Kecamatan Trumon Tengah dengan luas 325,07 km2 terdiri dari 10 desa dan jumlah penduduknya mencapai 5511 jiwa.

Mengingat perekonomian masyarakat yang masih sangat bergantung pada sektor pertanian, faktor-faktor seperti topografi, cuaca, dan bencana alam memiliki dampak signifikan terhadap hasil produksi panen. Ketergantungan ini disebabkan oleh belum optimalnya investasi dalam pengelolaan potensi sumber daya alam lainnya, seperti pertambangan, sehingga pertanian tetap menjadi sektor utama bagi sebagian besar penduduk.

Dalam memaksimalkan pengelolaan garapan lahan, penduduk dengan mayoritas Penyangga Tatanan Negara Indonesia (Petani) di Trumon Raya, memanfaatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melintasi melintasi tiga kecamatan tersebut, sehingga keberadaannya DAS sangat vital, sebagai peranan sumber air untuk dialirkan ke lahan-lahan pertanian masyarakat.

Untuk diketahui DAS Trumon merupakan aliran sungai yang memiliki luas 99.658,32 Hektar dengan debit air sebesar 13,42 m3/detik. Keberadaannya pun berbatasan langsung dengan DAS Seulekat, DAS Singkil dan DAS Lamedame.

Namun dibalik semua hal positif dan manfaat pengelolaan aliran sungai, DAS Trumon ternyata kini juga menjadi bencana bagi masyarakat di tiga kecamatan tersebut. Betapa tidak, tercatat sejak tahun 2002 silam, setiap curah hujan yang tinggi, maka akan mengakibat luapan sungai yang meratakan lahan pertanian serta merendam pemukiman warga tiga kawasan Trumon Raya.

Tak hanya itu, saat ini luapan banjir yang terjadi di wilayah Trumon Raya kian terus meningkat setiap tahun-nya, dengan rincian hampir 5 kali dalam setahun atau sekurang–kurangnya 2 kali dalam satu tahun bencana itu meluluhlantakkan perekonomian masyarakat pertanian di tiga kecamatan dimaksud.

Kebenaran tentang informasi dalam tuangan diatas, merupakan rangkuman yang penulis rangkum berdasar kepada penelitian dari buku (Laporan Penanganan) Studi Kelayakan Penanganan Banjir Trumon Aceh Selatan Kerjasama dengan Perguruan Tinggi (Swakelola) oleh Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala.

Dalam penelitian itu, secara jelas disebutkan, bahwa banjir merupakan fenomena alam yang paling sering terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada dasarnya kawasan Trumon dengan sungai utamanya memiliki daerah DAS yang tidak begitu luas dengan potensi banjir yang tidak begitu tinggi.

Adapun alasan ilmiah yang menjelaskan beberapa faktor utama penyebab banjir kian meningkat di kawasan Trumon Raya, diakibatkan kondisi perubahan luas daerah tangkapan air yaitu dari 53.262 Ha menjadi sebesar 786.675 Ha atau meningkat sebesar 14 kali. Kemudian, sumber banjir juga dipengaruhi oleh 2 DAS yakni sungai Trumon itu sendiri dan DAS Singkil yang berbatasan dengan DAS Trumon dengan sungai utamanya sungai Alas.

Sedangkan penyebab utama banjir di wilayah Trumon Raya adalah penurunan kapasitas sungai pendangkalan, baik di badan ataupun di muara sungai akibat sedimentasi yang cukup tinggi, bahkan kondisi ini terjadi di kedua aliran, baik di sungai Alas maupun sungai Trumon.

Deretan Dampak Banjir Kawasan Trumon Raya

Mengulas tentang dampak dan derita yang dialami oleh masyarakat tiga kecamatan kawasan Trumon Raya akibat banjir sangatlah banyak. Namun secara ringkas dapat dilihat dari beberapa laporan kejadian, dimana luapan air telah merendam ratusan pemukiman warga seperti di Gampong Ie Dalem, Kapa Seusak, Lhok Raya, Cot Bayu, Jambo Dalem, Seuneubok Pusaka, Bulohseuma, Kuta Padang dan puluhan desa lainnya dengan dampak kepada lahan pertanian rusak serta ternak yang mati.

Puluhan tahun lamanya sejak 2002 hingga saat ini, ratusan hingga ribuan rumah warga bersama lahan pertanian penduduk menjadi korban keganasan banjir yang menerjang Trumon Raya. Derita itu tak kunjung selesai untuk dikisahkan lantaran banyaknya penderitaan yang dirasakan masyarakat.

Kilasan dampak kejadian banjir pada tahun 2017 saja, mengakibatkan 500 hektare lahan jagung siap panen di Desa Lhok Raya, Kecamatan Trumon Tengah luluh lantak. Demikian kembali terjadi peristiwa sama pada tahun 2018, dimana 455 hektare perkebunan dan pertanian gagal panen, hingga melumpuhkan perekonomian masyarakat setempat.

Berlanjut pada tahun 2022, diketahui seluas 252 hektar lahan garapan dengan hasil seperti sawit, cabai dan jagung di Gampong Cot Bayu Kecamatan Trumon Tengah, mengalami gagal panen akibat terendam air banjir selama 6 hari, bahkan kerugian dari peristiwa tersebut diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.

