Analisaaceh.com, Lhokseumawe — Unit Pelayanan Pelabuhan (UPP) Syahbandar Lhokseumawe dituding mempersulit proses rekomendasi untuk membuka koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) pelabuhan yang yang diajukan Lembaga Adat Laot atau Panglima Laot Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.
Sebelumnya, Panglima Laot Dewantara melalui surat mandat yang diberikan kepada koordinator Ibnu Hajar bermaksud menyampaikan maksud yakni membuka koperasi TKBM pelabuhan di bawah naungan Pelindo Cabang Lhokseumawe yang salah satunya mengelola Pelabuhan Umum Krung Geukueh dan sekitarnya.
Permintaan lembaga adat tersebut sebagai upaya meningkatkan taraf perekonomian nelayan melalui kegiatan bongkar muat di pelabuhan serta bagian fungsi lembaga adat yang mengelola bagian pesisir dan laut dalam wilayah kecamatan dewantara.
Ketika dihubungi pihak UPP Syahbandar Lhokseumawe menyebut saat ini sudah ada koperasi TKBM di bawah binaan Syahbandar. Melalui Kabid Umum, Subhan, Kamis (23/9) lalu di ruang kerjanya di kawasan KP3 mengatakan koperasi TKBM dibawah SK tiga menteri tidak diijinkan untuk membuka koperasi baru.
“Hanya diperbolehkan satu saja yaitu yang dikelola langsung oleh Syahbandar dan itu berlaku di setiap pelabuhan yang ada di seluruh Indonesia,” kata Subhan.
Saat ini, sambung Subhan, untuk TKBM di bawah naungan pihaknya sudah terbentuk di bawah kepemimpinan Saifuddin. Tenaga kerja terdaftar di bawah TKBM tersebut sudah berjumlah 600 orang, dengan komposisi 50 persen warga Kecamatan Dewantara atau warga lokal pelabuhan.
Selain keberadaan koperasi TKBM yang sudah terbentuk, sebutnya, dalam pekerjaan ini juga dibutuhkan tenaga ahli mulai dari operator crane bersertifikat juga kordinator stevedoring. “Itu syarat utama, kami hanya bagian pengawasan dan pembinaan” jelasnya.
Namun dia memberi solusi, jika ada pihak yang ingin bekerja sebagai buruh pelabuhan dapat mendaftar pada TKBM di bawah kendali Saifuddin.
“Jika warga mau masuk sebagai pekerja jumpa aja pak Din selaku ketua TKBM atau buat surat untuk kami mediasi dengan beliau” pungkasnya.
Menanggapi hal ini, Panglima Laot Lhok Dewantara, Naharuddin, kepada media ini, Sabtu (25/9/21) di Krueng geukuh menyayangkan pihak Syahbandar yang tidak memberi kesempatan pihaknya sebagai salah satu pihak yang mengkoordinir jasa buruh di pelabuhan.
“Kami tidak ingin ada monopoli pengelolaan buruh di pelabuhan. Secara geografis pelabuhan berada di wilayah kami. Secara adat lembaga ini juga diamanahkan untuk mengelola sumber daya dan aktivitas di perairan laut” kata Naharuddin.
Naha menyebut sejak dari dulu taraf ekonomi nelayan di kawasan ini selalu terpuruk. Pihaknya selalu mendukung upaya pemasukan dari sisi lain bagi rumah tangga nelayan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain produksi garam yang saat ini sedang berjalan salah satu income yang dapat mereka peroleh yakni dari pembentukan koperasi TKBM.
“Janganlah dibodoh-bodohi atau dipersulit. Kalau mereka minta tenaga ahli,keluarga nelayan juga ada yangmemiliki kapasitas itu bahkan mengantongi sertifikat internasional. Apa harus nelayan menggelar protes atau demo dulu baru dikasih rekomendasi” ujarnya.
Untuk itu dia meminta agar pihak unit pengelola pelabuhan (UPP) mau duduk bersama guna melakukan mediasi untuk mecari solusi tentang permintaan warganya untuk pembentukan koperasi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) pelabuhan.
“Kami harap Kepala Syahbandar Lhokseumawe duduk bersama kami dan Muspika Dewantara di Krueng Geukuh sekaligus melihat secara dekat kondisi nelayan disini” demikian Naharuddin.