Wakil Bupati Aceh Tengah Klaim Gayo Suku Tertua di Aceh

Wakil Bupati Aceh Tengah, Firdaus. SKM, Sebut Gayo Suku Tertua di Aceh

Analisaaceh.com, Takengon | Wakil Bupati Aceh Tengah Firdaus. SKM, dalam diskusi Publik dengan Himpunan Mahasiswa Gayo dan Alas (Himaga) Lhokseumawe-Aceh Utara menyinggung tentang keberadaan suku Gayo di Aceh. Ia menyebut suku Gayo bukanlah  suku pendatang, melainkan suku tertua yang ada di Negeri Syari’at Islam itu.

“Ini bukti atas temuan fosil rangka manusia yang diperkirakan telah berusia 3.500 tahun lalu di Ceruk Mendale Kampung Kebayakan Aceh Tengah. Penemuan itu membuktikan di Aceh, Gayolah suku asli. Kita bukan pendatang di Negeri Serambi Mekah ini, Mahasiswa harus berani membantah isu bahwa kita adalah pendatang,” kata Firdaus dalam sambutanya di Gedung Pendari Takengon, Rabu (21/08/2019).

Mahasiswa diminta untuk meluruskan isu-isu yang berkembang dengan menuding masyarakat Gayo adalah pendatang di Aceh. “Ini perlu kita pikirkan ke depan, selama ini terkesan kita (masyarakat Gayo) adalah pendatang. Dengan penemuann kerangka itu fakta sejarah membuktikan kitalah suku asli di Takengon,” papar orang nomor dua di Negeri berhawa sejuk itu.

Tambahnya lagi, jika masyarakat pesisir mengklaim merekalah suku tertua di Aceh, ia meminta fakta sejarah dan bukti yang akurat. “Jika benar masyarakat pesisir mengklaim suku tertua di Aceh apakah ada faktanya. Kita kaitkan Gayo dengan suku pegunungan, zaman dulu orang Gayo hidup di Gua-gua, makanya kerangkapun ditemukan di gua-gua. Untuk itu suku asli tinggal di pegunungan” paparnya.

Atas temuan Tim Balai Arkeologi (Balar), Medan, Sumatera Utara yang diketuai oleh Ketut Wiradiyana, mahasiswa dituntut berani memberikan pemahaman kepada masyarakat luar tentang suku Gayo adalah suku tertua di Provinsi Aceh. “Ini yang perlu mahasiswa angkat keluar, beritahu kitalah suku asli di Takengon dan ini terbukti dengan fakta sejarah bukan kita yang teliti melainkan orang luar,” pinta Firdaus.

Lebih lanjut kata Firdaus, budaya Gayo dalam perkembangannya kini telah banyak mengalami pengikisan dari keasliannya. Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat, telah mepengaruhi kehidupan sosial manusia mulai dari anak-anak, remaja putra dan putri hingga orang tua dalam berinteraksi, dalam prilaku sehari-hari, berkomunikasi dan mengambil keputusan.

“Kita cenderung mencontoh apa yang kita lihat dan saksikan terutama melalui siaran televisi dan media global lainnya, sehingga pada gilirannya sedikit demi sedikit sikap dan prilaku kita akan meninggalkan adat dan budaya kita sendiri, fenomena ini harus kita waspadai dan harus terus kita carikan jalan keluarnya agar sejarah dan budaya Gayo tetap terpelihara dengan baik,” katanya.

Ke khawatiran akan terkikisnya adat dan budaya Gayo dalam kehidupan masyarakat, tampaknya akan terwujud bila saja gerakan pelestarian dan pengembangan budaya dalam masyarakat tidak digalakkan, yang mana idealnya gerakan pelestarian dan pengembangan adat dan budaya Gayo itu jelas Firdaus, dapat dimulai dari komunikasi verbal dalam lingkungan keluarga yang berpegang pada warisan “Muyang Sedenge”.

“Kami memiliki komitmen yang tinggi untuk terus melestarikan budaya Gayo sebagai jati diri masyarakat kita. sebagai contoh, telah dimasukkannya adat dan budaya Gayo dalam kurikulum muatan lokal wajib sebagai satu mata pelajaran mulai dari tingkat SD, SLTP, SLTA bahkan Perguruan Tinggi, sehingga diharapkan generasi penerus kita tidak kehilangan adat dan istiadat yang kita miliki, upaya lainnya yaitu melalui Lembaga Majelis Adat Gayo untuk mendorong dan melestarikan adat Gayo baik dalam bentuk penulisan buku maupun seminar, sarasehan dan diskusi,” tutup Wabup.

Diskusi Publik yang di helat Himaga itu mengusung Tema “Gayo Masa Dulu dan Gayo Masa Kini” dengan menghadirkan tiga pemateri dari Aceh Tengah untuk membedah tema tersebut, yaitu Dr. Joni.MN, M.Pd.BI, Dr. Edi Putra Kelana, M.Si.,M.Pd dan Dr. Johansyah, MA.

Editor : Nafrizal
Komentar
Artikulli paraprakUsul Nama Pimpinan Dewan Aceh Tengah, PDI Perjuangan Disanggah
Artikulli tjetërLantik 3 Pejabat, Bupati Bener Meriah: PR Berat Menanti