Menjadi catatan musibah besar bagi Kabupaten Aceh Selatan, disaat banjir melanda 14 kecamatan, pada Senin (20/11/2023) lalu. Bahkan dalam peristiwa itu seorang balita warga Desa Lhok Raya Kecamatan Trumon Tengah, meninggal dunia usai terseret air.

Terhadap sektor pertanian dan perkebunan, di tahun tersebut, Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Selatan menyatakan seluas 1.943 hektare lahan garapan rusak akibat banjir. Dengan wilayah Trumon Raya terdampak paling parah. Bahkan kerugiannya ditaksir mencapai Rp46,5 miliar.

Sementara itu, berdasarkan data yang di rilis petugas Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Selatan per tanggal 13 Oktober 2024, sebanyak 490 jiwa telah mengungsi akibat banjir.

Jumlah pengungsi terus bertambah seiring meluasnya wilayah terdampak banjir. Hujan deras yang mengguyur Aceh Selatan memicu meluapnya Sungai Kluet dan Lae Soraya, yang kemudian merendam pemukiman warga serta ruas jalan nasional Tapaktuan-Medan.

Rincian pengungsi menunjukkan 74 warga Gampong Titi Poben dievakuasi ke Mes PT ASN Trumon Timur, 290 warga Lhok Raya mengungsi di Kompi Brimob Trumon, dan 30 orang di Shelter Lhok Raya, Kecamatan Trumon Tengah.

Petani Trumon Minta Solusi Pemerintah

Irwansyah, seorang petani dari Kecamatan Trumon Timur, menyatakan bahwa sepanjang tahun 2024 (Januari-Oktober), lebih dari satu hektar lahan jagung miliknya rusak dan mengalami gagal panen hingga empat kali akibat banjir yang melanda Aceh Selatan dalam kurun waktu tersebut.

“Sudah empat kali gagal panen tahun ini, tidak ada bantuan atau perhatian dari pemerintah untuk kami, para petani. Harapan ke depannya, kami sangat berharap ada perhatian karena ini adalah sumber penghidupan utama kami,” ujar Irwansyah kepada analisaaceh.com, Minggu (13/10/2024).

Hal serupa juga dialami Afifah di Kecamatan Trumon, yang mengelola 3,5 hektar lahan jagung dan semangka dari lahan pinjaman. Ia menyebutkan bahwa lahan tersebut sudah tiga kali gagal tanam dan satu kali gagal panen akibat banjir kiriman dari Trumon Raya.

“Lahan jagung di Ujong Tanoh dan semangka di Padang Harapan, tahun ini sudah tiga kali gagal tanam karena curah hujan tinggi dan buruknya sistem drainase di perkebunan. Selain itu, satu kali gagal panen akibat banjir kiriman dari Trumon Induk,” jelas Afifah kepada media ini.

Menurutnya, Pemerintah Aceh maupun pemerintah Kabupaten Aceh Selatan perlu serius menangani pembersihan aliran sungai, terutama di wilayah Trumon. Selama ini, pembersihan sungai hanya dilakukan di sekitar pemukiman dan pinggir jalan, tanpa menyentuh muara sungai.

“Pembersihan seolah hanya dilakukan sebagai formalitas, tidak 100 persen maksimal. Setiap kali banjir, hampir 80 persen warga kehilangan ternak. Kami sadar bahwa bukan hanya kami yang harus diperhatikan oleh pemerintah, tetapi jangan lupakan petani kecil seperti kami,” tegasnya.

Afifah berharap, pemerintah Kabupaten Aceh Selatan yang terpilih nantinya, baik Bupati maupun Wakil Bupati, dapat memperhatikan nasib para petani yang selama ini bergantung pada hasil pertanian untuk menghidupi keluarga.

“Harapan kami, siapapun yang terpilih dalam pilkada aceh 2024 nanti bisa memperhatikan nasib kami, terutama di daerah Trumon Raya yang rawan banjir. Jangan sampai ada pilih kasih,” pungkasnya.

Dan masih banyak petani lain yang merasakan kepedihan serupa. Harapan mereka kian pupus setelah berulang kali gagal panen akibat banjir. Meski demikian, para petani menyadari bahwa bencana ini adalah bagian dari kondisi alam yang sulit diprediksi, dan mereka hanya berharap agar pemerintah dapat memberikan perhatian lebih dan menemukan solusi yang lebih baik untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan.

Apa Kata Pemerintah ?

Bagaimana tanggapan pemerintah?, sejauh mana penyelesaiannya?. Tentu pentanyaan-pertanyaan tersebut terus terbesit dalam pikiran terutama bagi masyarakat terdampak banjir yang mendiami wilayah Trumon Raya dengan segala deritanya. Demikian..

Komentar
Artikulli paraprakBanjir Lumpuhkan Jalan Tapaktuan-Medan, 490 Warga Mengungsi
Artikulli tjetërBanjir Rendam Dua Desa di Aceh Timur, 202 KK Terdampak